Virus Corona
WHO Sebut Indonesia Berpotensi Jadi Episenter Baru Covid-19, Ini Alasan di Baliknya
Asia Tenggara bisa berpeluang menjadi episenter baru pandemi Covid-19 jika wabah tidak terkontrol.
TRIBUNSOLO.COM - Virus corona hingga kini masih menyebar di berbagai negara di dunia.
Bukan tidak mungkin setelah Amerika dan Eropa, Asia Tenggara bisa berpeluang menjadi episenter baru pandemi Covid-19 jika wabah tidak terkontrol.
• Angka Kematian Corona di Jateng Lebih Tinggi dari Skala Nasional, Begini Penjelasan Dinkes
• Pemakaman Perawat di Semarang Ditolak Warga, PPNI Solo Sebut Perlu Regulasi Tegas
Regional Director WHO kawasan Asia Tenggara telah mengeluarkan sebuah media briefing sebagai peringatan dan saran kehati-hatian untuk negara di Asia Tenggara.
Ia berujar gelombang episenter wabah corona dari Amerika dan Eropa akan menuju Asia Tenggara.
Senior Advisor on Gender and Youth to the WHO DG, Diah Saminarsih, menyampaikan bahwa potensi pergeseran gelombang episenter wabah ke wilayah Asia Tenggara ini bisa jadi sangat besar jika tidak terkontrol dari sekarang.
Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara.
Selain itu, India di Asia Selatan juga disorot WHO sebagai negara yang padat penduduk.
"Indonesia dan India, apabila epidemi tidak terkontrol di dua negara tersebut, maka kawasan Asia Tenggara menjadi episenter baru (Covid-19) di dunia," kata Diah dalam diskusi daring bertajuk "Hari Kesehatan Dunia 2020: Aksi Nyata Masyarakat Sipil di Masa Pandemi", Kamis (9/4/2020).
Saat ini, episenter ada di Amerika dan Eropa.
Di Amerika Serikat, angka kematian bahkan bisa mencapai sekitar 1.000 kematian per hari.
"Kita tentu ingin menghindari ini terjadi di kawasan Asia Tenggara, termasuk menghindari ini terjadi di Indonesia," ujar dia.
Oleh sebab itu, Diah berujar Indonesia sebagai negara yang "terlambat" terinfeksi virus corona bisa mengambil pelajaran akan hal-hal yang dilakukan di negara lain.
Termasuk rekomendasi kebijakan dan antisipasi kesehatan, untuk mencegah Indonesia menjadi episenter baru virus corona.
• Dibuka 11 April 2020, Berikut Rincian Bantuan Kartu Pra Kerja Senilai Rp 3,5 juta
Kenali Beda Batuk Biasa dan Batuk Gejala Corona
Banyak masyarakat yang khawatir akan kondisi kesehatannya gara-gara wabah virus corona.
Ada baiknya untuk kembali mengingat gejala-gejala yang mengarah pada infeksi virus ini.
Selain demam, gejala lainnya yang juga bisa diperhatikan adalah gejala batuk kering. Ingatlah bahwa tidak semua batuk merupakan gejala corona, tetapi bagaimana membedakannya?
Batuk adalah reaksi defensif alami tubuh untuk mengeluarkan iritan, seperti lendir, debu, asap, atau penyebab alergi.
• Dampak Corona di Solo Makin Menyedihkan, Banyak Karyawan Hotel Dipotong Gajinya Sampai 75 Persen
Hampir 60 persen kasus positif Covid-19 dilaporkan disertai gejala umum berupa batuk kering. Mengacu data tersebut, wajar jika banyak orang khawatir ketika mulai batuk atau orang di sekitarnya mengalami batuk.
Menurut konsultan dan pulmonolog dari Rumah Sakit Apollo, Navi Mumbai, Dr Jayalakshmi TK, batuk kering adalah batuk yang tidak memunculkan lendir dan karenanya disebut sebagai batuk tidak produktif.
Batuk kering dipicu rasa seperti gatal di belakang tenggorokan yang memicu refleks batuk.
Sementara batuk basah biasanya mendorong lendir keluar dari sistem pernapasan, termasuk hidung atau tenggorokan.
• Di Kota Lain Ada Jenazah Covid-19 Ditolak, Ini Harapan Wali Kota Solo Agar Tak Terjadi di Daerahnya
"Batuk basah terdengar basah karena tubuh mendorong keluar lendir dan orang mungkin merasa ada sesuatu yang tersangkut di belakang tenggorokannya," kata Jayalakshmi, dikutip TribunSolo.com dari Kompas.com.
"Dalam beberapa kasus disertai pula gejala lain seperti pilek, tetesan postnasal, atau kelelahan."
Sementara itu, Konsultan Senior Obat Perawatan Kritis Paru-paru, Rumah Sakit Utama Aster, Dr Ravindra Nallagonda, menjelaskan bahwa dalam banyak kasus, batuk basah mungkin disertai produksi dahak atau darah, sedangkan batuk kering tidak.
Batuk kering terjadi karena adanya peradangan atau iritasi pada saluran pernapasan. Biasanya, tenggorokan dan paru-paru meradang karena infeksi bakteri atau virus, ketegangan fisik, atau kondisi lingkungan.
Intensitas rasa sakit dan kebisingan yang dialami orang dengan batuk kering dan basah juga berbeda.
Orang dengan batuk kering, misalnya, menghasilkan semacam "suara" yang tidak dialami orang dengan batuk basah.
Orang-orang juga mungkin merasakan atau mengalami rasa geli atau serak di belakang tenggorokan mereka yang juga dapat memicu refleks batuk.
Dokter Penyakit Dalam Meenakshi Jain mengatakan bahwa batuk kering biasanya bertahan selama beberapa minggu setelah pilek atau flu berlalu.
• Angka Kematian Corona di Jateng Lebih Tinggi dari Skala Nasional, Begini Penjelasan Dinkes
Selain itu, dalam banyak kasus, batuk kering kadang sulit dikendalikan dan hadir cukup lama, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Perlu juga dicatat, walaupun batuk kering telah dinyatakan sebagai gejala utama infeksi virus corona, sering kali batuk ini juga bisa disebabkan oleh alergi, sinusitis, asma, tonsilitis, atau paparan iritan seperti debu atau asap.
Jika menderita batuk kering dan mencurigai infeksi virus corona, kamu juga harus waspada terhadap gejala lain, seperti demam tinggi yang berkelanjutan, kehilangan selera makan atau penciuman, sesak napas, dan masalah pencernaan seperti diare.
Sementara itu, kamu juga bisa mengambil langkah penanganan dengan obat untuk meredakan gejala batuk yang dialami.
Batuk kering akan lebih baik dengan uap, pelembap udara, pelega tenggorokan, atau penekan batuk, yang bisa digunakan untuk sementara waktu.
Gejala batuk kering juga bisa diredakan dengan pengobatan alami, seperti berkumur air garam atau konsumsi madu dan jahe.
Jika batuk terjadi terus-menerus, kamu juga bisa menaikkan bantal ketika tidur sehingga membantu mengurangi dan meredakan iritasi.
(Kompas.com / Ellyvon Pranita)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "WHO: Indonesia dan India Berpotensi Jadi Episenter Baru Covid-19",