Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Update Sidang MK Terbaru

Soal Ma'ruf Amin yang Dianggap sebagai Pejabat BUMN, Mahfud MD: Dibuktikan Saja di Pengadilan

Mahfud MD angkat bicara soal permohonan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tentang Ma'ruf Amin yang dianggap sebagai pejabat BUMN.

Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Tribunnews.com
Mahfud MD 

TRIBUNSOLO.COM - Mahfud MD angkat bicara soal permohonan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang menyebut adanya pegawai BUMN yang ikut berkontestasi dalam Pilpres 2019.

Diketahui sebelumnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menyebut bahwa nama Ma'ruf Amin masih tercatat sebagai pejabat di Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah.

Temuan mereka ini masuk dalam permohonan gugatan pilpres yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Bambang, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 227 huruf p Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tersebut menyatakan bahwa saat pendaftaran, bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

Klarifikasi Kominfo soal Isu Pembatasan Akses Medsos saat Sidang MK

Apakah permohonan dari tim hukum Prabowo-Sandiaga ini bisa dikabulkan MK, mengingat adanya ragam tafsir tentang pasal dan bukti-bukti yang nantinya akan disuguhkan di muka persidangan.

Dalam menyampaikan pendapatnya, Mahfud MD memang tidak secara khusus menyinggung soal Ma'ruf Amin.

Melainkan, ia lebih menekankan pada pembahasan alat bukti dalam mekanisme persidangan.

Diketahui dalam sidang hari ini, Selasa (18/6/2019) salah satu agendanya adalah pengesahan alat bukti.

Oleh karena itu, menurut Mahfud, dalam pembahasan alat bukti yang bersifat kualitatif, pihak kuasa hukum yang bersengketa harus bisa adu argumen dan mempertahankan pendapatnya.

"Yang sifatnya kualitatif, itu tidak perlu angkanya berapa," kata Mahfud saat diwawancarai Tv One, Senin (17/6/2019) malam.

"Orang yang menjadi komisaris atau penasihat dari sebuah pecahan BUMN, termasuk pejabat bank yang bersangkutan atau tidak itu nanti dibuktikan saja di pengadilan berdasar dalil-dalil, bagaimana tafsir atas pasal itu di dalam Undang-Undang, bagaimana putusan Mahkamah Agung yang katanya sudah dimiliki."

Semua argumen tersebut nantinya akan dinilai oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu nanti akan dinilai semua, tentu kedua pihak akan adu argumen, itu kualitatif," imbuh Mahfud MD.

Berbeda dengan kuantitatif. Menurut Mahfud MD, kualitatif lebih menekankan pada angka.

Alat bukti kuantitatif yang ada di sidang MK akan dinilai satu persatu.

Hal itu merupakan konsekuensi dari dalil hukum kuantitatif.

Live Streaming dan Jadwal Sidang Lanjutan Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Tonton di HP

Nantinya, bukti dari pemohon (tim hukum Prabowo-Sandi) akan dibandingkan dengan bukti dari termohon (KPU).

Namun yang Mahfud MD maksud bukanlah pembuktian lembar per lembar.

"Alat bukti akan dinilai satu persatu, apakah itu relevan dengan perkara atau tidak," kata Mahfud MD.

"Misalnya begini, paslon nomor 02 mengatakan kami punya suara 52 persen, mana buktiya, buktinya nanti dibuka, ini lho formulir kami, sedangkan KPU punya form yang begini."

"Nanti mau tak mau harus dibuktikan."

"Tapi tidak lembar perlembar, pastinya paslon pemohon itu sudah punya daftar, TPS nomor berapa formulir nomor berapa plano dari mana dan sebagainya."

"Nanti dtunjukan lalu diuji yang mana yang benar."

"Dibuka satu persatu itu sangat tidak mungkin, gitu saja kalau menyangkut kuantifikasi," imbuhnya.

Mahfud MD menambahkan, jika alat bukti terlalu banyak, MK biasanya membuat sesi khusus untuk meneliti alat bukti tersebut.

"Kalau banyak sekali biasaya ada sesi khusus untuk meneliti itu, diundang siapa yang mencatat, siapa yang memotret, siapa yang menjelaskan, itu kalau terlalu banyak."

"Mau tidak mau kalau memang dalilnya kuantifatif memang harus diperiksa dokumen-dokumen formulir C1-nya itu," imbuhnya.

Simak penjelasan Mahfud MD secara runut dan utuh dalam video di bawah ini.

KPU: Ma'ruf Amin bukan pegawai BUMN

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa calon wakil presiden nomor urut 02 Ma'ruf Amin lolos verifikasi sebagai cawapres.

Meskipun yang bersangkutan masih menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BNI Syariah dan Mandiri Syariah.

Ma'ruf dinyatakan memenuhi syarat, lantaran kedudukannya bukan sebagai pejabat maupun karyawan.

Kedua bank tersebut bukan pula termasuk BUMN atau BUMD.

"Apakah lembaga keuangan yang disebut-sebut itu adalah BUMN atau tidak? Itu yang paling penting," kata Komisioner KPU Hasyim Asy'ari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).

"Kalau KPU berdasarkan verifikasi meyakini bahwa lembaga itu bukan BUMN, sehingga kemudian calon wakil presiden Pak Kiai Ma'ruf Amin dinyatakan tetap memenuhi syarat," sambungnya.

Mahfud MD Beberkan Perbedaan Alat Bukti Kuantitatif dan Kualitatif dalam Sidang Sengketa Pilpres

Hasyim menyebut, apa yang diyakini oleh pihaknya bukan muncul begitu saja.

Pada tahap pendaftaran dan verifikasi, KPU mengklarifikasi dan memeriksa dokumen-dokumen persyaratan calon.

KPU juga melakukan klarifikasi ke lembaga-lembaga yang punya otoritas terhadap kedua bank tersebut.

Hasilnya, didapati bahwa Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah adalah anak perusahaan, bukan merupakan BUMN atau BUMD.

Oleh karenanya, KPU pada tahap pendaftaran calon kemudian menyatakan Ma'ruf Amin memenuhi syarat sebagai cawapres.

"Itu yang paling penting. Karena di dalam UU jelas yang dilarang, kalau nyalon yang dipersyaratkan mengundurkan diri, itu adalah pejabat atau karyawan atau pegawai BUMN atau BUMD," ujar Hasyim.

(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved