Paulus Tannos Tersangka Kasus e-KTP Tinggal di Singapura, KPK akan Periksa Lewat Video Call
Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, dapat menghadirkan Tannos yang kini tinggal di Singapura untuk diperiksa sebagai tersangka.
Sebab dalam persidangan terpidana kasus e-KTP Irman dan Sugiharto, KPK tak mampu menghadirkan Paulus Tannos ke dalam persidangan.
Tannos bersaksi melalui video jarak jauh dari Singapura.
Wakil ketua KPK, Saut Situmorang menyampaikan sebelum menetapkan Tannos sebagai tersangka, penyidik telah melakukan interaksi terhadap Paulus Tannos.
• Empat Tersangka Baru Kasus e-KTP: Miryam Hariyani, Isnu Edhi, Husni Fahmi dan Paulus Tannos
Saut Situmorang meyakini dapat menghadirkan Paulus Tannos untuk diperiksa sebagai tersangka.
"Proses awal di penyelidikan sudah ada interaksi dengan PLS (Paulus Tannos). Jadi nanti bagaimana di penyidikan," ucap Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Menurut Saut Situmorang, KPK akan bekerjasama dengan otoritas Singapura untuk membawa Paulus Tannos ke Gedung KPK Jakarta.
Hal ini dilakukan agar penyidik dapat menggali secara rinci soal keterlibatan Tannos dalam perkara e-KTP.
"Kita lihat penyidik seperti apa, yang pasti kerja sama dengan otoritas setempat itu sudah jalan, nanti kita lihat bagaimana bisa menghadirkan," ujar Saut Situmorang.
• KPK sudah Kantongi Beberapa Nama Tersangka Kasus Korupsi e-KTP
Saut Situmorang pun menyebut, penyidik antirasuah telah mempunyai rencana dan strategi untuk dapat menghadirkan Tannos ke Gedung KPK Jakarta.
"Seperti apa memberikan keterangan, penyidik sudah punya rencana untuk itu," tegas Saut Situmorang.
Selain Tannos, KPK juga menetapkan tiga tersangka baru lainnya dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Ketiganya yakni, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI), Isnu Edhi Wijaya; PNS BPPT, Husni Fahmi; dan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.
Keempat orang tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.