Berita Sragen Terbaru
Menilik Akhir Kisah Hidup Joko Tingkir, Raja Pajang Pertama dan Terlama, Dimakamkan di Plupuh Sragen
Joko Tingkir terlahir dengan nama Raden Mas Karebet, yang kemudian diberi gelar Sultan Hadiwijaya saat menjadi Raja Pajang pertama.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Kemudian, terjadi saling ketertarikan antara Raden Joko Tingkir dengan putri Sultan Trenggono, Ratu Mas Cempaka.
Mengetahui hubungan keduanya, pihak Kerajaan tidak menyetujui, dan kemudian Raden Joko Tingkir mendapatkan fitnah.
"Untuk menghindari konflik, kemudian Raden Joko Tingkir memutuskan untuk kembali Pengging dan kesini (Dukuh Butuh), dan mendapat bimbingan kepada Kiai Ageng Kanigoro," jelasnya.
Raden Joko Tingkir dibekali tata bela diri, Ketuhanan, dan tata kelola pemerintahan.
Setelah digembleng dan ilmunya dikira cukup, Kiai Ageng Kanigoro memerintahkan Raden Joko Tingkir kembali ke Demak.
Dari Sukoharjo, Raden Joko Tingkir menaiki getek menyusuri Bengawan Solo menuju ke Demak.
Disaat bersamaan, Keraton Demak mengalami kekacauan akibat seekor kerbau yang mengamuk.
Joko Tingkir pun kembali dipanggil dan dengan kesaktiannya mampu menjinakkan kerbau dengan satu kali tamparan.
Karena keberhasilan itu, Raden Joko Tingkir dijadikan menantu oleh Sultan Trenggono dan diberi hadiah tanah di Pajang, dengan gelar Adipati Adiwijaya," terangnya.
"Setelah Sultan Trenggono wafat, Raja Demak sudah tidak ada lagi, sebagai penerus, Adipati Adiwijaya mengembangkan hingga daerah selatan, maka kadipaten Pajang diperluas menjadi Kesultanan," tambahnya.
Aziz menceritakan jika saat menjabat sebagai sultan, selama 40 tahun tidak terjadi perebutan kekuasaan maupun peperangan.
Baca juga: Cerita Aneh di Situs Watugenuk Boyolali : Dengan Suara Gamelan, Tapi Tak Ada yang Bisa Melihatnya
Baca juga: Aneh, Batu di Masaran Sragen Tak Bisa Dipindahkan: Sejarahnya Terkait Pangeran Mangkubumi
"Yang dipegang adalah prinsip keadilan, waktu ia menjabat, tidak ada pertengkaran atau perebutan kekuasaan, yang menjadi bukti semua rakyatnya mendapatkan keadilan," ungkapnya.
Pada tahun 1587, kekuasaan Raden Joko Tingkir diteruskan kepada anaknya, Pangeran Benowo I, yang Sultan Prabuwijaya Pajang II.
Setelah melepas tahtanya, kemudian Raden Joko Tingkir mengikuti jejak orang tuanya untuk menjadi penduduk biasa di Dukuh Butuh, Plupuh.
"Masa tuanya, dijadikan sebagai tetua di daerah sini (Dukuh Butuh) menjadi percontohan cara beribadah yang baik," jelasnya.
Makam Raden Joko Tingkir masih dirawat hingga kini, dan pada masa pemerintahan Pakubuwono X, Makam Butuh diperbaiki.
Petinggi Keraton Solo dan masyarakat biasa sering datang untuk berziarah. (*)