Berita Sukoharjo Terbaru
Pilunya Perajin Gamelan di Mojolaban Sukoharjo : Gadaikan Barang untuk Bertahan & Bayar Pekerja
Perajin gamelan di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo masih bertahan di tengah gempuran pandemi Covid-19.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Perajin gamelan di Desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo masih bertahan di tengah gempuran pandemi Covid-19.
Berbagai cara dilakukan, agar usaha gamelan ini tidak gulung tikar.
Seperti yang dilakukan Kristianto, pemilik rumah produksi gamelan Agong Rejeki.
Dia terpaksa menggadaikan alat gamelannya untuk menggaji karyawan.
"Ya awal-awal itu digadaikan ke penggadaian, untuk bayar gaji karyawan," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (23/8/2021).
Baca juga: Satpol PP Wonogiri soal Selebaran Wabah Sesungguhnya Adalah Kelaparan : Tak Akan Dicari,Tak Diusut
Baca juga: Pemkab Karanganyar Beli Gamelan Ki Manteb Soedharsono, Juliyatmono : Untuk Cagar Budaya
Alat gamelan yang ia gadaikan merupakan stok saat awal-awal pandemi Covid-19 lalu, karena pandemi Covid-19, galerinya sempat sepi pesanan.
Padahal, dia memiliki 20 karyawan, yang biasa membatunya dalam membuat berbagai alat musik gamelan.
"Kita gadaikan dan tidak bisa membayar, akhirnya saya ambil, lalu saya jual selakunya," ujarnya.
Selama sepi pesanan, karyawannya sempat bekerja serabutan.
Agong Rejeki sempat berhenti produksi selama satu tahun lebih, karena tak ada pesanan.
"Ada yang jadi kuli bangunan, ada yang ngamen, macem-macem," katanya.
Kristianto mengatakan, kondisi itu tak hanya dirasakan di rumah produksinya saja. Namun juga pengrajin lain di Desa Wirun.
Di Desa Wirun sendiri ada 9 pengrajin gamalen jawa, yang produksi terdampak karena pandemi covid-19.
Sempat Mati Suri
Usaha pembuatan gamelan inu sempat mati suri, karena sepinya orderan.
Menurut pemilik Agong Rejeki, Kristianto, saat awal-awal pandemi, mereka masih memproduksi, dengan menghabiskan orderan sebelum pandemi.
"Setelah itu tidak ada pesanan sama sekali. Mau gimana lagi, semua terdampak," katanya, Senin (23/8/2021).
Hampir 1,5 tahun, berlalu Kristianto mengaku tidak mendapatkan pesanan untuk pembuatan gamelan.
Pasalnya, pasar terbesarnya di Jawa dan Bali sangat terpukul oleh pandemi Covid-19.
Hal ini membuat rumah produksi Gamelang Agong Rejeki terpaksa merumahkan karyawannya.
Baru pada bulan Agustus 2021, Kristianto kembali memanggil beberapa pekerjanya untuk membuat gamelan.
"Bulan ini, kami baru dapat orderan dari Temanggung," ujarnya.
Meski sudah kembali bergeliat, Kristianto masih terkendala masalah permodalan dan mahalnya bahan baku.
Bahan baku seperti Tembaga dan Timah terus merangkak naik.
Baca juga: 5 Fakta Dalang di Boyolali Hancurkan Gamelan dan Gong, Sampai Jual Mobil untuk Makan
Baca juga: Alasan Dalang di Boyolali Hancurkan Gamelan & Gong dengan Palu : Protes Kepada Pemerintah
Harga Tembaga pernah mencapai Rp130 ribu per kilogram, kemudian merangkak turun dikisaran harga Rp120ribu per kilogram.
"Padahal sebelum pandemi, harganya hanya Rp70 ribu per kilogram," jelasnya.
"Dan Timah saat ini harganya Rp 425 ribu, dari sebelum pandemi harganya Rp320 ribu," ujarnya.
Namun, dengan adanya pesanan ini, dia berharap industri gamelan bisa terus bergeliar, dan kembali pulih. (*)