Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sukoharjo Terbaru

Desa Juron Sukoharjo Bangun Wisata Mini Golf dan Mini Zoo, Hasil Bantuan Para Perantau

Kompleks wisata di Sendang Semurup di Desa Juron, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo masih akan terus  berkembang.

Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Agil
Kawasan wisata di Sendang Semurup di Desa Juron, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo masih akan dibangun wahana baru. 

Laporan Wartwan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Kompleks wisata di Sendang Semurup di Desa Juron, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo masih akan terus  berkembang.

Pemerintah Desa (Pemdes) Juron bersama perantuan asal Juron tengah mengembangkan wisata di Sendang Semurup dengan membangun sejumlah fasilitas wisata.

Menurut Kepala Desa (Kades) Juron Sarbini Sigit, fasilitas hiburan yang akan dibangun berupa lapangan mini golf, mini zoo, menara pandang, spot paintball, taman lalu lintas, hingga cafe bus.

Baca juga: Siap-siap, Ini 2 Destinasi Objek Wisata Solo era Gibran : Balekambang dan Ngarsopuro ala Malioboro

Baca juga: Dibantu Badan Promosi Pariwisata Daerah yang Diisi Para Ahli, Begini Janji Wali Kota Solo Gibran

"Kami bekerjasama dengan perantauan di Juron yang sukses. Yang  mana, mereka akan berkontribusi dalam membangun wisata di tanah seluas 8.000 meter persegi," katanya, Kamis (20/5/2021).

Sarbini mengatakan, pihak desa hanya menyipakan lahan untuk pembangunan wahana wisata tersebut.

Sementara untuk proses pembangunannya akan ditanggung oleh paguyuban perantauan desa Juron.

"Ini nanti ada MoU, dengan pembagian hasil yang kami targetkan selama 10 tahun. Setelah itu akan diserahkan kepada Desa," ujarnya.

Perkiraan pembangunan untuk fasilitas wisata yang baru diperkirakan mencapai Rp 2 miliar.

Baca juga: Tragedi Perahu Wisata Lebaran Terbalik di Boyolali, Anak Kembar dan Ibu Ditemukan Tewas Berpelukan

Saat ini, tahap awal pembangunan sudah dilakukan dengan melakukan pengurukan ditanah seluas 8000 meter persegi itu.

"Yang mengordinir pembangunan ini pak Purwanto. Dia perantauan di Bogor sebagai kontraktor," imbuhnya.

Sarbini mengatakan, untuk bus yang akan disumbangkan ke Desa Juron sebanyak tiga unit bus besar.

Yang mana bus tersebut akan digunakan untuk cafe bus, spot selfie, dan mobiling wisatawan.

Baca juga: Beda dengan Ganjar, Keluarga Korban asal Juwangi Ini Tak Minta Wisata Kedung Ombo Ditutup

Desa Juron sendiri memang terkenal sebagai desa perantauan. Sebanyak 70 persen warganya merupakan kaum boro yang merantau di sejumlah kota besar di Indonesia.

Kaum boro di Desa Juron kebanyakan berjualan kuliner, seperti di Jabodetabek, Sulawesi, dan Sumatra.

"Perantauan disini kompak dan solid untuk membangun desa," ujarnya.

Sebelumnya, kaum boro di Desa Juron juga menyumbang satu unit mobil ambulans yang diberikan kepada desa.

Wisata Galabo Solo

Di masanya, Galabo jadi salah satu ikon kuliner populer di Kota Solo.

Nama Galabo pun hingga kini sudah populer jadi nama untuk menyebut daerah Gladag, Solo.  

Baca juga: Sejarah Waduk Kedung Ombo Menurut Saksi Mata: Ternyata Dulu Perkampungan, Warga Terpaksa Angkat Kaki

Tapi, tak banyak warga Solo tahu apa makna Galabo itu sendiri.

Galabo adalah singkatan dari Gladag Langen Boga.

Tempat ini merupakan salah satu jujukan tempat kuliner yang hits pada masanya.

Tempat yang diresmikan 13 April 2008 tersebut menyajikan puluhan kuliner populer dan legend yang ada di Kota Solo.

Kala itu saat Presiden Jokowi baru menjadi Wali Kota Solo di periode pertama kepemimpinan.

Keberadaan Galabo cukup lengkap diisi sejumlah kuliner legendaris Kota Solo.

Baca juga: Sejarah Solo Jadi Surga Kuliner Daging Anjing, Sejak Zaman Majapahit Jadi Santapan Elit Kaum Priyayi

Sebut saja, Sate Jerohan Sapi Yu Rebi, Gudeng Margoyudan, dan Tengkleng Klewer Bu Edi.

Galabo Solo di malam hari, Selasa (19/4/2016).
Galabo Solo di malam hari, Selasa (19/4/2016). (TRIBUNSOLO.COM/EKA FITRIANI)

Baca juga: Galabo Solo Bakal Dihidupkan Lagi, Pemkot Solo Sebut Prosesnya Bertahap

Baca juga: Aturan Jam Operasional Usaha Kuliner Bikin Pedagang Galabo Solo Kecele : Sudah Terlanjur Tutup

Mereka menempati shelter-shelter yang telah disiapkan Pemkot Solo di sepanjang Jalan Mayor Sunaryo.

Keberadaan mereka, menjadi daya pikat baik masyarakat maupun wisatawan untuk berkunjung saban malam menyingsing.

Semakin malam, para pengunjung semakin banyak saja.

Meja-meja yang disiapkan penuh.

Tikar-tikar pun tergelar.

Apalagi saat momen weekend, pengunjung yang datang kemalaman, dijamin tidak mendapat tempat makan.

Hal inilah yang kemudian membawa nama Jokowi sebagai sosok yang bisa menyulap kawasan tak tertata menjadi pusat kuliner ramai dan menjadi mata pencaharian warga.

Kondisi itu diamini Ketua Paguyuban Pedagang Malam Galabo, Agung Wahyu Hidayat.

"Kalau weekend dan long weekend, kita juga masih kurang-kurang tempat," kata Agung kepada TribunSolo.com, Rabu (19/5/2021).

Agung mengatakan, omzet yang didapat saat itu bisa antara Rp 1 juta - Rp 2 juta per harinya.

Namun, pesona Galabo perlahan pudar dengan permasalahan internal yang menggerogotinya.

Persoalan batas harga makanan, menjadi satu di antaranya.

Beberapa pedagang diduga mematok harga yang tak masuk akal.

Itu membuat kepercayaan pembeli perlahan menipis.

Tak sedikit yang kecewa.

Meminjam istilah orang Jawa, mereka dipentung harga oleh penjual.

Kondisi tersebut begitu dirasakan tahun 2012.

"Tahun 2012, kita mengalami penurunan. Salah satunya disebabkan pedagang kami sendiri. Saat itu belum ada aturan terkait harga dan pembinaan," tutur Agung.

"Akhirnya image yang terbangun di masyarakat, Galabo mahal, Galabo kakulatornya rusak," tambahnya.

Itu terjadi lantaran sosok yang menaungi para pedagang malam Galabo belum jelas.

Sebelum akhirnya, dinaungi Dinas Perdagangan dan Perindustrian, yang sekarang dikenal dengan Dinas Perdagangan.

Fx Hadi Rudyatmo, yang saat itu menjabat Wali Kota Solo kemudian membuat unit pelayanan teknis dinas (UPTD) para pedagang malam Galabo.

Baca juga: Hujan Berjam-jam, Sejumlah Titik Kota Solo Kebanjiran, Di Todipan Purwosari Air Masuk Rumah Lagi

Baca juga: Wali Kota Medan Bobby Nasution Lantik Pejabat Pernah Pesta Narkoba, Dinilai Sudah Bertobat

"Di tahun 2012 itu juga dibangun shelter baru, shelter - shelter yang lama diperbaiki," ucap Agung.

Namun, problem masih saja datang. Itu berkaitan dengan keselamatan pengendara dan pengunjung Galabo.

"Saat sudah dipasang tenda dan jalan tidak ditutup, beberapa pengendara itu menerabas lewat jalur kereta padahal itu licin," tutur Agung.

"Itu menjadi permasalahan bagi LPMK Pasar Kliwon, kepolisian, dan Dishub," tambahnya.

Pemkot Solo kemudian mengkaji sejumlah opsi sebelim akhirnya merelokasi para pedagang malam Galabo.

Pada media 2017, pedagang kemudian direlokasi ke sebelah Gedung MPP Jenderal Sudirman dan dilengkapi dengan shelter baru dan lahan parkir.

Namun, tidak semua pedagang direlokasi.

Mereka melewati proses seleksi yang ketat.

Dari yang awalnya 50 pedagang mengerucut menjadi 28 pedagang saja.

"Itu dengan menu sajian yang berbeda-beda. Di situ juga sudag dicantumkan harga dengan jelas dan benar," kata Agung.

"Kita ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat," tambahnya.

Hasil mulai dituai para pedagang malam Galabo.

Para pembeli mulai berdatangan.

Hingga akhirnya, pandemi Covid-19 melanda.

Itu membuat para pedagang pasrah.

Lapak-lapak mereka harus ditutup pada 24 Maret 2020 guna meminimalisir penyebaran Covid-19.

Penutupan dilakukan hingga kurang lebih momen lebaran pada 23 Mei 2020. Saat buka, mereka tetap tertatih - tatih.

Ditambah, tarik ulur aturan yang membuat para pedagang bimbang.

Misalnya saja, aturan pembatasan jam operasional yang hanya sampai 19.00 WIB.

Itu membuat mereka menyesalkan langkah yang diambil pemerintah dan meminta adanya sedikit pelonggaran.

Apalagi, mereka baru buka pukul 17.00 WIB.

"Kondisi itu membuat orang mau keluar jadi malas," ucap Agung.

Alhasil, Pemkot Solo memberikan pelonggaran terkait jam operasional yang kemudian disambut baik. Galabo mulai ada pembeli yang nongol dan jajan.

"Ada seratusan pengunjung yang datang ke Galabo," tambahnya.

Akan Dihidupkan

Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal menghidupkan lagi Gladak Langen Boga (Galabo) yang jadi primadona di zaman Joko Widodo menjabat Wali Kota Solo.

Dinas Pergadangan kota Solo, Heru Sunardi mengatakan, nantinya proses ini akan dilakukan secara bertahap.

Pemkot akan melakukan revitaliasi atau menghidupkan kembali Galabo ini.

“Ya secara bertahap, nanti sedikit-sedikit kemarin saya dengan pak Wali (Gibran) sudah ada pembicaraan,” kata Heru kepada TribunSolo.com, Selasa (18/5/2021). 

Ia mengaku sudah melakukan peninjauan bersama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka beberapa hari yang lalu ke kawasan Galabo. 

“Ya nanti ada beberapa rencana dari pak Wali, untuk hidupkan kembali ekonomi masyarakat kota Solo,” katanya.

“Rencana nanti akan ada  penambahan aktivitas di Galabo untuk menambah daya tarik pengunjung,” ujarnya.

Baca juga: Wali Kota Solo Dijadwalkan Buka New Galabo Minggu Malam

Penambahan tersebut selain wisata kuliner ke depan akan ada night market di kawasan Galabo.

“Mungkin nanti juga ada beberapa pertunjukan kesenian dan kebudayaan pada malam hari,” ujarnya.

“Ya pokoknya nanti masih dikaji dan masih dipertimbangkan melihat potensi,” pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved