Tanggapi Wacana Jabatan Presiden 8 Tahun, Mahfud MD Sebut Sisi Positif dan Negatif Jabatan 5 Tahun
Pakar hukum dan tata negara Mahfud MD angkat bicara soal wacana jabatan presiden 8 tahun.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum dan tata negara Mahfud MD angkat bicara soal wacana jabatan presiden 8 tahun.
Hal ini disampaikan oleh Mahfud MD saat menjadi narasumber bersama Prof. Salim Said di acara Kabar Petang Tv One, Kamis (18/7/2019).
Menurut Mahfud MD, jabatan presiden 8 tahun tidaj bermasalah dari sudut hukum.
Namun pembahasan dan prosedurnya rumit atau tidak sederhana.
• Mahfud MD Tanggapi Pernyataan Amien Rais yang Beri Kesempatan Jokowi: Hormat, Pak Amien
"Kalau dari sudut hukum tidak ada masalah, tinggal prosedurnya saja," kata Mahfud MD.
Mahfud MD juga menyampaikan bahwa pembahasan serupa juga muncul di Kementrian Kehakiman. Yang mana jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) diwacanakan menjadi satu periode saja dengan durasi 9 atau 10 tahun.
"Sebenarnya sekarang ada sebuah RUU ya yang sudah selesai saya kira di Kementrian Kehakiman yang untuk jabatan hakim MK itu satu kali tapi 10 tahun atau 9 tahun, itu RUU-nya," imbuh Mahfud MD.
Perihal wacana perubahan durasi masa kepemimpinan presiden, menurut Mahfud MD harus melalui proses amandemen Undang-Undang Dasar (UUD).
"Itu tentu seperti kata Prof Salim tadi, harus melalui amandemen UUD."
"Kalau melalui amandemen UUD tidak sederhana perdebatannya bisa panjang dan prosedurnya tidak sederhana," ungkap Mahfud MD.
Setelah tidak ada masalah dari segi hukum, maka yang menjadi pertimbangan berikutnya adalah dari segi politik.
Apakah para pemegang kekuasaan politik, yakni Partai Politik dan DPD menyetujui wacana jabatan presiden 8 tahun atau tidak.
"Saya kira bisa saja secara hukum dan secara politik itu kemudian tergantung pada kesepakatan-kesepakatan orang yang mempunyai kekuatan politik untuk menentukan itu, yaitu Partai Politik dan anggota DPD dengan prosedur yang tidak sederhana," ujar Mahfud MD.
"Karena perubahan kalau di UUD itu harus disebutkan pasal berapa yang akan diubah, diubah seperti apa, kenapa akan diubah."
"Pengusulannya sepertiga dan persetujuannya nanti 2/3 (anggota MPR)," imbuh Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud melihat ada sisi positif dan negatif dari durasi lima tahun kepemimpinan presiden.
• Mahfud MD Tanggapi Kasus Pelawak Qomar: Bisa Dijerat Dua Hukuman dan Mendapat Hukuman Ganda
Menurut Mahfud MD, sisi positifnya adalah sirkulasi kepemimpinan bisa berjalan lebih cepat jika jabatan presiden diemban selama lima tahun.
Jika ada pemimpin buruk yang terpilih, tidak harus menunggu sampai 8 atau 10 tahun untuk mengganti.
"Sirkulasi kepemimpinan bisa berjalan lebih cepat, sebab kalau sekali jabatan 8 tahun atau 9 tahun itu kalau ternyata pilihannya kurang tepat kita harus menunggu 8 tahun," kata Mahfud MD.
"Karena tidak mudah memberhentikan seorang presiden dalam sistem presidensil. Itu kecuali dengan alasan tertentu yang sangat ketat."
Sementara itu, sisi negatif dari durasi jabatan lima tahun adalah potensi presiden hanya bekerja selama tiga tahun dan peluang penyalahgunaan jabatan.
Misalnya, presiden hanya bekerja selama tiga tahun saja.
Sedangkan di tahun keempat dan kelima digunakan untuk kampanye dan memanfaatkan fasilitas negara.
"Menghindari orang bekerja hanya tiga tahun pertama."
"Biasanya tiga tahun pertama pada periode pertama itu bagus."
"Tapi memasuki tahun keempat sudah mulai kampanye, mulai tidak konsentrasi, koalisi mulai sendiri-sendiri."
"Ada juga kemungkinan menyalahgunakan jabatan dan kekuasasn dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas negara," pungkasnya.
• Soal Kemungkinan Prabowo Subianto Merapat ke Koalisi Jokowi, Mahfud MD: Banyak Rakyat Tidak Setuju
Simak video lengkap pernyataan Mahfud MD di bawah ini.
Sebelumnya, Guru besar Universitas Pertahanan, Salim Said menanggapi mengenai wacana atau usulan masa jabatan presiden dalam satu periode dari lima tahun menjadi tujuh tahun.
Salim Said tampaknya menyetujui wacana perubahan masa jabatan. Tanggapannya itu disampaikan oleh Salim Said secara langsung saat menjadi narasumber dalam program acara Dialog TV One, pada Rabu (17/7/2019).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa usulan Salim Said itu serupa dengan Eks Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono.
Hendropriyono sempat memberikan saran agar dalam satu periode diubah menjadi delapan tahun.
Berawal dari sang pembawa acar yang mempertanyakan bagaimana pendapat Salim Said soal wacana mengenai jabatan presiden selama 7 tahun dan dibatasi selama satu periode.
"Begini sepanjang yang saya ingat dan mudah-mudahan saya tidak keliru. Saya adalah orang pertama yang mengusulkan perubahan masa jabatan presiden dari 2 kali dalam 5 tahun menjadi 1 kali dalam 7 tahun," jawab Salim Said.
Meskipun Salim Said mengakui perubahan masa jabatan adalah usulan Salim Said sendiri, namun ia menyebut bahwa ia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan perubahan tersebut.
"Yang akan menetukan itu bukan saya. Saya hanya punya usul saja. Yang akan menentukan kan wakil rakyat. Itu kan harus mengubah Undang-Undang Dasar," lanjut Salim Said.
Kemudian, Salim Said menjelaskan dirinya secara pribadi Indonesia mengikuti Perancis dan Filipina, yakni tujuh tahun dalam satu periode kepemimpinan seorang presiden.
"7 tahun itu suatu hal (red: masa jabatan presiden) yang sudah terjadi di beberapa tempat. Yang saya tahu itu Perancis dan Filipina itu tujuh tahun."
"Nah kenapa saya usulkan satu masa jabatan? yang saya usulkan itu bukan hanya presiden tetapi semua jabatan politik yang dipilih rakyat atau elected politicians, mulai dari presiden, gubernur, bupati dan walikota yang dipilih rakyat itu satu masa jabatan saja."
"Kalau DPR lain tetapi jika dirasa perlu bisa saja diubah. Tapi sekarang yang konkret saya usulkan untuk mereka yang eksekutif," papar Salim Said.
Salim Said menyebut dirinya hanya mengusulkan jabatan presiden dalam satu periode dari lima tahun menjadi tujuh tahun dan bukan untuk delapan tahun.
"Saya rasa ini keliru. Saya tidak mengusulkan delapan tahun karena setahu saya di dunia ini, yang saya tahu tujuh tahun, Perancis dan Filipina," ucap Salim Said.
"Kalau delapan tahun itu sudah hampir dua masa jabatan presiden terlalu lama,"
"Artinya sirkulasi elite jadi terbatas," tambahnya.
Adapun Salim Said memiliki alasan dan dasar melontarkan usulan tersebut.
Rupanya usulan tersebut didasari Indonesia yang tak sekaya Amerika Serikat, sehingga tak disarankan melangsungkan pemilu terlalu sering.
Menurut Salim Said, Amerika Serikat melaksanakan pemilu dalam dua sampai empat tahun sekali, mengingat Amerika Serikat adalah negara adidaya.
"Kedua kita ini tidak negeri kaya seperti Amerika," jelas Salid Said.
"Di Amerika itu tiap empat tahun ganti presiden, dan kongres Amerika semacam DPR itu setiap dua tahun sebagian ganti. Jadi Amerika itu sibuk pemilu terus ya duitnya banyak. Lah kita kalau pemilu terus sering duit kita enggak banyak," imbuhnya.
Kemudian, Salim Said menjelaskan, jika seorang presiden hanya diizinkan satu periode namun masa jabatanya ditambah menjadi tujuh tahun, maka hal tersebut dapat membuat pergantian elite politik lebih cepat.
"Jadi ada beberapa penjelasan mengapa saya sarankan diubah sistem itu dari dua kali masa jabatan selama lima tahun, menjadi satu kali masa jabatan tujuh tahun," ucap Salim Said.
"Tapi kan yang sarankan bukan cuma presiden tetapi semua jabatan elected politicians yang dipilih rakyat. Jadi apa yang dikatakan Pak Mahfud MD itu penting kesempatan elite berganti itu terjadi lebih cepat," jelas Salim Said.
Salim Said menambahkan saran Hendropriyono kurang tepat, pasalnya sirkualasi pergantian elite politik menjadi semakin lama.
"Delapan tahun itu terlalu lama, hampir dua jabatan sekarang, sehingga sirkulasi elite berkurang," kata Salim Said.
"Kita kan mau cepat terjadi sirkulasi supaya banyak orang mau jadi presiden dan DPR," tambahnya.
Ternyata saran untuk memberi jabatan presiden menjadi tujuh tahun, bukan cuma karena demi menghemat biaya dan mempercepat pergantian elite politik. Pasalnya, selama ini Salim Said merasa perseteruan yang memanas pada Pilpres 2019 disebabkan oleh kubu petahana.
Menurut Salim Said seorang presiden seharusnya hanya diberikan satu periode untuk menjabat, agar kubu petahana dapat dihapuskan. Hanya saja, masa jabatan presiden itu ditambah menjadi tujuh tahun.
"Menurut saya yang sekarang mendesak adalah petahana," kata Salim Said.
"Lembaga petahana ini harus dihapuskan, cukup satu kali masa jabatan,"
"Ditambah sedikit agar dia bisa menyelesaikan program dan agendanya," imbuhnya. (*)