Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pilpres 2019

Mahfud MD Tegaskan Tak Ada Kecurangan Terstruktur yang Dilakukan KPU: Kekeliruan Hanya 0,0004 Persen

Pakar hukum dan tata negara Mahfud MD angkat bicara soal tudingan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Tribunnews.com
Mahfud MD 

TRIBUNSOLO.COM - Pakar hukum dan tata negara Mahfud MD angkat bicara soal tudingan kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebagaimana diketahui, pada Rabu (24/4/2019) lalu, Mahfud MD mengunjungi kantor KPU.

Ia hadir bersama sejumlah tokoh lain.

Seperti putri Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid, Alissa Wahid, dan Ahli Statistik IPB Asep Syaifuddin.
Mereka menamakan diri sebagai Gerakan Suluh Kebangsaan.

Mahfud MD Bagikan Kenangan Bersama Habib Luthfi, Bocorkan Penampilan Sang Habib Kala di Rumah

Mahfud mengaku, menyambangi KPU untuk memastikan tak ada kecurangan yang dilakukan KPU, sebagaimana narasi yang banyak muncul di publik belakangan ini.

Dalam keterangan persnya, Mahfud MD menyebut kesalahan input C1 yang dilakukan oleh KPU tergolong kecil jumlahnya.

Yakni, dari 241.366 Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya ada 101 TPS yang salah input data.

Jika dipersentasekan, jumlahnya hanya 0,0004 persen.

Sehingga Mahfud MD meyakini KPU tidak mungkin melakukan kecurangan.

"Sampai saat ini, jam 17.15 WIB tadi, TPS yang sudah di-entry datanya ke KPU itu mencapai 241.366 TPS dengan kesalahan entry 101 TPS," kata Mahfud MD dalam keterangan persnya.

"Yang 101, 24 diantaranya laporan masyarakat, selebihnya ditemukan oleh KPU sendiri."

"Dari situ kekeliruan hanya ada 0,0004 persen berarti ada 1 di dalam 2500 TPS."

"Dari situ menjadi sangat tidak mungkin kalau ada rekayasa terstruktur."

"Kalau memang terstruktur mestinya berpersen-persen, ini cuma 1 per 2500."

"Nggak mungkin ada kesengajaan," kata Mahfud MD.

Mahfud MD menambahkan, masih ada langkah hukum yang bisa dilakukan jika menemukan adanya indikasi kecurangan.

"Kalaupun masih ada keraguan, nanti pada saatnya kan ada forum hukum."

"Itu nanti akan dibuktikan oleh KPU tanggal 22 Mei, silahkan adu data semuanya nanti ada."

"Jadi masyarakat supaya tenang dan tentu harus mengawasi," kata Mahfud MD.

Selanjutnya, meski kesalahan input tergolong kecil, namun Mahfud MD tidak serta merta membenarkan.

Mahfud MD menegaskan untuk menyelesaikan polemik pemilu melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Mahfud MD Memiliki Bukti Salah Input yang Untungkan Paslon 01 dan 02: Kedua Kubu Sama-sama Menikmati

"Kita tidak mengaggap kesalahan 1 per 2500 itu harus dibenarkan, tidak," tegas Mahfud MD.

"Tetapi harus dipahami, itu bisa diselesaikan dalam adu data tanggal 22 Mei nanti."

"Jadi akan ada forum hukum, jadi jangan bertindak sendiri-sendiri dan mengembangkan hoaks seakan-akan di sini ada rekayasa," kata Mahfud MD.

Simak pernyataan lengkap Mahfud MD dalam video di bawah ini.

Tudingan kecurangan selalu ada pada setiap Pemilu

Dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com, Mahfud MD mengatakan, tudingan kecurangan terjadi pada setiap penyelenggaraan pemilu.

Hal ini biasa terjadi dalam praktik negara demokrasi.

"Kalau diganggu dengan tudingan tersebut (kecurangan) ya biasa, namanya juga demokrasi. Tudingan selalu ada," kata Mahfud saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).

Dalam Kapasitas Apa Mahfud MD, Rizal Ramli dan Said Didu Menilai KPU Benar atau Salah?

Sepanjang pengalamannya, Mahfud mengamati, seolah ada 'ritual politik' yang terjadi setiap penyelenggaraan pemilu.

Awalnya, KPU terus diserang dari awal penghitungan suara hingga penetapan rekapitulasi hasil pemilu.

Setelah itu, pihak-pihak yang tak terima dengan hasil akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan MK-lah yang kemudian akan dituduh melakukan kecurangan.

"Lihat saja nanti, tuduhan hakim MK disuap lah, dia berpihak sama ini lah, itu nanti akan muncul. Pengalaman saya bertahun-tahun begitu, itu ritual politik," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan, tudingan kecurangan selalu muncul di setiap penyelenggaraan pemilu, seberapa pun besarnya biaya yang dikeluarkan untuk proses demokrasi ini.

"Demokrasi memang harus ada biayanya, kalau mau praktis ya tidak usah menyelenggarakan demokrasi. Pakai kerajaan saja selesai semua, enggak usah pakai pemilu," kata Mahfud.

Mengubah Undang-Undang Pemilu

Mahfud MD juga memberikan saran kepada pemerintahan yang baru bersama anggota DPR RI terpilih untuk langsung mengambil langkah cepat melakukan pembahasan perubahan Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan Pemilu.

“Saya usulkan kepada pemerintah baru entah Pak Prabowo entah Pak Jokowi dan seluruh angota DPR RI yang terpilih, juga kepada parpol agar tahun pertama pemerintahan baru segera diadakan perubahan undang undang penyelenggaraan pemilu,” kata Mahfud saat ditemui di Kampus ITB, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/4/2019) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Mahfud mengatakan, perubahan UU Penyelenggaraan Pemilu perlu dilakukan di awal masa kerja, karena perubahan tersebut bertujuan sebagai bentuk evaluasi pemilu serentak tahun ini yang banyak memakan korban jiwa akibat kelelahan dalam proses pemungutan suara.

“Perubahan jangan dilakukan di tahun kedua atau ketiga karena pada tahun ketiga seperti kemarin, tahun keempat masih ribut. Semua punya kepentingan," ujar Mahfud.

"Kalau tahun 2020 langsung digarap, lebih fresh, lebih jernih, sehingga prolegnas tahun pertama adalah perubahan undang undang penyelenggaran pemilu,” jelasnya.

Rizal Ramli hingga Said Didu Kritik Kinerja KPU, Mahfud MD: Nanti Akan Terbukti Saat Hitung Manual

Dalam perubahan tersebut, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, pemerintah dan lembaga legislatif perlu memberikan penjelasan lebih detil tentang apa maksud dari pemilu serentak.

“Konsep Pemilu serentak dalam arti sekarang apakah serentak harus sama harinya, sama minggunya, atau panitianya berbeda agar tidak makan korban. Itu diatur kembali agar tidak ada celah menimbulkan kematian yang sampai sekarang sudah 110 orang dari KPU dan 35 orang dari Bawaslu, yang sakit 600 orang lebih. Itulah penderitaan yang dibangun sistem pemilu sekarang,” jelasnya.

Mahfud juga mengusulkan agar ambang batas pengusungan presiden (presidential treshold) diperkecil. Dia berharap angka presidential treshold bisa sama dengan ambang batas parlemen (parliamentary treshold) yakni 4 persen agar masing-masing partai bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri.

Mahfud juga berharap pemerintah bisa membahas kembali soal sistem pemilu di Indonesia.

“Presidential trehshold harus diturunkan. Bahwa harus ada, oke. Tapi samakan saja dengan parliamentary threshold. Partai yang sudah punya kursi, boleh mengusulkan sendiri atau mau bergabung boleh,” jelasnya.

“Mau pakai sistem pemilu sistem proporsional terbuka atau tertutup itu perlu dibahas lagi. Secara hukum masih bisa didiskusikan,” kata Mahfud menambahkan. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved