Berita Solo Terbaru
Cerita Sriyanto Tergilas Zaman : Dulu Raja Servis Lampu Blitz di Solo, Kini Tak ada Lagi yang Datang
Tak semua orang beruntung dengan perubahan zaman. Salah satunya Sriyanto, penyedia service blitz dan kamera di pinggir jalan Kota Solo.
Penulis: Azfar Muhammad | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Azhfar Muhammad Robbani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Tak semua orang beruntung dengan perubahan zaman.
Waktu yang terus berjalan membuat sejumlah ladang pekerjaan tergerus perubahan gaya hidup.
Baca juga: Kisah Kakek Wijiono Jual Mainan Jadul Keliling Solo, Pakai Sepeda Berkarat, Pernah Hanya Laku 1 Buah
Salah satunya adalah Sriyanto.
Ayah 7 anak ini sehari-hari melakoni pekerjaan sebagai tukang servis blitz kamera di lapak mungil miliknya, di pinggir Jalan MT Haryono Solo, tepatnya di Kecamatan Banjarsari, Kota Solo.
Di depannya terdapat satu meja kecil lengkap dengan sebuah laci lusuh berwarna cokelat bertuliskan 'Servis Jam dan Blits Kamera'.
Di zaman modern seperti sekarang, tentu, tak banyak orang memanfaatkan jasa Sriyanto.
Orang lebih suka menyewa jasa perbaikan di pusat perbelanjaan, atau di toko yang besar.
Apalagi, orang kini semakin meninggalkan kamera mekanik, sejak dengan mudahnya memotret memakai ponsel.
Sriyanto mengaku menjadi tukang reparasi kamera sejak awal 90-an.
Sehari-hari, pria asal Polokarto, Sukoharjo ini hanya duduk pinggir jalan layaknya pedagang kaki lima di tepi Jalan MT Haryono.
Ia mengisahkan, keadaan memaksa dirinya untuk bisa terus bisa bertahan hidup.
Satu-satunya kemampuannya, adalah dengan mereparasi kamera mekanik.
Itu pun, dia belajar secara otodidak.
"Ya karena kepepet (terjepit) jadi apapun dilakoni," jelasnya.
Skill mereparasi kamera didapat Sriyanto, karena awalnya dia senang iseng bongkar pasang barang.
Sriyatno sebelumya pernah bekerja di Pasar Klewer pada tahun 1987.
Ia bahkan pernah bergabung di Srimulat, menjadi penata dekorasi panggung.
Pada tahun 1989 ia memutuskan untuk kembali ke Solo, dan menekuni sendiri hobi bongkar pasangnya dan mencoba untuk membuka servis arloji.
"Saya buka di Klewer di tahun 1989 dulu sama seperti ini (menggunakan meja dan almari kecil yang ia bawa)," jelasnya.
"Terus kebetulan saya jualan depan tukang foto," kata dia membeberkan.
Siapa sangka ketika Sriyatno berjualan di depan toko foto ternyata menjadi peluang bisnis baginya.
"Nah pas jualan di depan tukang foto, ada masa si kameranya ini rusak, jadi kesempatan memperbaikinya," tuturnya.
Dengan demikian, dirinya bisa lebih mengulik kemampuan nya dalam bidang reparasi.
Bahkan saat itu dia hanya memiliki modal beberapa onderdil sehingga bisa memperbaiki kamera.
Ketika itu, tak banyak orang punya skill seperti Sriyatno.
Maka, masa itu menjadi masa kejayaan baginya.
Dari jasa servis blitz dan kamera, omzet-nya lebih dari cukup.
"Pada tahun itu (1992) pendapatan perhari bisa sampai Rp 450 -500 ribu. kalo sepi Rp 150 ribu kurang lebih," aku dia.
Bisa dibayangkan berapa cuan yang dia dapat, mengingat nilai uang Rp 100 ribu di masa itu sungguhlah besar.
Untuk satu pengerjaan kamera, ia bahkan harus wira-wiri dari Solo ke Surabaya hanya untuk beli onderdil kamera.
"Saya cari onderdil dan sparepart nya waktu itu di Pasar Turi Surabaya, Solo tidak ada," ungkap dia.
Sriyatno mengakui, sejak muncul kamera digital dan ponsel berkamera, ia mulai kehilangan pelanggan.
Dari banyak menjadi sedikit, dari sedikit menjadi tidak ada sama sekali.
Beruntung, Sriyatno masih punya jasa mengganti baterai arloji.
"Saat ini hanya tersisa tinggal servis jamnya saja," terang dia.
"Pernah sama sekali gak ada pengunjung di lapak servis saya, sekarang paling dapat Rp 50 ribu perhari," akunya.
Di sela pekerjaannya, ia juga menghabiskan waktu luangnya untuk mengisi teka - teki silang koran yang ia beli sebelum mencari nafkah dan mengais rezeki. (*)