Jelang Pelantikan Presiden
Kisah Penjahit Langganan Jokowi, Dulu Miskin, Punya Usaha Sendiri usai Hijrah dari Sragen ke Solo
Belasan tahun ini, Suparto (58) menjadi penjahit kepercayaan sosok Joko Widodo (Jokowi), sejak masih menjabat Wali Kota Solo hingga kini Presiden.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
"Ya, kira-kira bilangnya kayak begini, cah bayi-bayi lahir ndek wingi, karo wong tuwek ra boso (anak kemarin sore, sama orang tua kurang sopan)," tambahnya.
Hijrah ke Solo
Suparto belajar menjahit ke Saimin selama kurang lebih empat tahun, selepas itu ia memutuskan pergi ke Solo.
Ia kemudian coba melamar di sebuah toko jahit, Bazar Tailor yang dimiliki seorang warga keturunan India.
"Pemiliknya tidak percaya kalau saya bisa jahit, terlebih umur masih 17 tahun," ujar Suparto.
• Luhut Pandjaitan dan Sri Mulyani Dipanggil Jokowi ke Istana, Isyarat Bakal Jadi Menteri Lagi?
• Kusir Langganan Presiden Jokowi Siapkan Kuda Terbaik, Berjaga-jaga Dapat Undangan dari Istana Negara
Pemilik Bazar Tailor tetap memberikan kesempatan Suparto untuk unjuk kebolehan menjahit.
"Ya dicoba, dites gitu, terus di tes, oh ternyata bisa, langsung diterima," tutur Suparto.
Suparto bekerja menjadi buruh jahit Bazar Tailor selama tiga tahun.
Sesuai itu, ia melanjutkan kariernya di Centrum Tailor, sebuah toko jahit di daerah Coyudan, Solo.
"Pindah ke Centrum tokonya di Coyudan, disana cuma sebentar ndak ada satu tahun," ucap Suparto.
"Terus pindah lagi di daerah Kampung Baru, namanya Marsham Tailor," tambahnya.
Seusai mendapat pengalam kerja cukup, Suparto beranikan diri membuka toko jahit miliknya sendiri di Jalan Kapten Piere Tendean, Solo pada usia 20 tahun.
Toko itu dijalankanya di sebuah kios mini berukuran 2x2 meter dengan harga sewa tiap tahunnya sebesar Rp 100 ribu.
"Saya punya modal Rp 250 ribu, yang Rp 200 untuk nyewa dua tahun, yang Rp 500 buat benah-benahi, beli alat alatnya," ujar Suparto.
Suparto kemudian pindah ke Jalan Ahmad Yani, Solo dengan mengontrak sebuah ruko yang berada tepat di tikungan sebelah timur simpang empat Tirtonadi pada tahun 1982.