Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Tak Banyak yang Tahu Ternyata Nama Malioboro di Yogyakarta Berasal dari Nama Penjajah Inggris

Bahkan di Twitter pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2019 ini, #HUT263Jogja menjadi trending topic nomor 1 di Indonesia.

Editor: Garudea Prabawati
TribunTravel.com
Malioboro 

Setelah selesai pembangunannya, diperingati dengan sebuah “Sangkalan memet", berwujud gambar dua ekor naga yang masing-masing saling berkaitan (kawin).

Artinya “Dwi Naga Rasa Tunggal" (Dwi = 2 ; Naga = 8 ; Rasa = 6 ; Tunggal = 1) jadi merupakan angka 2861 dan kalau dibalik 1682, yaitu tahun Jawa.

Kini Sri Sultan Hamengku Buwono berkenan “boyong" (pindah) dari Ambarketawang ke kratonnya baru, yang kemudian dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Jadi hingga sekarang kraton itu sudah genap 224 tahun dan sebentar lagi 225 tahun (1905).

Sri Sultan boyong

Waktu Sri Sultan boyong, seluruh kerabat, para hamba dan rakyat dan anggaota-anggota laskarnya yang turut berjuang selama kurang lebih enam tahun melawan Kumpeni Belanda (dari 1749-1755), turut hijrah dari Ambarketawang ke Yogyakarta.

TPA Putri Cempo Kembali Terbakar, Asap Pekat Selimuti Lokasi Pembuangan Sampah Tersebut

Terutama bekas anggauta laskarnya P. Mangkubumi yang terdiri dari beberapa “bendera" (pasukan) yang masing-masing dipimpin oleh seorang adipati, diberi tempat kediaman khusus sendiri-sendiri, di sebelah Barat, Selatan serta Timur beteng Keraton.

Maksudnya sekaligus untuk menanggulangi musuh, kalau-kalau ada musuh yang mendatangi, terutama dari sebelah Barat. Dari sebelah Timur tak begitu dikhawatirkan.

Oleh karena itu disebelah Barat kali Winongo ditempatkan lima dari bekas pasukannya, yaitu masing-masing : Wirabraja, Daeng, Ketanggung, Patangpuluh dan Bugis.

Dalam peperangan melawan Kumpeni Belanda, banyak tentara Kumpeni yang ditawan atau dibunuh.

Mereka terdiri dari serdadu-serdadu bayaran, yang berasal dari Bali, Madura, Sulawesi Selatan dan Ternate selain serdadu-serdadu berkulit putih.

Mereka yang menyerah hidup-hidup dan ingin mengabdi kepada Sang Pangeran, mendapat pengampunan serta diberi kesempatan untuk bekerja sama.

Kebanyakan bahkan turut membantu berjuang melawan Kumpeni Belanda.

Di antaranya terdapat banyak orang dari Sulawesi Selatan (Bugis dan Daeng) yang membalik turut berjuang di pihak Mangkubumi.

Mereka masing-masing dikumpulkan menjadi satu pasukan tersendiri, yang terdiri dari orang-orang  Bugis atau Daeng, serta merupakan suatu kesatuan tempur sendiri.  

Halaman
1234
Sumber: Intisari
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved