Berita Solo Terbaru
Ahli Waris Gugat dan Tolak Eksekusi Tanah Mangkubumen Solo, Lawan Pemprov Jateng
"Kami mempersoalkan itu karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan biro hukum atau Pemprov Jawa Tengah terkait munculnya SHP itu,"
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Eksekusi lahan yang berada di sebelah utara Solo Paragon Mall, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Solo 10 Maret 2020 nanti di tolak oleh Ahli Waris tanah tersebut.
Kuasa hukum ahli waris Bambang Ary Wibowo mengatakan, lahan tersebut adalah milik R Ariyo Rahindra Widiastomo.
Berdasarkan hal tersebut, mereka memutuskan untuk menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa tengah.
• 7 FAKTA Sengketa Tanah Sriwedari Antara Ahli Waris dengan Pemkot Solo yang Diminta Segera Dieksekusi
• Sriwedari Bakal Dieksekusi, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo: Masjid Bukan Dibangun di Tanah Sengketa
Ary Wibowo mengajukan gugatan ke Gubernur Jawa tengah berkaitan sertifikat hak pakai (SHP) nomor 3 yang berada di wilayah Mangkubumen.
"Tepatnya sekarang menjadi Rumah Dinas Direktur RSUD Dr Moewardi, yang berada di depan Solo Pargaon Mall," imbuh Ary.
Bambang menjelaskan gugatan tersebut dilayangkan karena Pemprov Jawa Tengah diduga melakukan perbuatan melawan hukum atas lahan tersebut.
Sebab, muncul SHP Nomor 3 milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah atas lahan tersebut.
"Kami mempersoalkan itu karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan biro hukum atau Pemprov Jawa Tengah terkait munculnya SHP tersebut," jelasnya.
Bambang mengklaim lahan tersebut masih masuk milik ahli waris dibuktikan dengan Akta Hak Milik nomor 29 yang dibuat Notaris Residen Goeder Troon.
"Dalam Akta Hak Milik Nomor 29, lahan tersebut memiliki luas kurang lebih sekitar 8,3 hektare," klaim Ary.
"Kemudian kenapa kita gugat karena di situ muncul SHP nomor 3 seluas 4.077 meter persegi," tambahnya.
Tak hanya itu, Bambang juga mengklaim dasar hukum kemunculan SHP nomor 3 lemah.
"Kita bisa membuktikan bahwa hak SHP ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat," tandasnya. (*)