Garuda Indonesia Secara Teknis Dinyatakan Bangkrut, Ini 5 Upaya Penyelamatan Kementerian BUMN
Garuda Indonesia bangkrut karena ekuitas maskapai berkode saham GIAA ini negatif.
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Maskapai Garuda Indonesia secara teknis sudah dinyatakan bangkrut.
Hal itu disampaikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Garuda Indonesia bangkrut karena ekuitas maskapai berkode saham GIAA ini negatif.
"Kondisi Garuda Saat ini negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS (setara Rp40 triliun) atau sudah technically bankrupt," ucap Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo saat melakukan rapat bersama DPR Komisi VI, (9/11/2021).
Baca juga: Kondisi Maskapai Garuda Indonesia Sakit-sakitan, Ada Wacana Pemangkasan Gaji dan Komisaris
Baca juga: Umumkan Kerugian Hingga Rp 15 Triliun, Saham PT Garuda Indonesia Justru Meroket 40 Persen
Kartika kembali menjelaskan, ekuitas negatif disebabkan tidak seimbangnya neraca keuangan perseroan di mana nilai liabilitas lebih besar daripada aset.
Seperti diketahui, nilai liabilitas Garuda tercatat sebesar 9,8 miliar dolar AS.
Jika dirinci, liabilitas GIAA berasal dari utang vendor swasta, utang vendor BUMN, Obligasi Wajib Konversi, Sukuk, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, utang bank, dan utang lessor (perusahaan penyewaan pesawat).
Untuk utang perseroan kepada para lessor, tercatat memiliki kontribusi yang paling besar terhadap liabilitas, yakni senilai 6,3 miliar dolar AS.
Sementara nilai aset Garuda Indonesia cuma senilai 6,8 miliar dolar AS.
Neraca garuda saat ini mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS. Ini rekor, sebelumnya Jiwasraya dan sekarang sudah disalip Garuda Indonesia.
Negatif Garuda ini sudah Rp40 triliun. Di mana di sisi aset 6,9 miliar dolar AS, di sisi liabilitas mencapai 9,8 miliar dolar.
Liabilitas terdiri dari utang vendor swasta, utang vendor BUMN, Obligasi Wajib Konversi, Sukuk, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, utang bank, dan utang lessor.
Lalu, apa solusinya agar Garuda Indonesia dapat kembali mengudara dengan sehat?
Kartika mengungkapkan, hanya ada satu cara agar kinerja keuangan Garuda Indonesia mengalami perbaikan. Yaitu, dilakukannya transformasi bisnis.
Kartika mencatat, setidaknya ada 5 hal yang harus dilakukan untuk menuju The New Garuda Indonesia.
Pertama, mengoptimalkan rute jaringan penerbangan Perseroan.
"Yakni dengan mengoptimalkan rute-rute penerbangan yang profitable, seperti rute domestik dan rute penerbangan tertentu," ujar Kartika.
Kedua, menurunkan jumlah pesawat Garuda dan Citilink.
Di mana dari total 202 pesawat di 2019, akan dipangkas menjadi 134 unit pesawat di 2022 agar selaras dengan jaringan rute penerbangan Perseroan.
Ketiga, melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat yang akan digunakan Garuda Indonesia ke depannya.
Seperti diketahui, harga sewa pesawat Garuda Indonesia tercatat sangat mahal jika dibandingkan dengan harga sewa pesawat maskapai penerbangan lain pada umumnya.
Tingginya harga sewa pesawat Garuda Indonesia dengan lessor, dikarenakan negosiasi yang ugal-ugalan oleh Direktur Perseroan di masa lalu.
Keempat, GIAA akan meningkatkan kontribusi pendapatan kargo.
Dan yang kelima, perseroan akan meningkatkan kontribusi pendapatan ancillary.
Yakni melalui product unbundling, ekspansi produk yang ditawarkan, dan penerpan dynamic pricing strategy.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul:Sakit dan Kategori Bangkrut, Ini 5 Upaya Kementerian BUMN Agar Garuda Kembali Sehat