Cerita dari Solo
Patung Raja Keraton Solo Setinggi 4 Meter Berdiri di Boyolali, Ini Cerita Mengapa Dibangun di Sana
Daerah wisata Selo Boyolali akan pnya ikon baru. Ikon itu berupa Patung Paku Buwono VI dengan tinggi sekitar 4 meter.
Penulis: Iqbal Fathurrizky | Editor: Aji Bramastra
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Daerah wisata Selo Boyolali akan pnya ikon baru.
Ikon itu berupa Patung Paku Buwono VI dengan tinggi sekitar 4 meter.
Baca juga: Pertama di Indonesia, Patung Raja Keraton PB VI Berukuran Raksasa Berdiri di Selo, Bukan di Solo
Patung itu sendiri sebenarnya telah rampung dipasang, Rabu (8/9/2021) sekitar pukul 10.00 WIB.
Namun, hingga kini masih diselimuti kain hitam, karena belum diresmikan.
Pantauan TribunSolo.com, Sabtu (12/9/2021), patung dengan bahan baja di dalam serta dilapisi fiber di luar membuat detailnya terlihat sangat nyata.
Mandor Proyek Simpang Selo Boyolali, Dadiono, mengatakan, patung ini dibuat seniman patung asal Boyolali.
"Patungnya cukup mahal, yang buat orang Boyolali, sudah dirancang sedemikian rupa," kata Dadiono.
Diyakini, ini adalah kali pertama dibuat patung Raja Solo alias Paku Buwono berukuran besar.
Sebelumnya, di Solo, ada patung Paku Buwono di depan pintu Museum Keraton Solo.
Tapi, ukurannya kecil.
Yang menarik, patung ini justru didirikan di Boyolali, bukannya di Solo, atau sekitar kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat.
Menurut Dadiono, ia mendengar bila ada kesepakatan antara pihak Keraton Solo dan Pemkab Boyolali.
Dadiono mengatakan, Simpang Selo Boyolali merupakan tanah milik Keraton Solo.
Pihak Keraton Solo pun mengajukan syarat, bila kawasan itu hendak dipakai, maka Pemkab Boyolali diminta mendirikan patung Paku Buwono.
"Disini wilayah abdi dalem Keraton Surakarta, jadi ada kesepakatan antara Pemkab Boyolali dan Keraton Surakarta," kata Dadiono.
"Pemkab Boyolali bisa bikin Simpang Selo, tapi Keraton minta patung PB VI berdiri di situ," sambungnya.
Dadiono menyampaikan setelah patung ini dipasang Rabu lalu, kemudian langsung ditutup menggunakan kain karena belum diresmikan.
"Langsung ditutup, nunggu peresmian dulu kira-kira 50 hari lagi, soalnya proyeknya bukan cuma patung saja PB VI saja," ungkapnya.
Selain patung, nantinya di sana juga akan dibangun monumen susu sapi serta monumen lain.
"Di situ juga akan dipasang patung susu tumpah, dan juga sedang dibuat ikon alam gabungan bumi, matahari, bulan dan bintang," jelas Dadiono.
Seorang pedagang di sekitar kawasan bernama Siam, mengaku menyaksikan proses pemasangan patung ini.
"Yang memasang orang pakai seragam khas abdi dalem Keraton,".
"Setelah patung terpasang, langsung ditaruh sesajen," kata Siam.
Makna Selo untuk Sang Raja
Pegiat Sejarah Boyolali, R. Surojo mengaku patung raja Solo berukuran besar ini hanya ada di Boyolali.
"Solo malah tidak punya," ujarnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (11/9/2021).
Dia menyatakan Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro yang meletus pada tahun 1825 tak lepas dari Pesanggrahan Selo PB VI Selo.
Di Pesanggrahan itulah, Pangeran Diponegoro bersama Pakubuwono VI menyusun strategi perang dalam melawan pasukan Belanda.
Tak hanya untuk menyusun strategi perang saja, namun logistik dan persenjataan prajurit Diponegoro juga didapatkan di Selo.
“PB VI memberikan logistik perang terhadap perjuangan Diponegoro juga di Selo,” ujarnya.
Dia menyebut PB VI sengaja memilih Selo sebagai tempat penyusunan strategi dan pendistribusian logistik.
Adapun Selo yang berada di dataran tinggi di lereng Merapi-Merbabu, sangat tepat untuk mengelabui pasukan Belanda dengan menjadikan lokasi tersebut sebagai Pesanggrahan untuk meditasi Raja.
Belanda pun lalu percaya dan sedikitpun tak mencurigai dengan aktifitas PB VI di Selo tersebut. Apalagi di lereng Merbabu itu, PB VI juga membuat sebuah Goa yang dulu bernama Goa Raja.
“Padahal, di situlah PB VI dan Pangeran Diponegoro susun strategi perang dan PB VI memberikan senjata kepada pasukan Diponegoro,” ucapnya.
Selo yang berada pada jalur lurus ke Jogja yakni melalui lereng Merapi, wilayah Kecamatan Musuk, Kemalang, hingga Sleman cukup strategis sebagai jalur komunikasi pasukan telik sandi Diponegoro yakni Soijoyo warga Musuk.
“Untuk mengamankan Diponegoro saat menuju Selo, ada pasukan Benteng Komunikasi. Sehingga Pangeran Diponegoro bisa dengan aman dan selamat saat ke Selo,” tambahnya.
Hingga akhirnya, kedua pahlawan nasional itu ditangkap Belanda dalam waktu yang hampir bersamaan.
“Kedua Pahlawan Nasional itu tertangkap Belanda pada tahun 1830. Diponegoro ditangkap di Residen Belanda Magelang, sedangkan PB VI ditangkap di Parangtritis,” ujarnya.
“PB VI begitu ditangkap langsung diasingkan ke Ambon, tanpa sistem peradilan,” imbuhnya. (*)