Alasan Qodari Dorong Jokowi 3 Periode Bersama Prabowo di 2024, Biar Tak Ada Istilah Cebong & Kampret
M Qodari pun mengungkap alasan mendorong agar Presiden Joko Widodo bisa kembali maju di Pilpres 2024 dan berpasangan dengan Prabowo Subianto.
TRIBUNSOLO.COM -- Wacana duet Jokowi-Prabowo di Pilpres 2024 yang digagas Penasehat Komunitas Jokowi- Prabowo 2024 (JokPro 2024), M Qodari, menuai banyak respons kontra.
Gagasannya soal presiden tiga periode juga menuai polemik.
M Qodari pun mengungkap alasan mendorong agar Presiden Joko Widodo bisa kembali maju di Pilpres 2024 dan berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Baca juga: Ini Alasan Presiden Jokowi Pilih PPKM Mikro Ketimbang Lockdown: Keduanya Punya Esensi yang Sama
Baca juga: Muncul Wacana Presiden Jokowi Tiga Periode, Begini Tanggapan Pengamat Politik & Waketum MUI
Rupanya, ia beralasan ingin menghindari polarisasi dalam masyarakat pada Pemilu Presiden 2024 mendatang/
Menurut pendapat M Qodari, Pilpres semakin lama semakin keras dari tahun ke tahun terakhir.
Bahkan menurutnya, Pilpres terakhir-terakhir ini tidak sama dengan pemilu tahun 2004 tahun 2009. Kenapa tidak sama?
”Karena pertama, sekarang kita hidup di zaman politik identitas. Ini terjadi secara global bukan hanya terjadi di Indonesia.”
“Kedua yang juga baru adalah kita hidup di zaman medsos. Manusia sekarang hidup dalam dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Dunia medsos ini ternyata punya logikanya sendiri yang namanya logika algoritma biner dan itu menciptakan fenomena yang namanya ruang gema atau echo chamber,” ujar Qodari dalam Diginas Tribun Network: “Pro-Kontra Presiden Tiga Periode dan Pasangan Jokowi-Prabowo,” Kamis (24/6/2021).
Hal itu kata dia, manifestasinya terlihat di Pilpres 2019 lalu dalam wujud kategorisasi cebong dengan kampret.

Polarisasi ini telah mengakibatkan kerusuhan di 2019.
Misalnya tatkala gedung Bawaslu diserbu habis-habisan, terjadi bentrokan di sejumlah lokasi di Jakarta.
Bila bukan Jokowi-Prabowo yang menjadi pasangan calon di 2024, maka dia khawatirkan akan terjadi kerusuhan dan kekerasan yang lebih besar lagi dan banyak korban jiwa jatuh.
“Sehingga saya melihat nanti 2024 kalau kalau polanya tetap seperti ini, katakanlah calonnya bukan Jokowi-Prabowo, maka terjadi yang dikhawatirkan akan banyak korban yang meninggal, terjadi penyerbuan ke gedung MPR, petugas kelelahan, kecapaian jadi korban. Kemudian ada kena peluru nyasar kayak 2019 itu, ada orang seperti Yunarto Wijaya menjadi target pembunuhan. Itu dalam skala yang berlipat dari sebelumnya yang sudah kita lihat. Singkatnya Indonesia akan memenuhi teori dari pemilu menuju kekerasan,” jelasnya.
Atas dasar itu lah, lanjut dia, dirinya berpikir mengenai solusi untuk hal itu.
“Saya melihat solusinya ada pada Jokowi dan Prabowo,” ucapnya.