Nasib Guru Honorer Utang Rp 3,7 Juta Jadi Rp 206 Juta, Kini Difitnah Jual Diri Demi Lunasi Utang
Nasib pilu dialami seorang guru honorer bernama Afifah Muflihati asal Kabupaten Semarang kembali menjadi sorotan.
TRIBUNSOLO.COM - Nasib pilu dialami seorang guru honorer bernama Afifah Muflihati asal Kabupaten Semarang kembali menjadi sorotan.
Di tengah beban sebagai seorang guru honorer SD Suruh Kabupaten Semarang dengan gaji yang tergolong sullit memenuhi kebutuhan kini dirinya terlilit utang yang cukup besar kini dirinya justru diduga difitnah.
Baca juga: Sadis, Terlilit Banyak Hutang Hingga Rp 460 Juta, Pria Asal Bandung Nekat Bunuh Bos Plastik
Sebelumnya diberitakan dia terlilit Utang hingga ratusan juta rupiah karena terjebak bunga.
Kuasa hukumnya, Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama (NU) Salatiga, menuturkan, sewaktu kliennya mendatanginya untuk meminta bantuan hukum, kondisinya terlihat sangat depresif.
Kata Sofyan, kliennya menerima teror yang mengerikan dari aplikasi pinjol.
"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," ujarnya, Kamis (4/6/2021).
Menurut Afifah, tak hanya memperoleh teror, data dirinya pun disebar saat ditagih oleh pinjol.
Data diri itu disebar ke kontak telepon Afifah. Aplikasi pinjol tersebut ternyata bisa mengakses kontak teleponnya.
Orang-orang yang ada di kontak teleponnya, mulai dari keluarga, teman, hingga kolega, dikirimi foto beserta KTP-nya dengan narasi tidak bisa bayar utang.
"Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendensi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya," tambah Sofyan.
Sofyan menyampaikan, karena diduga melakukan ancaman dan intimidasi melalui telepon dan semua media sosial kliennya, kasus aplikasi pinjol ini bisa dibawa ke ranah pidana.
Awal mula terjerat pinjol
Saat mengalami masalah finansial, Afifah melihat iklan aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya.
Pada 30 Maret 2021, Afifah mengunduh aplikasi tersebut, lalu mengikuti persyaratan melakukan pinjaman.
Afifah melanjutkan, saat itu, tidak ada tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan.