Kisah Kakek Suhendri Pernah Tolak Godaan Rp 10 Miliar dari Investor, Demi Anak Cucu Hirup Oksigen

Kakek penjaga hutan memiliki pengalaman tak terlupakan saat menolak tawaran senilai Rp 10 miliar untuk lahan 1,5 hektar miliknya itu, ini kisahnya.

Editor: Asep Abdullah Rowi
(KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)
Kakek Suhendri di hutan miliknya, Kamis (31/10/2019). 

TRIBUNSOLO.COM - Suhendri, kakek berusia 78 tahun asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ini berharap hutan buatannya di tengah Kota Tenggarong, akan terus dijaga dan dirawat.

Alasannya, perjuangan untuk menyediakan oksigen bagi masyarakat kota Tenggarong telah dirintisnya sejak 1986 itu sudah melalui cobaan yang tidakklah mudah untuk dilalui.

"Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini," kata Suhendri.

Salah satu pengalaman yang tak pernah dia lupakan adalah saat menolak tawaran senilai Rp 10 miliar untuk lahan 1,5 hektar miliknya itu.

“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meski pun bukan keluarga saya,” kata Suhendri, Kamis (31/10/2019) lalu.

Suhendri menjelaskan, niat dirinya untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon di tengah kota sudah tertanam dalam hati.

Godaan para investor yang menawar membeli lahan seluas 1.5 hektar untuk dijadikan perumahan, pun tak mempan baginya.

Syuting di Hutan, Deva Mahenra Merasa Selalu Dihantui Duri yang Pernah Melukainya

Kebakaran Hutan Gunung Lawu Capai 10 Hektare, Diduga Karena Adanya Aktivitas Pembuatan Arang

“Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri saat berbincang di kediamannya dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com, Kamis (31/10/2019).

Awal mula perjuangan Suhendri

Kakek dua anak ini menceritakan, saat pertama kali menginjak tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971, dia bekerja sebagai pekerja proyek membangun asrama milik perusahaan kayu.

Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu. Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa.

"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia.

Lalu, Suhendri melanjutkan, pada tahun 1979, dirinya membeli lahan seluas 1,5 hektar.

Saat itu ia beli dengan harga Rp 100.000.

Lahan itu dia gunakan untuk untuk bertani dengan konsep pertanian agroforestri, yaitu menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.

Imbas Kebakaran Hutan, Pendakian Gunung Lawu Jalur Candi Cetho Kembali Ditutup

Pilu dan Viral, Ibu Ini Nekat Bunuh Diri di Depan Anak: Terjerat Hutang & Suami Pergi ke Wanita Lain

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved