Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Tak Sepakat Restrukturisasi TNI, Sujiwo Tejo: Tapi Gaji Mereka Sampai Kolonel Dinaikkan 10 Kali

Presiden Negeri Jancukers, Sujiwo Tejo tidak sepakat jika tentara dimasukkan ke jabatan sipil.

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Budayawan dan aktor Sudjiwo Tejo berpose di sela wawancara promo film Kafir di Redaksi Kompas.com, Jakarta, Jumat (27/7/2018). 

Tidak diketahui pasti, apakah pernyataan Sujiwo Tejo ini usulan atau sindiran.

"Tentara dimaksukkan lagi ke pos2 sipil, aku ndak begitu sreg. Tapi perasaanku masih bekerja. Rasaku, sekarang ini tentara pangkat Kolonel bisa punya mobil Xenia aja ud bagus. Gmn kalau tentara ndak usah masuk pos2 sipil, tp gaji mrk sampai kolonel dinaikkan 10 x. Jendral ud kaya2," kicau Sujiwo Tejo melalui Twitternya, Sabtu (23/2/2019).

Diminta Fokus ke Dunia Seni, Sujiwo Tejo: Cara Klise dan Basi untuk Nyetop Aku Ngritik Sosial

Bantah Dwifungsi ABRI

Dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Sisriadi membantah anggapan adanya upaya mengembalikan dwifungsi ABRI dalam rencana restrukturisasi TNI.

Menurut Sisriadi, tidak ada korelasi antara restrukturisasi TNI dan dwifungsi ABRI.

"Itu tidak ada hubungannya sama sekali," ujar Sisriadi, saat mengunjungi Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (12/2/2019).

Sisriadi menjelaskan, konsep dwifungsi yang berlaku selama zaman Orde Baru menempatkan TNI dalam ranah pertahanan keamanan dan politik kekuasaan. Saat itu seorang perwira TNI aktif dapat menjabat sebagai kepala daerah atau menteri.

Sementara itu, rencana restrukturisasi akan menempatkan perwira TNI ke dalam struktur birokrasi di kementerian/lembaga. Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menyatakan, prajurit aktif dapat menempati 10 kementerian/lembaga.

Kesepuluh kementerian/lembaga tersebut membidangi koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional dan Mahkamah Agung.

"Toh itu bukan ke politik. Kalau dwifungsi itu kekuatan hankam dan kekuatan politik," kata Sisriadi.

Lebih lanjut ia mengatakan, penerapan dwifungsi saat ini justru tidak menguntungkan bagi TNI secara kelembagaan. Sebab TNI akan kembali dimanfaatkan untuk kepentingan politik kekuasaan.

"Dan memang kami tahu persis kok. Dwifungsi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya dan saya kira masyarakat seharusnya bisa melihat bahwa demokrasi kita terbangun karena keikhlasan TNI," ucap Sisriadi.

Sisriadi mengatakan, pada zaman Orde Baru, konsep dwifungsi bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Saat itu, TNI digumakan sebagai alat kekuasaan.

Ia memastikan bahwa saat ini TNI tidak memiliki niat untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

"Kita semua tahu lah. Jadi kita lihat akibatnya kehancuran. Jadi itu mudarat sebenarnya. Nah kita tidak ingin kontribusi negatif lagi kan dan semua orang pasti tidak ingin," kata dia.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved