Berita Karanganyar Terbaru
Candi Cetho & Sukuh di Karanganyar Kembali Dibuka, Tapi Wistawan Wajib Jalankan Protokol Kesehatan
Candi Cetho dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar telah dibuka kembali untuk umum.
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan Tribunsolo.com, Muhammad Irfan Al Amin
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Candi Cetho dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar telah dibuka kembali untuk umum.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, Titis Sri Jawoto, pihaknya telah mengajukan surat kepada Kemendikbud agar kedua wisata candi itu dapat dibuka kembali.
Akhirnya Kemendikbud melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah akhirnya mengizinkan kembali untuk buka sebagai area wisata.
Adapun kedua candi itu sebelumnya sempat ditutup untuk umum.
"Kami mengajukan surat pengajuan sejak diterapkan PPKM jilid dua dan setelah menanti dua Minggu, akhirnya diberi izin untuk kembali buka," katanya kepada TribunSolo.com pada Sabtu (20/2/2021).
Baca juga: Menikmati Keindahan Alam di Candi Cetho Karanganyar, Tiket Cuma Rp 10 Ribu per Orang
Baca juga: Viral Burung Jalak Tuntun Pendaki yang Tersesat di Gunung Lawu, Mitos Atau Fakta? Ini Kata Relawan
Izin itu sendiri diberikan secara resmi melalui surat sejak Jumat (19/2/2021).
Maka kabar baik bagi wisatawan, segera bisa menikmati sajian khas wisata sejarah di kedua candi sembari menghirup udara segar pegunungan.
"Kami langsung sosialisasi kepada masyarakat tidak hanya melalui surat resmi namun juga video ajakan untuk berkunjung ke candi kembali," ujarnya.
Dirinya berharap dengan dibukanya kedua candi itu, ekonomi masyarakat kembali bergeliat di sektor wisata.
"Kita yakin pandemi Covid-19 sudah mulai terkendali, oleh karena itu dari Kemendikbud sudah memberi izin," ungkapnya.
"Selama warga taat protokol kesehatan, pandemi Covid-19 dapat kita kendalikan dan ekonomi warga juga akan aman," imbuhnya.
Kini masih ada dua area wisata di bawah naungan Kemendikbud langsung yang masih belum dibuka, yaitu Arena Edukasi Intan Pari dan Ndayu Park.
"Nanti akan kita buka, pelan-pelan lewati prosesnya," jelasnya.
Ramai Wisatawan
Sebelumnya, panorama keindahan alam di sekitar Candi Cetho itu ramai dikunjungi wisatawan.
Banyak wisatawan yang penasaran dengan suasan candi setelah melihat unggahan foto dan video di sosial media.
Diantara wisatawan yang hadir adalah Dyah (18) dan Lina (18).
Remaja asal Ponorogo tersebut, rela menempuh dua jam perjalanan demi bisa menikmati suasan Candi Cetho.
"Kesini datang karena penasaran lihat dari instagram lalu penasaran," Kata Dyah kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).
Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup
Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho
Baca juga: Sejarah Komplek Candi Cetho, Tempat Ibadah Umat Hindu di Karanganyar yang Ditemukan Oleh Belanda
Selain itu harga tiketnya yang ekonomis juga membuat mereka berdua datang ke Candi Cetho.
"Hanya Rp 10 ribu sudah dapat fasilitas sedemikan lengkap baik pemandangan atau pengetahuan," ujarnya.
Ditambah lagi saat ini hari menjelang PSBB yang membuat Candi Cetho akan ditutup selama dua minggu kedepan.
"Kebetulan tidak terlalu ramai, sehingga kita bisa menikmati suasana sambil berfoto sepuasnya," ungkapnya.

Menurut Cipto (56) selaku Juru Kunci Candi Cetho menyebut dengan akan dimulainya PSBB membuat pengunjung semakin surut untuk hadir.
"Kalau dari jumlah tiket yang terjual hanya 200 orang yang datang, jauh dari hari libur pada masa normal yang sampai ribuan orang," kata Cipto.
Ditemukan Belanda
Apabila berkunjung ke Candi Cetho tidak banyak pengunjung yang tahu bahwa tempat itu adalah tempat persembahyangan umat agama Hindu.
Sebagian besar dari mereka merupakan wisatawan yang mencari spot foto dan arena terbuka dengan udara sejuk untuk berlibur.
Dilansir dari situs kemendikbud.go.id, candi tersebut pertama kali ditemukan oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda pada tahun 1928.
Beberapa waktu kemudian, menurut juru kunci dari Candi Cetho, Cipto (56) area itu baru mulai ramai dikunjungi pada tahun 1970 saat ada renovasi besar-besaran.
"Sebelumnya area Candi Cetho sangatlah sepi dan jarang ada penduduk di sekitar sini, namun setelah ada renovasi mulai banyak perumahan yang dibangun," katanya kepada TribunSolo.com.
Baca juga: Mengenal Kain Kampuh, Kain Sakral yang wajib Digunakan Ketika Memasuki Candi Cetho
Baca juga: Catat, Selama Masa PSBB Candi Sukuh dan Candi Cetho Karanganyar Akan Ditutup
Baca juga: Ada PSBB Jawa Bali, Proyek Pembangunan Masjid Agung Karanganyar Jalan Terus
Baca juga: Saran DPRD Karanganyar Jelang PSBB: Pasar Harus Dijaga Ketat
Dirinya menceritakan bahwa renovasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Suharto itu mendapat kritik dari banyak pihak.
Para ahli sejarah dan arkeolog banyak mengrkitik renovasiitu karena banyak dari arca yang berubah dari bentuk semula.
"Seperti gapura depan yang paling besar itu merupakan bangunan baru hasil renovasi dan banyak menuai kritik," terangnya.

Cipto juga menceritakan sebelumnya tidak ada biaya retribusi saat masuk ke Candi Cetho.
Namun seiring waktu dan pengunjung semakin ramai maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dan Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga menarik biaya retribusi untuk wisatawan domestik Rp.10 ribu dan mancanegara Rp 30 ribu.
"Sebelumnya kita pakai buku tamu namun karena semakin ramai, akhirnya kami tarik biaya retribusi tiket," ungkapnya.
Wajib Pakai Kain Kampuh
Pengunjung di Candi Cetho akan disambut oleh sejumlah pemuda setempat.
Para pemuda itu akan menawarkan kepada setiap wisatawan sehelai kain, sebelum masuk Candi yang terletak di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar itu.
Kain yang memiliki corak hitam putih bak papan catur itu bernama kain kampuh. Dan wajib digunangkan oleh pengunjung ketika memasuki Candi Cetho.
Menurut Wagimin salah seorang koordintor dari Pemuda Hindu Cetho, kain itu diberikan sebagai bentuk penghormatan di tempat ibadah agama Hindu tersebut.
"Sebagai bentuk penghormatan dan bentuk kesakralan terhadap tempat ibadah," katanya kepada TribunSolo.com pada Minggu (10/1/2021).

Pemuda Hindu Cetho menyediakan lebih dari 3000 kain yang dapat digunakan oleh wisatawan secara cuma-cuma.
"Kami menyediakan ini dengan gratis, hanya tulis nama lalu donasi seikhlasnya untuk biaya laundry dan perawatan," terangnya.
Dalam mengenakan kain kampuh tersebut juga ada tata caranya.
Apabila laki-laki maka simpul ikatan diletakkan di depan, sedangkan perempuan diletakkan di samping baik kanan maupun kiri.
"Ikatan simpul itu menjadi pembeda antara laki-laki-laki dan perempuan," ujarnya.
Baca juga: Soal Memberikan Dukungan ke Bhayangkara FC, Ini Jawaban Presiden Pasoepati yang Baru
Baca juga: Hujan Deras, Karanggede Boyolali Banjir, Dua Anak Sempat Terseret Arus dan Berlindung di Pohon
Pihaknya selalu dengan terbuka mengajari wisatawan yang belum bisa mengenakan kampuh dengan benar.
"Kami menyiapkan satu orang khusus untuk mengajari wisatawan mengenakan kampuh agar kencang dan tidak melorot ketika digunakan," ungkapnya. (*)