Demo di Gedung DPRD Solo
Situasi Sempat Panas, Polisi Mengaku Tak Lakukan Tindakan Represif kepada Massa di Depan DPRD Solo
Meski suasana demo sempat memanas, Kapolresta Solo AKBP Andy Rifai menegaskan tidak ada tindakan berlebihan dari aparat.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Meski suasana demo sempat memanas, Kapolresta Solo AKBP Andy Rifai menegaskan tidak ada tindakan berlebihan dari aparat.
Hal itu ia tegaskan usai demo di depan Kantor DPRD Solo oleh kelompok Solo Raya Bergerak (Sorak) berakhir, Senin (30/9/2019) malam.
"Walaupun mereka melakukan tindakan provokasi pada kita, namun kita tidak melakukan tindakan represif," katanya kepada TribunSolo.com.
Hal tersebut ditunjukan dengan tidak adanya tembakan gas air mata ataupun yang lainnya yang dikeluarkan petugas.
• Demo di DPRD Solo Sempat Diwarnai Aksi Lempar Batu dan Kelereng, 4 Anggota Polisi Mengalami Luka
Meski menjelang demo berakhir, aksi demo yang awalnya berjalan damai sempat panas.
Situasi tersebut tidak berlangsung lama, sebab petugas dan para demonstran yang lain berhasil meredam emosi massa.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti di halaman kantor DPRD Solo, berupa kelereng dan batu.
Bahkan ada anggota kepolisian yang mengalami luka akibat terkena lemparan tersebut.
• Demo Berakhir Tanpa Tembakan Gas Air Mata, Massa Aksi Membubarkan Diri dengan Tertib dan Damai
"Tadi ada empat anggota yang terkena lemparan, tapi tidak apa-apa," jelasnya.
Petugas yang terkena lemparan, langsung di bawah ke salah satu ruangan di Gedung DPRD Solo untuk mendapat perawatan.
Aksi demo tersebut dimulai sekitar pukul 15.30 WIB oleh ratusan orang yang menamai dirinya sebagai Sorak.
Aksi demo yang dilakukan kelompok Sorak ini membuat pihak kepolisian mengerahkan personel keamanan lebih banyak dari pada aksi pada 24 September 2019.
• VIDEO - Situasi Terkini Demo di DPRD Solo
"Kita kerahkan 1.300 personel, karena aksi ini massa tidak teridetifikasi."
"Tadi ada pelajarnya juga," imbuhnya.
Sekitar pukul 20.30 WIB, massa membubarkan diri dengan tertib.
10 Tuntutan Demonstran
Sebelumnya, Aliansi Solo Raya Bergerak (Sorak) masih bertahan menggelar demontrasi di depan gedung DPRD, Jalan Adi Sucipto, Kelurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo, Senin (30/9/2019).
Meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB atau batas terakhir menggelar demonstrasi.
Ada pun dalam demo yang berlangsung sejak pukul 15.30 WIB itu, membawa berbagai tuntutan yang disampaikan pada wakil rakyat (DPRD) dan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
• 10 Tuntutan Demonstran Solo Raya Bergerak yang Gelar Unjuk Rasa di Gedung DPRD Solo Hari Ini
Aksi tersebut merupakan lanjutan dari demonstrasi pada Selasa (24/9/2019) lalu dengan nama #BengawanMelawan.
Mereka menolak Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), dan RUU Pertanahan.
Tidak hanya menyuarakan penolakan, massa aksi juga menuntut DPR RI segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
"Regulasi tersebut tidak lagi memihak kepada rakyat," ungkap Humas Solo Raya Bergerak, Muhammad Hisbun.
Selain itu RUU KPK yang dinilai melemahkan KPK dan RUU KUHP yang mempermudah rakyat untuk dikriminalisasikan serta mengancam kebebasan pers.
Aliansi Sorak kemudian menyampaikan 10 tuntutan dalam aksi demonstrasi, berikut tuntutannya :
1. Tolak pasal-pasal bermasalah pada RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU PSDN, RUU Permasyarakatan, RUU Pertambangan Minerba, dan cabut UU Budidaya Pertanian, UU MD3, Sahkan RUU PKS dan RUU PDP.
2. Cabut UU KPK baru, batalakan pimpinan KPK terpilih, stop segala pelemahan terhadap KPK.
3. Cabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, libatkan buruh secara adil dalam pengambilan keeputusan.
4. Tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil dan menangani konflik, bubarkan komando teritorial TNI.
5. Stop represitvitas Papua.
6. Hentikan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra.
7. Usut tuntas pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM.
8. Stop kriminalisasi aktivis.
9. Menuntut pemerintah bertanggungjawab terhadap konflik agraria di Solo Raya.
10. Wujudkan pendidikan gratis, demokratis, ilmiah yang bevisi kerakyatan, tolak full-day school. (*)