Berita Wonogiri Terbaru
Terdampak Pandemi Corona, Arang Jualan Keluarga yang 20 Tahun Hidup di Hutan Wonogiri Tak Laku
“Sejak ada corona itu, arangnya sudah tidak laku,” kata Sutimin pada TribunSolo.com.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI – Pandemi virus Corona juga dirasakan oleh satu keluarga yang tinggal di Pedalaman Alas (Hutan) Kethu Lingkungan Salak RT 02 RW 02, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan/ Kabupaten Wonogiri.
Meski sudah 20 tahun hidup di tengah hutan, namun mata pencaharian mereka sebagai penjual arang terganggu akibat Covid-19.
Menurut Sutimin (50), sudah 3 bulan terakhir arang yang dia produksi tidak laku.
• Putra Bungsunya Tumbuh Jadi Remaja Tampan, Curhat Eko Patrio: Jalan Sama Dia Dianggap Driver
• Viral Video Pelajar Standing Motor di Depan Polantas, Pengendara hingga Perekam Video Diamankan
“Sejak ada corona itu, arangnya sudah tidak laku,” katanya.
Dia mengaku selama tiga bulan terakhir ini hanya mengandalkan bantuan dari para dermawan untuk makan sehari-hari.
Meski tergolong sebagai warga miskin, dia mengaku sudah 16 bulan terakhir ini tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah, melalui program bantuan miskin seperti BLT.
“Saya awalnya mendapat bantuan, tapi 16 bulan terakhir ini sudah tidak dapat lagi, padahal saya punya kartunya,” jelasnya.
Selama massa pandemi ini, dia mengatakan Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Wonogiri telah mengunjungi keluarganya di rumahnya.
“Dinsos (Wonogiri) pernah kesini, membawa bantuan sembako,” imbuhnya.
Anak Sutimin, Supri (30) menambahkan, dia juga terpaksa harus dirumahkan, karena tempat dia bekerja juga berhenti produksi selama pandemi corona.
“Saya bekerja di produsen batako di daerah Sendang Ijo (Selogiri),” kata Supri.
“Tapi karena ada corona itu, produksinya libur, jadi saya dirumahkan,” imbuhnya.
Massa Sulit
Istri Sutimin, Karni (60) menceritakan dirinya pernah mengalami massa-massa sulit selama hidup di tengah hutan.
Tidak memiliki uang untuk membeli bahan kebutuhan pokok, dia memanfaatkan tanaman di hutan untuk dimakan.
“Ya waktu itu kita masuk ke hutan mencari tanaman ubi atau tanaman lainnya yang bisa dimakan,” kata Karni.
Meski hidup dalam segala keterbatasan, namun dia tidak ingin dipindahkan dari rumahnya yang saat ini.
Dia mengatakan, jika dia dan keluarganya dipindahkan ketempat yang lebih layak, maka mereka harus beradaptasi kembali.
• Putra Bungsunya Tumbuh Jadi Remaja Tampan, Curhat Eko Patrio: Jalan Sama Dia Dianggap Driver
“Kalau dipindah, dan kami tidak bisa bekerja, bagaimana kami dapat uang untuk membayar ini itu,” ungkapnya.
“Kami inginnya dibantu saja merenovasi rumah kami, pakai gedek juga tidak apa-apa,” imbuhnya.
Dia menceritakan, dulunya sempat ditawari untuk membeli tanah yang ada di bagian belakang rumahnya seharga Rp 3 juta.
• Beri Semangat Lebby, Dewi Perssik Ungkap Asetnya di Usia 20 Tahun saat Jadi Istri Saipul Jamil
“Dulu tanah yang dibelakang itu suruh beli Rp 3 juta, tapi kita buat bayar itu uang dari mana,” ucap dia.
“Ya daripada direlokasi, mending kita diberikan sertifikat tanah ini saja, biar kami tinggal disini,” harapnya. (*)