Kisah Mbah Mardi Ikhlas Ditipu, 8 Bebeknya Dibayar Pakai Uang Palsu, Kini Ia Diganjar Rp 2 Juta
Raut wajah haru bahagia diperlihatkan Mardi, saat ia membuka amplop isi uang. Ia mendapat uang itu karena keikhlasannya ditipu orang.
Pemuda itu juga berasal dari keluarga miskin. Mardi tidak memperkarakannya.
Ia berobat mandiri tanpa operasi karena minim biaya.
“Cuma minta suntik saja,” kata Mardi. Jadilah sekarang Mardi jalan terpincang.
Mardi lansia dengan 10 cucu dan lima cicit. Sebagian besar anak dan cucunya hidup mandiri.
Mardi hanya hidup bersama Sadiyem, ditemani satu anaknya yang bungsu, dan seorang cucu. Mereka menempati rumah berdinding kusam dengan atap limasan.
Mardi menceritakan, pekerjaan sehari-harinya terkait dengan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di pekarangan rumah luas 300 meter persegi.
Di sana, tumbuh tiga pohon kelapa yang berbuah lebat, juga beberapa pohon pisang.
Mardi membangun kandang untuk memelihara enam kambing. Sementara, bersama anak bungsunya mereka memelihara 100 bebek campur itik dan empat angsa.
Mardi tiap hari menggembala kambing ke sawah atau kadang ia pergi mencari rumput untuk pakan kambing. Selain itu, ia juga menggiring bebek untuk mencari makan. Pergi pagi, pulang sore.
Mereka mengandalkan hidup dari bantuan pemerintah dan apa yang ada di kebun sendiri. Mulai dari telur bebek untuk dijual setiap hari.
Begitu pula dengan kambing yang anaknya bisa dijual. Telur bebek dihargai Rp 1.500 per butir, sementara anak kambing bisa terjual Rp 700.000 per ekor.
“Setahun beranak dua kali. Semua untuk makan,” katanya.
Semua hasil itu dipakai untuk kebutuhan sehari-hari sekaligus membeli pakan bagi ternak mereka.
Sementara angsa bermanfaat untuk mengusir ular pemangsa bebek dan penghalau orang yang ingin masuk pekarangannya.
Pejabat di lingkungan istana