Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pilpres 2019

Update Real Count KPU Pilpres 2019 Sabtu (18/5) Pagi, Tersisa 98.566 TPS, Siapa Unggul, 01 atau 02?

Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul dalam penghitungan cepat suara sementara Pilpres 2019 versi Situng KPU, Sabtu (18/5/2019) pukul 07.15.

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
kpu.go.id
Real count Situng KPU Sabtu 18 Mei 2019 

TRIBUNSOLO.COM - Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul dalam penghitungan cepat suara sementara Pilpres 2019 versi Situng KPU, Sabtu (18/5/2019) pukul 07.15 WIB.

Dari pantauan Tribun di situs resmi KPU, progres penghitungan berdasarkan scan C1 tingkat nasional saat ini telah mencapai kisaran 87,88 persen.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memasukkan data dari 714.784 TPS.

Sementara diketahui, total TPS di seluruh Indonesia ada 813.350 TPS.

Titiek Soeharto Sebut BPN Akan Demo 3 Hari Berturut-turut: Yang Curang Ini Harus Didiskualifikasi

Artinya, hanya tinggal data dari 98.566 TPS lagi yang scan C1-nya belum masuk ke penghitungan sementara KPU.

-
Berdasarkan input data di atas, diketahui pasangan Jokowi-Ma'ruf memperoleh 75.200.651 suara.

Jika diubah menjadi persen, sekitar 55,85 persen dari total perolehan.

Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan 59.453.433 suara.

Jika diubah menjadi persen, sekitar 44,15 persen dari total perolehan.

Untuk diketahui, penghitungan cepat berdasarkan scan C1 ini akan terus berlangsung hingga 100 persen data TPS terpenuhi.

Namun, hasil dari hitung cepat KPU ini tidak akan digunakan sebagai patokan hasil akhir Pilpres 2019.

Hasil akhir Pilpres 2019 ditentukan dari penghitungan manual yang dilakukan oleh KPU.

DISCLAIMER

Data entri yang ditampilkan pada Menu Hitung Suara adalah data yg disalin apa adanya/sesuai dengan angka yang tertulis pada Salinan Formulir C1 yang diterima KPU Kabupaten/Kota dari KPPS.

Apabila terdapat kekeliruan pengisian data pada Formulir C1, dapat dilakukan perbaikan pada rapat pleno terbuka rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Apabila terdapat perbedaan data antara entri di Situng dan Salinan Formulir C1, akan dilakukan koreksi sesuai data yang tertulis di Salinan Formulir C1.

Data yang ditampilkan di Situng bukan merupakan hasil resmi penghitungan perolehan suara.

Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatannya dalam rapat pleno terbuka.

Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019, Pengamat Minta KPU Fokus Selesaikan Rekapitulasi hingga Pengumuman

Tuduh Pemilu Curang tapi Enggan Buktikan di MK, Mau Prabowo Apa?

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil Pilpres 2019 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Prabowo menuduh telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.

Kendati demikian, pihak Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo-Sandiaga (BPN) enggan untuk mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya.

Padahal, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilpres, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan oleh KPU.

Lantas, apa sebenarnya yang diinginkan Prabowo-Sandiaga?

Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, keputusan untuk tidak mengajukan gugatan ke MK merupakan langkah yang juga diatur secara hukum.

Namun, Dahnil tak menjawab secara tegas langkah apa yang akan diambil oleh Prabowo-Sandiaga untuk menggugat hasil pilpres jika tak mengajukan gugatan ke MK.

"Apa yang kita lakukan, upaya mencari keadilan secara politik, kita serahkan pada masyarakat, Pak prabowo akan ikuti suara rakyat," ujar Dahnil saat ditemui media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).

Yenny Wahid Sebut Prabowo Subianto Pakai Standar Ganda, Tolak Hasil Pilpres tapi Tidak dengan Pileg

Dahnil membantah ketika ditanya apakah mengikuti suara rakyat artinya akan ada pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menolak penetapan hasil pilpres.

Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Pakar BPN Amien Rais sempat menyerukan soal "people power", kemudian menggantinya dengan istilah gerakan kedaulatan rakyat.

Menurut Dahnil, masyarakat berhak untuk menolak hasil pilpres dengan menggelar aksi unjuk rasa yang disebut Amien Rais sebagai gerakan kedaulatan rakyat.

"Itu hak rakyat," kata Dahnil.

"Yang jelas seperti disampaikan Pak Prabowo, kalau ada gerakan kedaulatan rakyat harus tetap non-violence. Anti kekerasan, itu prinsip dasarnya. Enggak boleh ada kekerasan," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono, meminta agar pendukung 02 tidak mengakui hasil Pilpres 2019.

Dengan demikian, Arief mengatakan, pendukung Prabowo-Sandiaga tidak perlu lagi mengakui pemerintah yang terbentuk pada periode 2019-2024.

"Masyarakat yang telah memberikan pilihan pada Prabowo Sandi tidak perlu lagi mengakui hasil pilpres 2019 dengan kata lain jika terus dipaksakan hasil pilpres 2019 untuk membentuk pemerintahan baru, maka masyarakat tidak perlu lagi mengakui pemerintahan yang dihasilkan Pilpres 2019," ujar Arief melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/5/2019).

Hairul Anas Suaidi, Pencipta Robot Pemantau Situng KPU Ternyata Keponakannya Mahfud MD

Menurut Arief, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pendukung Prabowo-Sandiaga. Pertama, dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah.

Sebab, pemerintah yang terbentuk dari penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sah.

"Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," kata Arief.

Ia juga menyarankan para pendukung melakukan aksi diam dan tidak melontarkan kritik apapun terhadap pemerintah.

Selain itu Arief menilai caleg dari Partai Gerindra dan parpol koalisi tidak perlu ikut masuk ke parlemen periode 2019-2024.

"Kita lakukan gerakan boycott pemerintahan hasil Pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Suharto yang mirip dengan rezim saat ini," tuturnya.

"Yang pasti negara luar juga tidak akan mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019 nantinya. Ini penting agar sistem demokrasi yang jujur, bersih dan adil bisa kita pertahankan," kata Arief. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved