Sosok Abdullah Qardash Panglima Baru ISIS, Si Kejam yang Pernah Mengabdi untuk Saddam Hussein
Inilah Abdullah Qardash Pengganti Al Baghdadi di ISIS, Si Kejam yang Pernah Mengabdi Saddam Hussein
TRIBUNSOLO.COM - Gerakan radikal ISIS kembali mendapat pukulan telak, setelah pimpinan tertinggi mereka, Abu Bakr al-Baghdadi, tewas dalam serangan militer Amerika Serikat.
Tapi, kematian Al Baghdadi nyatanya belum membuat ISIS bubar.
• Panglima ISIS Abu Bakr Al Baghdadi Dikabarkan Tewas , Ledakkan Diri Saat Tersudut
• Foto-foto Suasana Penjara Khusus untuk ISIS, Tahanan Berjejal di Sel Sempit, Menangis Minta Pulang
ISIS langsung menunjuk pria bernama Abdullah Qardash sebagai pimpinan baru mereka.
Siapa Abdullah Qardash ?
Dia bukan orang baru di ISIS.
Bahkan, sebelum Baghdadi tewas, atau pada bulan Agustus tepatnya, Qardash secara de facto sudah mengisi peran Baghdadi sebagai pimpinan ISIS.
Saat itu, sakit diabetes yang diderita Baghdadi makin parah, sehingga Baghdadi makin terbatas dalam memimpin ISIS.
"Baghdadi hanya jadi simbol saja. Dia tidak terlibat dalam operasi harian. Dia hanya bilang ya atau tidak saja, tapi tak terlibat dalam perencanaan aksi," kata sumber di pemerintahan AS kepada Newsweek.
Abdullah Qardash, punya panggilan the Professor, dikenal sebagai mantan anak buah Saddam Hussein.
Dia dekat dengan Baghdadi, 48, semenjak mereka berada satu sel penjara di Basra.
Qardash dan Baghdadi pernah ditangkap militer AS, setelah keduanya dituding terlibat dalam gerakan Al Qaeda pada 2003.
Di penjara itulah, Baghdadi mencuci otak para tahanan, dan memprogandakan gerakan kalifah.
Sejak saat itu juga, Qardash, yang usianya masih misterius, mengabdikan diri untuk setia bersama Al Baghdadi.
Qardash, yang juga berkebangsaan Irak, menduduki posisi pengambil keputusan penting di ISIS.
Dia dipanggil profesor, dan tak ada yang tahu mengapa dia mendapat julukan ini.
Tapi, Qardash dikenal sebagai sosok yang membuat aturan-aturan kejam di ISIS.
Qardash juga menjadi orang kepercayaan Abu Alaa al-Afri, tangan kanan Baghdadi, yang tewas dalam sebuah serangan helikopter militer AS pada 2016.
Meski demikian, naiknya Qardash sebagai pimpinan ISIS, dikabarkan mendapat tantangan dari akar rumput.
Sebagian, dikabarkan tak senang dengan gaya kepemimpinan Qardash.
Saat ini, ISIS dikabarkan terbagi menjadi tiga fraksi kepemimpinan, yakni golongan Tunisia, Arab Saudi dan Irak.
Militer Amerika dan sejumlah pengamat telah memperingatkan ISIS akan melancarkan serangan balasan, meski tengah mengalami vakum kepemimpinan.
Tewas Bunuh Diri
Panglima ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi diyakini tewas dalam sebuah serangan Amerika Serikat yang berlangsung di Idlib, Suriah, sebagaimana dilaporkan sejumlah media AS, Minggu (27/10/2019).
Baghdadi diyakini tewas meledakkan dirinya sendiri saat diserang tentara Amerika.
Dia menjadi target utama operasi rahasia militer Amerika yang diprakarsai langsung oleh Presiden AS, Donald Trump.
Meski demikian, belum ada keterangan resmi dari pemerintahan Amerika atas peristiwa ini.
Dilansir AFP via The Daily Mail, pemerintah AS akan segera mengonfirmasi kabar ini.
ABC News mengaku mendapat informasi dari sumber di dalam Gedung Putih, pihak AS saat ini tengah melakukan otopsi untuk memastikan kematian Baghdadi.
Gedung Putih mengumumkan, Trump akan merilis pengumuman resmi Minggu pukul 09.00 waktu setempat, tanpa memberi rincian lebih lanjut.
Presiden AS, Donald Trump sendiri membuat publik makin penasaran dengan kicauan misteriusnya di Twitter.
Trump menulis : "Sesuatu yang besar telah terjadi,"
Baghdadi, sudah lama jadi target incaran utama militer Amerika Serikat.
Ia merupakan pendiri gerakan radikal ISIS, yang mengeluarkan fatwa untuk halal membunuh orang-orang yang dianggap tak sealiran dengan ajarannya.
Terakhir, ia muncul dalam video, saat meminta para anggota ISIS yang kian di ambang kekalahan, untuk terus melawan.
Sakit Keras
Sebelumnya, Baghdadi dikabarkan tengah mengalami sakit keras.
Dilansir Al Arabiya, adalah sepupu Abu Bakar al-Baghdadi, Rabah Ali Ibrahim Ali al-Badri, yang mengungkap kabar tersebut.
Ali al-Badri tengah diadili di pengadilan Irak, dan bersaksi terkait keberadaan Abu Bakar al-Baghdadi.
Menurut Al-Badri, dia sangat dekat dengan Abu Bakar al-Baghdadi, hingga tahu banyak soal sepupunya itu.
"Aku sangat dekat dengan al-Baghdadi, kami besar bersama, tapi kemudian berpisah di tahun 80-an," ujar Al Badri.
Menurutnya, ia dan Baghdadi berpisah ketika melanjutkan jenjang pendidikan.
Baghdadi berkuliah di Baghdadm hingga dia memperoleh gelar doktor.
Keluarga Al Badri juga merupakan pengikut setia ISIS.
"Saat itu ISIS berkuasa di banyak daerah, keluargaku bersumpah untuk setia ke ISIS, karena hampir semua penduduk juga melakukan hal yang sama," kata Al Badri, kepada hakim pengadilan.
Al Badri mengatakan, saat tinggal di daerah kekuasaan ISIS, dia bekerja di sektor pertanian.
Menurutnya, sektor itu menjadi bagian paling penting di ISIS.
Al Badri mengaku ia tak pernah berkomunikasi lagi dengan Al Baghdadi, sejak pasukan Irak memukul balik ISIS.
Ia mengatakan, saat itu, kakak Al Baghdadi, mengingatkan agar jangan ada yang mencoba bertemu dengan Al Baghdadi.
"Kakak dia itu adalah pengawal kepercayaannya, dan dia bertanggungjawab melindungi Al Baghdadi. Aku tak berani menghubungi Baghdadi," kata Al Badri.
Tapi, suatu saat, kakak Al Baghdadi tiba-tiba datang dan menawarkan untuk mengajakku bertemu dengan Al Baghdadi.
Sebagaimana kebiasaan, Al Badri menuju ke sana dengan mata tertutup.
Tapi ia masih bisa memperkirakan di mana lokasi Al Baghdadi tinggal.
"Al Baghdadi tinggal di rumah kecil yang luasnya tak lebih dari 150 meter,"
"Dia tinggal tak jauh dari al-Shaafah, sebuah kota di Suriah,"
"Perjalanan ke sana memakan waktu 10-15 menit, saya yakin dia masih tinggal dis ekitar sana," ujar Al Badri.
Badri juga mengatakan, dia melihat Al Baghdadi dalam kondisi lemah.
Al Baghdadi, kata Al Badri, ternyata tengah sakit parah.
Dia mengalami sakit setelah menjalani operasi di telinga kirinya.
"Dia (Al Baghdadi) juga cerita, kalau selama menghilang, dia tahu perkembangan di luar,"
"Dia bicara soal kudeta yang diorganisir oleh pemimpin negara Arab dan negara luar negeri,"
"Menurut dia, orang-orang Tunisia yang membawa konflik ini, dan menyebut tak ada negara kalifah," kata al-Badri, dikutip dari media Irak (*)