Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Surat Edaran Dirjen Dikti Bikin Resah, Melarang Rangkap Jabatan, Dosen Asal Sukoharjo Siap Gugat

Sejumlah dosen resah dengan aturan baru yang dikerluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud RI.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
istimewa
Pengurus yayasan pendidikan sekaligus dosen ITB AAS Indonesia, Dr Budiyono (kanan). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Sejumlah dosen resah dengan aturan baru yang dikerluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI).

Pasalnya, dalam surat edaran nomor 3/2021, melarang adanya rangkap jabatan organ yayasan dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. 

Menurut pengurus yayasan pendidikan sekaligus dosen ITB AAS Indonesia, Dr Budiyono, ada sejumlah poin yang tertuang dalam SE tertanggal 26 Maret 2021 tersebut yang diprotes. 

Baca juga: Kabar Gembira dari UNS : Besok Dosen Disuntik Vaksin Covid-19, Target September Kuliah Tatap Muka

Baca juga: Ibu Dosen Akhirnya Diperiksa Polisi Setelah Videonya Marah-marah saat Putar Balik Sembarangan Viral

Dr Budiyono ini berasal dari Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.

Dasarnya pasal 7 ayat 1 dan 3 yang menyatakan bahwa pengurus/ pembina yayasan dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus/dewan komisaris/pengawas dari badan usaha yang dikelola yayasan tersebut. 

Namun ada satu poin yang membuat resah bagi para pelaku pendidikan. 

Di poin pertama berbunyi, pembina/pengurus/pengawas yayasan dilarang rangkap jabatan sebagai pimpinan/dosen/karyawan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan. 

Poin kedua pembina/pengurus yayasan yang mencalonkan diri sebagai pimpinan perguruan tinggi wajib mengundurkan diri dari organ yayasan tersebut.

Baca juga: Viral Perjuangan Mahasiswi Antar Tugas ke Rumah Dosen Menggunakan Sepeda Pinjaman Tetangga

Sedangkan poin ketiga bagi pembina/pengurus/pengawas yayasan yang merangkap jabatan sebagai pemimpin/dosen/pegawai perguruan tinggi wajib menyesuaikan diri sejak SE ditetapkan.

"Menurut kami SE ini rancu dan melebar tidak punya dasar hukum, khususnya yang menyebutkan dosen dan karyawan," kata dia.

"Karena dalam Undang-undang menyebut pimpinan perguruan tinggi, itu mengacu jabatan. Sedangkan dosen dan karyawan adalah profesi tidak ada hubungannya dengan jabatan struktural," imbuhnya. 

Menurutnya, kebijakan Dirjen Dikti Kemendikbud tersebut sangat meresahkan lantaran sebagian besar pengurus yayasan pendidikan juga merangkap sebagai dosen. 

Baca juga: Pesan Terakhir Dosen UNS Solo Kena Covid-19 : Terbata-bata Isi Kuliah Agama Islam, Minta Doa di Hati

Apalagi para pendiri lembaga pendidikan pasti diperkuat oleh akademisi dalam hal ini dosen.

"Dipastikan sebagian besar lembaga pendidikan awalnya didirikan oleh dosen yang kemudian membentuk yayasan pendidikan," ujarnya. 

"Okelah kalau larangan rangkap jabatan sebagai pemimpin seperti rektor, dekan atau pengurus administrasi, kita bisa menerima," imbuhan.  

Menurutnya,  dosen itu bukan jabatan tapi profesi. Dan ini berkaitan erat dengan persyaratan akreditasi. 

Bila aturan ini dilakukan akan melemahkan lembaga pendidikan tinggi.

Baca juga: Pesan Terakhir Dosen UNS Solo Kena Covid-19 : Terbata-bata Isi Kuliah Agama Islam, Minta Doa di Hati

Atas hal tersebut, Budiyono siap melakukan kajian untuk menggugat Dirjen Dikti agar membatalkan SE tersebut. 

Bahkan sejumlah langkah sudah ia persiapkan, diantaranya akan menggelar audiensi dengan Dirjen Dikti soal SE itu.

"Kalau tidak ada hasil, kita siap menggugat, karena kami nilai aturan tersebut lemah dan menyudutkan profesi dosen yang melemahkan perguruan tinggi kami," ucap Budiyono, yang saat itu juga didampingi pengacara, Badrus Zaman.

Sementara itu, menurut Badrus, pihaknya sudah mengkaji kemungkinan melayangkan gugatan. Karena ia melihat ada sisi kelemahan SE tersebut.

Baca juga: Capek-capek Jelaskan Materi, Dosen di Singapura Baru Sadar Mikrofon Tak Hidup Usai 2 Jam Mengajar

Menurutnya, memang larangan rangkap jabatan bagi pengurus yayasan dengan pimpinan perguruan tinggi tidak termasuk dosen dan karyawan, karena mereka bukan unsur pimpinan. 

"Jadi lemah pijakan hukumnya. Kami siap membantu untuk mengurus gugatannya," tandas Badrus. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved