Berita Wonogiri Terbaru
Demi Gregoria Jadi Atlet Bulu Tangkis Asli Wonogiri,Ayahnya Rela Tutup Kios & Fokus Dampingi Latihan
Nama pebulu tangkis asal Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung menjadi perbincangan dunia.
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti
TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Nama pebulutangkis asal Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung menjadi perbincangan dunia.
Bagaimana tidak, atlet yang baru berusia 22 tahun itu, menumbangkan pebulutangkis veteran tiga olimpiade asal Belgia Lianne Tan dengan dua game langsung di Tokyo 2020.
Bahkan dalam update The Badminton World Federation (BWF), pebulutangkis nomor tunggal putri itu kini di tangga 21 menyalip pebulutangkis Jerman, Yvonne Li di posisi 23.
Ternyata Gregoria asli Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Lantas bagaimana kisahnya?

Pemilik nama lengkap Gregoria Mariska Tunjung Cahyaningsih merupakan anak tunggal dari pasangan Maryanto dan Fransiska Dwi Astuti.
Ria panggilan akrabnya, lahir di Wonogiri, 11 Agustus 1999 lalu.
Diungkapkan oleh Maryanto, anak semata wayangnya itu sebenarnya ridak memiliki darah keturunan atlet dalam keluarganya, tetapi bisa membuktikan cita-citanya.
"Ria menggemari badminton adalah ketika tahun 2004," aku dia di kediaman untuk menerima tamu di Karang Talun, Desa Pokoh Kidul, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri kepada TribunSolo.com, Kamis (5/8/2021) malam.
Baca juga: Hasil Pertandingan Badminton Tunggal Putri Olimpiade Tokyo 2020, Gregoria Alami Kekalahan
Baca juga: Babak 16 Badminton Olimpiade Tokyo 2020: Gregoria Mariska Hadapi Lawan Berat, Ratchanok Intanon
Ria yang saat itu masih berusia 5 tahun, ikut ayahnya menonton pagelaran Thomas Uber Cup 2004 di rumahnya di Griya Cipta Laras, Bulusulur, Kabupaten Wonogiri.
"Jadi setelah nonton Thomas Uber Cup di tv itu, sepertinya kok anaknya senang, langsung minta dibelikan raket, memang dari kecil Ria anaknya aktif gerak," jelasnya.
Kemudian raket itu digunakan untuk sekedar bermain-main dengan ayahnya setiap di halaman rumah.
Sampai suatu ketika, ada yang memberi kabar bahwa ada kursus badminton di Solo, didaftarkan lah Ria oleh ayahnya.
Ketika mengikuti kursus di Solo, Ria berlatih seminggu dua kali.
Selain kursus itu, Ria juga dilatih pamannya di Klaten, seminggu satu kali.
"Selama berlatih, Ria selalu saya antar dan temanin," aku dia.
Tak hanya itu, Ria yang makin hari terlihat menyukai badminton, membuat ayahnya menambah porsi latihan Ria.
Sampai rela disewakan gedung di daerah Bulusulur khusus untuk berlatih Ria sendiri, seminggu sebanyak tiga kali.
"Saya lihat cara latihannya sama pelatuh gimana, saya catat, buat mempertajam di rumah," imbuhnya.
Hal itu dilakukan karena orang tua Ria, demi mendukung penuh yang disukai putrinya agar bisa menguasai satu bidang yang digemari.
Sampai sewaktu Ria kelas 4 SD, dirinya didaftarkan seleksi di klub badminton Mutiara Cardinal di Bandung dan lolos.
"Namun, Ria yang masih kecil mengharuskan dirinya tetap berlatih di Solo, akan tetapi saat mengikuti turnamen Ria mewakili nama Mutiara Cardinal," jelasnya.
Muda Sudah Banyak Gelar
Baru ketika Ria kelas 5 SD, dirinya pindah ke Bandung untuk bergabung bersama klub yang dibelanya.
Sejak saat itu, dirinya sering mewakili klubnya mengikuti turnamen-turnamen di level junior.
"Beberapa gelar pun disabet dirinya di usia muda," kata ayahnya bangga.
Hingga ketika Ria berusia 15 tahun, dia menjuarai kejuaraan nasional yang membuat dirinya berhak bergabung dengan pelatnas badminton Indonesia di Cipayung, Jakarta Timur.
Baca juga: Kantongi 2 Kemenangan, Gregoria Mariska Siap Tempur Lawan Siapapun di Fase Gugur Olimpiade Tokyo
Baca juga: Cerita di Balik Kemenangan Gregoria Mariska: Debut Olimpiade, Rasanya Panas Dingin karena Grogi
"Ya sejak saat itu, Ria mengikuti berbagai ajang kejuaraan internasional yang membuat dirinya menjadi salah satu andalan badminton tunggal putri Indonesia," terang dia.
Terakhir kali, Ria membawa nama Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. Namun sayang, langkahnya harus terhenti di babak 16 besar.
Dukungan Orang Tua Berbuah Manis
Siapa sangka, dukungan penuh orang tua Ria terhadap kegemaran putrinya sejak kecil berbuah manis.
Bahkan orang tua Ria sendiri, mereka tidak menyangka anaknya akan menjadi salah satu atlet terbaik Indonesia.
"Nggak kepikiran sampai segini, dulu mikirnya yang penting Ria seneng, jadi pintar di satu bidang," jelas Dwi.
Baca juga: Bermula dari IG, Mikha Angelo Ungkap Kisah Cinta dengan Pebulutangkis Asal Wonogiri Gregoria Mariska
Selain mengantar pulang-pergi dari Wonogiri ke Solo dan Klaten tiap minggu untuk berlatih, juga menyewakan gedung khusus untuk Ria berlatih itu, Maryanto mengambil keputusan.
Bahkan harus menutup kios plastiknya di Pasar Ngadirojo, meningat orangtuanya memiliki kios plastik untuk kehidupan sehari-hari.
Namuun sebelum menikah, keduanya merupakan guru di yayasan Kanisius.
"Tujuannya agar bisa fokus melatih Ria," terang dia.
Hal tersebut disampaikan oleh Dwi, bahkan dirinya yang menyuruh suami untuk berhenti bekerja.
"Saya bilang ke Bapak untuk berhenti kerja, tak suruh fokus ngurusi Ria saja, nggak perlu juga ngurusin saya, biar saya aja yang kerja," kata Dwi sambil dengan nada bercanda. (*)