Penanganan Covid
Terkait Vaksin Impor, Legislator PKS Sebut Pemerintah Perlu Beberkan Alasan Membelinya
Pemerintah dinilai perlu memberitahu publik mengenai alasan pemerintah membeli vaksin yang belakangan disebut belum teruji efektivitasnya.
TRIBUNSOLO.COM - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto mengatakan jika publik perlu tahu alasan pemerintah membeli vaksin yang belakangan disebut belum teruji efektivitas dan imunoginitasnya.
Selain itu, PKS mendorong BPK RI untuk memprioritaskan audit BUMN Bio Farma khususnya terkait dengan impor vaksin Sinovac.
Mulyanto menyebut pemerintah perlu bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara secara tertib, efisien, efektif, dan transparan, termasuk dalam pembelian vaksin ini.
Mulyanto mengingatkan, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No.15/ 2006 tentang BPK disebutkan tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Baca juga: Doni Monardo Bakal Tegur Kepala Daerah yang Tak Terapkan Protokol Covid-19 saat Pilkada
Baca juga: Doni Monardo Ingatkan Masyarakat agar Tidak Kendor Terapkan Protokol Kesehatan
Baca juga: Pengendara Vixion yang Dihantam Truk di Klaten Meninggal, Motor Terhempas ke Trotoar hingga Remuk
Sehingga, lanjut Mulyanto, BPK RI berwenang melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara, termasuk impor vaksin Sinovac ini.
"Jangan sampai kewenangan besar yang diamanatkan Konstitusi menjadi mubazir," kata Mulyanto kepada wartawan, Kamis (24/12/2020).
Mulyanto mendesak BPK RI memprioritaskan pemeriksaan impor vaksin Sinovac ini karena dikabarkan Pemerintah sudah mengimpor 3 juta dosis vaksin dengan uang muka 80 persen.
Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin sudah tiba dan disimpan di gudang Bio Farma sejak 6 Desember 2020.
Sedangkan sisanya, sebanyak 1,8 juta dosis vaksin, akan dikirim kemudian.
Menurut Mulyanto pembelian vaksin itu terasa janggal karena efikasi, mutu dan keamanan vaksin tersebut belum diketahui karena uji klinis fase III belum keluar hasilnya. Sehingga BPOM belum mengeluarkan izin edarnya.
Kondisi ini, kata Mulyanto, berpotensi merugikan keuangan Negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
"Ini kan lucu. Orang awam pun banyak yang bertanya, kenapa kita mengimpor dan membayar 80 persen dari 3 juta dosis vaksin tersebut, padahal tidak ada jaminan kualitas terkait efektivitas, imunogenitas dan keamanannya bagi pengguna?," ujarnya.
"Ini seperti membeli kucing dalam karung. Karena menurut logika publik sederhana, impor baru dapat dilakukan setelah diketahui kualitas, mutu dan keamanan barang yang akan diimpor, sehingga resiko terhadap keuangan negara dapat dikurangi," imbuhnya.
Untuk itu, Mulyanto mendesak BPK melaksanakan audit atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap BUMN Bio farma khususnya terkait dengan pengadaan vaksin impor Sinovac ini.
Baca juga: Antisipasi Penularan Covid-19, Satgas Perketat Pengawasan Warga dari Inggris, Eropa, dan Australia
Baca juga: Harga Sayur hingga Telur Meroket Jelang Natal dan Tahun Baru, Tembus Rp 2.000 hingga Rp 4.500 Per Kg
Sehingga dapat diperoleh keyakinan yang cukup memadai, bahwa keuangan Negara dikelola secara cermat.