Pilkada Solo 2020
Kandas! Program Bajo Solo '3 Tahun untuk Selamanya' : Rumah Bantaran, KA Bawah Tanah & Jalan Layang
Setelah berbulan-bulan berjuang dalam Pilkada Solo 2020, pasangan independen Bagyo Wahyono dan FX Supardjo harus menelan pil pahit.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Setelah berbulan-bulan berjuang dalam Pilkada Solo 2020, pasangan independen Bagyo Wahyono dan FX Supardjo harus menelan pil pahit.
Ya, pasangan nomor 02 yang menyebut diri dengan Bajo itu, dinyatakan kalah versi sejumlah lembaga hitung cepat (quick count), Rabu (9/12/2020) sore hingga Kamis (10/12/2020) dini hari.
Versi Voxpol Centre saat data masuk 95 persen misalnya, Bajo hanya dapat 13,42 persen, sementara pesaingnya Gibran-Teguh fantastis 86,57 persen.

Baca juga: Viral, Video Massa Bawa Berbedera PDIP Konvoi Pasca Gibran Menang Telak di Solo, Ini Respon Timses
Baca juga: Terjawab, Mengapa Bagyo Si Penantang Gibran Menghilang Setelah Mencoblos : Ternyata Tidur di Rumah
Begitu juga versi Charta Politika, dengan data masuk 93 persen, lagi-lagi Bajo hanya 12,77 persen, sedangkan menang telak Gibran-Teguh 87,23 persen.
Belum lagi hitungan lembaga lain dan internal PDIP yang dirilis kepada media disaksikan pasangan anak Presiden Jokowi dan mantan Ketua DPRD Solo itu.
Selama kampanye dan debat Pilkada Solo 2020, pasangan tukang jahit dan Ketua RW itu selama ini menggembar-gemborkan progam fantastis.
Program tersebut bernama '3 Tahun untuk Selamanya'.
Lantas seperti apa program yang tak dimiliki Gibran-Teguh, sehingga bakal kandas di tengah jalan karena tidak terpilih?
Program yang mereka unggulkan yakni jalur kereta bawah tanah, jalan layang, dan rumah di bantaran Bengawan Solo.
Bagyo mengatakan, dia memiliki konsep untuk mengatasi persoalan di Kota Solo, baik itu soal lalu lintas hingga papan atau perumahan bagi masyarakat jika dirinya terpilih.
"Konsep ini untuk masyarakat Kota Solo," papar dia saat jumpa pers di markasnya kepada TribunSolo.com di Jalan Ki Ageng Mangir, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Selasa (24/11/2020).
Baca juga: Viral Pohon Pisang 5 Tandan di Grobogan, Pemilik Sempat Ada Firasat: Sering Mimpi Basah dengan Gadis
Baca juga: Persiapan Debat Kedua Pilkada Solo 2020 : Gibran Gelar 3 Kali Simulasi, Bagyo Tak Ingin Berlaha-leha
Dia menjelaskan, selama ini perbaikan jalan hanya tambal sulam, tetapi setiap tahun pasti terjadi macet dan banjir di Kota Solo.
Bagyo mengklaim, proyek yang dia inisiasi itu bisa tercapai dalam tiga tahun pembangunan namun bisa digunakan dalam jangka waktu lama.
"Kita buat untuk 100 tahun yang akan datang," terang Bagyo.
"Program kami ini jawaban untuk kemacetan terurai, banjir juga ada sungai bawah tanah," katanya.
Mereka menjelaskan, program yang mereka buat ini untuk mengabdi pada masyarakat Solo.
"Kita persembahkan untuk Kota Solo lebih baik," papar dia.
Adapun anggaran ke depan Kota Solo akan lebih terpangkas untuk pembangunan dan dimaksimalkan untuk kegiatan lain seperti UMKM dan lain sebagainya.
"Pembangunan ini satu kali sekitar 3 tahun untuk selamanya," kata dia.
Dikatakan, nantinya untuk jalan layang akan dibangun di wilayah Jalan Slamet Riyadi.
Sebab, wilayah tersebut sering terdampak macet bila ada acara atau kegiatan.
"Untuk anggaran pembangunan juga akan melibatkan seluruh pengusaha Solo," kata dia.
"Warga Kota Solo membangun kotanya sendiri," paparnya menekankan.
Baca juga: Partai yang Dipimpin Yusril Ihza Mahendra Dukung Anak Jokowi, Gibran Pun Bicara Masa Depan Solo
Kontroversial
Debat Calon Wali Kota Solo antara paslon Gibran Rakabuming - Teguh Prakoso dan Bagyo Wahyono - FX Supardjo diwarnai sejumlah pertanyaan menarik.
Dari salah satu pertanyaan itu, paslon Bagyo-Supardjo melontarkan keinginan yang kontroversial, bila terpilih menjadi pemimpin Kota Solo nantinya.
Baca juga: Selvi Ananda Tak Ikut Antar Gibran ke Arena Debat Pilkada, Ketua PDIP Solo FX Rudy Juga Tak Terlihat
Baca juga: Pertanyaan dan Jawaban Pertama Gibran di Debat Calon Wali Kota : Narkoba di Solo Harus Disikat!
Para paslon itu menjawab keluhan warga Solo yang belum punya rumah.
Nah, mewakili pasangan Teguh-Gibran, Teguh Prakosa menjawab rusunawa atau rumah susun sederhana sewa menjadi pilihan pas bagi warga Solo yang belum punya rumah.
"Solo itu terlalu sempit. Kalau bangun rumah datar ya tidak bisa, jadi rusunawa adalah jawabannya,"
"Ke depan kita bisa membangun lagi di wilayah Mojosongo. Rusunawa bis ajadi jawaban untuk keluhan warga yang belum punya rumah," kata Teguh.
Nah, saat diberi gantian menjawab, Supardjo yang mewakili pasangan Bagyo-Supardjo atau Baji mengatakan, bila rusunawa merupakan model rumah yang terlalu tinggi untuk Kota Solo yang sempit.
Supardjo mengatakan, daerah bantaran sungai di Solo bisa dibangun untuk pemukiman penduduk.
"Rusunawa terlalu tinggi, sehingga bisa ditambahkan di bantaran sungai. Sungai diberi talud dan sebagainya, sehingga bisa dibuatkan rumah di bantaran sungai, sehingga ada ruang bagi keluarga yang belum punya tempat tinggal," kata Supardjo.
Bagyo juga menambahkan.
"Saya sudah survey, ke daerah Semanggi. Itu kan masih luas sekali tanahnya,"
"Kita akan rembug bareng dengan warga Solo. Tanah seluas ini bisa didirikan rumah," kata Bagyo.
Jawaban paslon Bajo ini pun membuat Gibran dan Teguh keheranan.
Gibran pun mengungkapkan keheranannya saat diberi kesempatan untuk mengomentari jawaban pasangan Bajo.
"Baik Pak Bagyo, kembali ke masalah rumah yang didirikan di bantaran Sungai. Ini semua kota sudah membersihkan,"
"Ini kok Pak Bagyo akan membangun di bantaran sungai, ini apa nggak melanggar regulasi yang ada?," tanya Gibran.
Meski demikian, pertanyaan ini tidak bisa lagi dijawab oleh paslon Bagyo-Supardjo karena waktu yang sudah habis. (*)