Berita Solo Terbaru
Kisah Mbah Widodo, Tua Tetap Kerja Jual Bensin Keliling Solo, Semangat Meski Dapat Rp 1 Ribu Sehari
Ada yang sudah tua, kemudian bisa menikmati masa senja di tengah umurnya yang sudah lanjut usia.
Penulis: Azfar Muhammad | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Azhfar Muhammad Robbani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Ada yang sudah tua, kemudian bisa menikmati masa senja di tengah umurnya yang sudah lanjut usia.
Tapi hal itu tampaknya tak berlaku pada diri Widodo Susilo.
Seorang kakek 74 tahun yang biasa dipanggil Mbah Widodo menjadi sosok tekun sebagai penjual bensin keiling.
Terlihat dari raut wajahnya seorang sosok pekerja keras yang setia berjualan meski sudah tua renta.
Dia di antaranya bisa ditemui di kawasan Fajar Indah, Jalan Adi Sucipto, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.

Wajah tuanya tak bisa disembunyikan, kulitnya keriput, rambutnya putih dan beberapa gigi yang sudah tanggal.
Dia adalah kakek berasal dari Surabaya namun telah lama mengadu nasib di Solo.
Widodo tinggal bersama sang istri di Kampung Jajar, Telatan Ulo, RT 02 RW 8 Jalan Adisucipto, Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan.
“Belum lama, saya jualan bensin menggunakan sepeda baru dua tahun,” kata dia kepada TribunSolo.com, Senin (10/5/2021).
Dirinya menceritakan profesi saat ia tekuni adalah pekerjaan yang baru setelah sebelumnya dirinya bekerja berpuluh puluh sahun sebagai tukang parkir.
“Sebelum jualan saya kerja sebagai tukang parkir di perempatan jajar sekitaran Dokter Hadi,” ungkapnya.
“Pernah juga markirin di kawasan Fajar Indah, ya gini lah sekarang saya hanya jualan pakai sepeda,” tambahnya.
Dirinya sampaikan alasan dirinya berhenti menjadi juru parkir karena berumur.
“Ya sudah tidak kuat dan tua bagaimana lagi, saya juga tidak punya keahlian lain,” paparnya.
“Biar diganti dengan yang muda-muda,” tambahnya.
Widodo mengaku dirinya hanya seorang anak lulusan sekolah dasar.
“Saya hanya orang tidak berpendidikan, ijasah hanya sebatas sekolah dasar dan smp pun tidak tamat,” ujarnya.
Ditemani sepeda tuanya, Widodo mengaku setiap hari menggilas aspal untuk berjualan bensin.
“Kadang keliling ya kadang mangkal di sini saja pinggir jalan,” ungkapnya.
Ia biasa mangkal dan berjualan bensin di kawasan Jalan Adisucpto di sepajang jalur lambat.
“Ya setiap hari saya keliling dari rumah jam 07.00 atau jam 08.00 WIB,” ujarnya.
Dirinya mengaku berjualan hingga sore hari sekitar pukul 16.00 WIB.
“Kalau ramai atau habis ya sampai siang, biasanya sore jam 3 sudah bergegas pulang,” tuturnya.
“Tapi ya tidak mesti kalau hujan bahkan tidak ada yang beli,” ungkapnya.
Dirinya mengaku setiap hari menjual hanya 3 -5 botol saja.
“Saya tidak beli ke SPBU setiap hari saya kulakan, jadi belinya nanti kalau memang sudah laku semua,” ungkapnya.
“Belinya 10 liter lakunya beberapa hari setelah beli, paling satu minggu atau 5 hari paling cepat,” katanya.
Dirinya mengaku bensin daganganya hanya laku 2 sampai 3 liter saja dengan tidak seberapa.
“Saya menjual satu liter bensinnya hanya Rp 10 ribu, dari itu untung seribu saja,” katanya.
“Kalau 3 botol laku ya berarti Rp 3 ribu rupiah saja penghasilan saya sehari,” tambahnya.
Widodo pun sampaikan pernah tak laku jualan bensin dan tidak mendapatkan uang dan pelanggan seharian.
“Tapi tidak apa-apa yang penting berkah, saya masih punya semangat,” katanya.
Disamping itu, Widodo ceritakan sang istri tengah bekerja di rumah sebagai seorang penjahit.
“Di rumah istri kadang menjahit, berburuh dan anak saya juga sama bantu menjahit dan bekerja,” tandasnya.
Sosok Lain
Siapa sangka Mbah Widodo yang sekarang berjualan bensin keliling ternyata dirinya pernah berjaya dan aktif untuk menertibkan masyarakat Solo.
Dia sampaikan Polisi Pamong Praja pada saat itu tengah menjadi orang yang sangat disegani dan setara dengan aparat kepolisian.
Tidak sampai pensiun ia mengaku telah dilakukan pemutusan hubungan kerja di zaman Wali kota Hartomo.
“Tidak (bukan pensiun) saya ya diberhentikan terus dikasih pesangon,” kata dia.
“Dulu (zaman 80-an ) saya penghasil sampai Rp. 65 ribu per bulan ya lumayan saat itu bisa menghidupi keluarga,” ungkapnya.
Disamping itu, ia juga katakan masa kejayaannya semasa muda pernah bekerja menjadi anggota Satpol PP/
“Dulu ya sekitar 80-90 an ya menertibkan jalanan, menangani lingkungan pasar di pinggiran pasar,” ujarnya.
“Kalau sekarang ya sejenis satuan Satpol PP mungkin ya, dulu saya bekerja disana , tapi kan sudah berganti regulasinya,” tambahnya.
Meskipun demikian ia sampaikan kepada anak muda harus tetap semangat menjalani hidup.
“Masih muda harus banyak yang diasah, jangan seperti saya tidak memiliki banyak keahlian,” ungkapnya.
“Kalau bisa mengubah nasih keluarga ya harus diusahakan,” jelasnya. (*)