Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Saksi Perang Melawan Belanda: Kakek Usia 97 Tahun Asal Sukoharjo, Dipimpin Langsung Jendral Sudirman

"Itu kalau tidak kuat bersembunyi di bawah jembatan, bisa jatuh ke sungai," katanya.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Agil Tri
Ngadiman Darmo Wiyoto (97), saat ditemui di rumahnya di Dukuh Jarak RT 3 RW I, Desa Tanjung, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Senin (17/8/2020). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Setiap detik saat perang kemerdekaan masih teringat jelas oleh pejuang kemerdekaan, Ngadiman Darmo Wiyoto (97).

Pria asal Dukuh Jarak RT 3 RW I, Desa Tanjung, Kecamatan Nguter, Sukoharjo itu mengenang kembali masa-masa perjuangan saat berperang melawan Belanda.

Bergabung dengan Tentara Kedaulatan Rakyat (TKR), dia berperang melawan Belanda di berbagai Kota di Jawa Tengah.

HUT ke-75 RI, 160 Narapidana di Solo Terima Remisi Hari Kemerdekaan, 1 Diantaranya WNA

Usai Temui Novel Baswedan, Refly Harun: Jangan sampai Hakim Jadi Pahlawan Enggak Benar

"Saya bergabung dengan TKR sejak 1945 awal, saya disana selama 3,5 tahun," katanya saat ditemui di rumahnya, Senin (17/8/2020).

Dia masuk dalam satuan yang berada di Tegal dan Purwakarta, Jawa Tengah.

Kemudian, saat perang dia selalu berpindah-pindah untuk mengusir Belanda yang saat itu belum mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.

"Perang paling sengit di Ambarawa, saat itu saya dipimpin Jendral Sudirman," ucapnya.

"Belanda kocar-kacir, karena kita kepung dari berbagai arah," tambahnya.

Selain itu, dia juga mengikuti pertempuran di wilayah selatan Jawa, yang mengharuskannya terus bergerak dari Tegal hingga ke Yogyakarta.

"Saat itu kami diikuti pesawat milik Belanda, pesawatnya kepalanya merah, dan sayapnya seperti capung," katanya.

"Kita terus ditembaki dari atas, hingga satu batalion itu yang meninggal ada 25 orang, alhamdulillah saya selamat," imbuhnya.

Dia menuturkan, saat itu dia berjalan dan bersembunyi hutan.

Bahkan, dia dan teman-temannya harus bergantung di bawah jembatan sehari semalam untuk bersembunyi dari pesawat Belanda.

"Camp di Tegal sudah dibakar, jadi kita harus bergerak terus hingga ke Yogyakarta." ucapnya.

"Itu kalau tidak kuat bersembunyi di bawah jembatan, bisa jatuh ke sungai," katanya.

Sesampainya di camp Yogyakarta, dia kembali dilatih asrama untuk pertempuran selanjutnya.

Terkait detik-detik Proklamasi, pria yang memiliki hobi berkebun itu tidak mengetahui.

Gibran Putra Jokowi Tanggapi Usulan Kurangnya Ruang Terbuka Hijau di Serengan Solo

"Saat itu saya masih berperang, dan taunya setelahnya dari radio jika 17 Agustus kita merdeka," jelasnya.

Mendengar kabar itu, dia dan teman-temannya semakin terbakar semangatnya untuk meraih kemerdekaan. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved