Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Potret Minyak Goreng Langka di Sragen, Pedagang Jual Minyak Seadanya Pakai Botol Bekas Air Mineral

Pedagang di Kabupaten Sragen menyerah mencari minyak goreng dengan harga subsidi atau Rp 14.000 per liter.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Minyak Goreng yang dijual di Pasar Bunder Sragen, Sabtu (19/2/2022). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Pedagang di Kabupaten Sragen menyerah mencari minyak goreng dengan harga subsidi atau Rp 14.000 per liter.

Hal itu dikarenakan semakin hari semakin susah mendapatkan komoditi minyak goreng dari toko besar.

Seperti yang dialami Warni, pemilik toko kelontong di Pasar Bunder Sragen.

Warni menuturkan jika sekarang minyak yang ia jual masih dikisaran Rp 19.000 - Rp 20.000 per liternya.

"Harga minyak goreng masih sama, mahal, kemasan Rp 20.000, untuk minyak goreng curah Rp 19.000," kata Warni kepada TribunSolo.com, Sabtu (19/2/2022).

Awalnya ia masih mencari minyak goreng subsidi dengan harga Rp 14.000.

Namun, semakin kesini, stok minyak goreng semakin susah dicari, sehingga ia pun kini tetap menjual minyak goreng dengan harga yang lebih mahal.

Bahkan terlihat kini pedagang menjual minyak seadanya.

"Pinginnya ya jual murah, tapi barangnya nggak ada, sekarang nggak ada minyak subsidi," jelasnya.

Hal serupa juga dirasakan Ira, yang juga pemilik toko kelontong di Pasar Bunder Sragen.

Baca juga: Ditanya Kenapa Kartu BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual Beli Tanah, Direktur : Orang Sehat Negara Kuat

Baca juga: Bak Cari Jarum di Tumpukan Jerami, Ini Sulitnya Cari Minyak Murah di Sragen, PKL Sampai Kelimpungan

Ternyata, meski menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000 peminatnya malah sedikit.

"Malah nggak laku, akhirnya kita tidak ambil yang subsidi, jual yang non subsidi, yang mahal," ujarnya.

Ia mengeluhkan, pembelian minyak goreng satu karton, harus dengan persyaratan membeli barang komoditi lain, dengan jumlah minimal.

"Sekarang kalau beli satu karton, harus belanja minimal Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, kalau seperti itu, kadang malah tidak laku," terangnya.

Curhatan Pedagang Makanan

Persoalan minyak goreng belum juga berakhir.

Pasca kebijakan satu harga dari Pemerintah Pusat, kini keberadaan minyak goreng di Kabupaten Sragen semakin sulit ditemui.

Dampaknya tak hanya dirasakan oleh ibu rumah tangga, namun juga para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ada di sekitaran Sragen Kota.

Salah satunya dirasakan Fitri, PKL di kawasan Taman Krido Anggo Sragen.

Fitri merupakan penjual aneka sosis dan pentol goreng, yang tentu saja sangat membutuhkan minyak goreng untuk berjualan.

Ia menceritakan mulai kesulitan mencari minyak goreng sejak minggu lalu, seperti cari jarum di tumpukan jerami.

"Minggu kemarin nggak ada barangnya, di pasar juga nggak ada yang punya minyak," katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (19/2/2022).

"Nyari minyak sekarang susah, harganya mahal kok barangnya malah nggak ada," tambahnya.

Dalam sehari, Fitri membutuhkan kurang lebih satu liter minyak goreng untuk berjualan.

Ia pernah mengalami susahnya mencari minyak goreng ketika jualannya sedang ramai.

Karena tak mendapatkan minyak goreng, ia pun akhirnya terpaksa menutup lapaknya.

"Minggu kemarin itu jualannya ramai, jualannya ramai dan kebetulan minyaknya habis, sudah mencari kemana-mana, di retail dan pasar nggak ada semua,' terangnya.

Baca juga: Viral Pria Mirip Iqbaal Ramadhan Antre Beli Minyak Goreng Murah, Netizen Penasaran dengan Sosoknya

Baca juga: Minyak Goreng Satu Harga Janji Pemerintah Sulit Dicari, Stok di Pasar Legi Hanya Rp19 Ribu per Liter

Fitri sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan tingginya harga minyak goreng, asalkan ketersediaan minyak goreng bisa selalu ada.

"Saya mahal nggak papa, tapi barangnya ada, meski keuntungannya mepet yang penting barangnya ada," jelasnya.

"Ya harapannya semoga harga minyak segera turun," harapnya.

Susahnya cari minyak goreng juga dikeluhkan oleh Sugiyanto, yang juga PKL di sekitaran Jalan Raya Sukowati.

Sugiyanto mengatakan ia baru tiga kali mendaptkan minyak harga subsidi sebanyak 3 kali sejak harga diturunkan.

"Nyari minyak goreng di Sragen susah, kalau yang harga Rp 14.000 saya baru dapat tiga kali, sisanya yang mahal semua," ujarnya.

Ia dalam satu hari membutuhkan kurang lebih 4 liter minyak goreng, untuk berjualan kentucky mini.

Sugiyanto mau tidak mau membeli harga minyak yang mahal untuk keberlangsungan usahanya.

"Belinya yang mahal, agar bisa berjualan terus, harga makanannya juga nggak dinaikkan, takut kehilangan pelanggan," jelas dia,

Langka Dipasaran

Semakin pupus harapan warga Kabupaten Sragen untuk bisa membeli minyak goreng dengan harga yang murah.

Hal itu dikarenakan, harga minyak subsidi yang dijanjikan pemerintah dengan harga Rp 14.000 per liter semakin sulit ditemukan.

Di toko-toko retail yang ada di Sragen diketahui kosong berhari-hari.

Sedangkan di pasar, pedagang kesulitan mencari stok kebutuhan pokok yang tidak bisa diganti tersebut.

Hal tersebut diakui Tarmi, salah satu pedahang di Pasar Bunder Sragen, yang mengeluhkan susahnya mendapatkan stok dagangan minyak goreng.

"Susah cari minyak goreng yang subsidi (harga Rp 14.000), disembunyikan kayaknya," ujarnya kepada TribunSolo.com, Rabu (16/2/2022).

Hingga kini, ia masih menjual minyak dengan harga Rp 20.000 per liternya.

Ia mengeluhkan pembelian minyak goreng ke toko-toko besar yang dibatasi, bahkan diberi syarat pembelian.

Tak hanya itu, saat membeli, ia pun harus antre lama, demi mendapatkan satu karton minyak goreng.

"Harus pesan dulu, dan hanya beli satu karton saja, kalau beli harus ada syaratnya, beli gula sekarung, atau beli gandum sekarung, baru boleh beli minyak dapatnya satu karton," terangnya.

Baca juga: Ada Temuan Kasus Positif di Sekolah Sragen, Dinas Masih Tetapkan PTM 100 Persen Jalan Terus 

Baca juga: Awas Kecele! Dispendukcapil Klaten Tutup Layanan Tatap Muka, Digantikan Pakai Layanan Sipon Keduten

"Ada toko yang mewajibkan harus beli barang lain minimal Rp 4 juta hingga Rp 5 juta, dapatnya sama satu karton saja, kan kita buat apa juga setiap hari harus seperti itu," jelasnya.

Terkadang, ia terpaksa membeli minyak goreng harga lama, karena saat membeli tidak disertai syarat-syarat tersebut.

Hal yang sama juga dilakukan Tatik, yang pilih menjual minyak goreng dengan harga mahal.

"Dapatnya itu ya saya jual, kalau dapat mahal, ya tergantung pembelinya mau beli atau tidak, soalnya tidak setiap hari bisa dapatkan minyak goreng subsidi," kata Tarmi.

"Kalau beli yang subsidi repot, harus antre, dan harus beli yang lain itu, terkadang ya sudah dijual apa adanya, yang penting ada barangnya," jelas dia.

Jeritan Kedelai Naik

Jeritan demi jeritan masyarakat soal kebutuhan pokok masih saja terjadi.

Kini, belum habis usai minyak yang membelit masyarakat, baru-baru ini giliran harga kedelai meroket.

Harga kedelai di Kabupaten Sragen sendiri kini menyentuh angka Rp 10.800 per kilogramnya.

Sebelumnya, harga kedelai sempat meroket pada pertengahan tahun 2021.

Kemudian, harga kedelai perlahan-lahan menurun, sebelumnya akhirnya kini kembali naik.

Salah satu perajin tahu, Eni mengatakan kenaikan harga kedelai terjadi sangat cepat.

"Kenaikan sejak satu bulan lalu, dari Rp 9.600 per kilogram, langsung naik jadi Rp 10.500, sekarang sudah Rp 10.800 per kilogram," ujarnya kepada TribunSolo.com, Rabu (16/2/2022).

Kemungkinan, harga kedelai di Sragen juga akan meningkat, hingga Rp 11.000 per kilogramnya.

Kenaikan kedelai yang begitu cepat, membuat para perajin tahu dan tempe pun menjerit.

"Naik lagi kayak ketekuk-tekuk hatinya, karena pedagang lain nggak bisa dikompromi, saya naikkan harga, terus pembeli lari ke pedagang lain, saya tidak dapat pembeli akhirnya," terangnya.

Sehingga ia pun harus memutar otak, agar tahunya bisa laku terjual, meski untung yang didapatkan berkurang.

"Omzetnya mepet sekali, syukur bisa buat muter lagi, buat beli kedelai, terus dijual lagi," jelasnya.

"Kalau harga masih normal, kita yang harus bagaimana caranya, kalau saya nuruti kedelai naik, harga tahu dinaikkan, nanti nggak ada yang beli, serba susah," jelas dia.

Salah satu perajin tahu, Eni mengatakan agar tidak merugi, ia memilih untuk mengecilkan ukuran tahu produksinya.

"Kalau harga tahu dinaikkan malah nggak laku, saya kurangi ketebalan tahu, kalau ukurannya masih sama, hanya lebih tipis saja," katanya.

"Sengaja ditipiskan, kedelainya dikurangi, biasanya satu kresek bisa jadi 6 kali masakan, ini dijadikan 7," tambahnya.

Kini, ia menjual tahu mulai dari harga Rp 2.500 hingga Rp 5.000 tergantung ukuran tahu.

Naikkan Harga Tempe

Berbeda dengan Eni, Ning, yang merupakan perajin tempe memilih menaikkan harga tempe.

Karena, pembeli enggan membeli tempe yang ukurannya lebih kecil.

Baca juga: Ada Temuan Kasus Positif di Sekolah Sragen, Dinas Masih Tetapkan PTM 100 Persen Jalan Terus 

Baca juga: Varian Omicron Dinilai Tak Seganas Delta, Warga Sragen Diizinkan Isolasi Mandiri di Rumah

"Kalau dikurangi, pembeli nggak mau beli, tempe yang dibungkus daun yang dinaikkan Rp 1000," katanya.

Untuk tempe kemasan plastik harganya masih sama, yakni Rp 5.000 untuk ukuran yang besar, dan Rp 2.000 untuk ukuran yang kecil.

Sedangkan, tempe yang dibungkus daun, harganya naik Rp 1.000, dari Rp 20.000 per 30 biji, menjadi Rp 21.000.

Ia mengeluhkan tingginya harga pembelian kedelai impor, yang terus merangkak naik.

Lanjutnya, bahan baku pembuatan tempe tidak dapat menggunakan kedelai biasa seperti tahu, dan harus menggunakan kedelai impor.

"Dulu uang Rp 1 juta bisa dapat kedelai 3 karung, sekarang uang segitu karung saja masih kurang," terangnya.

"Kalau begini terus, untungnya yang didapatkan mepet, semoga kedelai bisa segera turun," harapnya.

Dibenarkan Ketum Produsen Tempe

Belum selesai kelangkaan minyak goreng subsidi di Indonesia, kini pedagang tempe menjerit.

Pasalnya harga kedelai naik drastis.

Menanggapi harga kedelai yang melonjak, Ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) Aip Syarifudin pun mengungkapkan perajin tahu dan tempe berencana mogok produksi pada 21-23 Februari 2022.

Aip mengatakan, rencana mogok ini ditengarai naiknya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama pembuatan tempe tahu.

Baca juga: Harga Boom Kedelai Impor di Solo, Capai 11 Ribu Per Kilo, Pedagang Cuma Bisa Pasrah

Baca juga: Gegara Harga Kedelai Impor Mahal, Perajin Tahu di Sragen Sempat Mogok 2 Hari, Peternak Kelimpungan

"Perajin rumahan itu sehari beli kedelai 20 kilogram, untuk modal dagang biasanya beli kedelai Rp 9.000-Rp 10.000 per kilogram,"  ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/2/2022).

"Anggaplah mereka beli di harga Rp 10.000 per kilogram, modal Rp 200.000, sementara kalau dijual menjadi olahan tempe tahu dapatnya Rp 250.000. Itu Rp 50.000 untuk makan dan Rp 200.000 untuk modal besoknya. Tapi karena harga kedelainya sudah naik ya sekarang di harga Rp 11.000 per kilogram yah enggak cukup," sambungnya.

Aip menuturkan, mogok produksi ini tidak dilakukan secara nasional.

Hanya perajin tahu tempe rumahan yang tersebar di Jabodetabek hingga Jawa Barat yang rencananya melakukan aksi tersebut.

Aip mengatakan sebenarnya pihaknya tidak ingin terjadi mogok produksi lantaran Kementerian Perdagangam sudah berupaya menaikan harga tahu tempe di pasaran.

Selain itu, tahu dan tempe merupakan kebutuhan banyak orang.

Dia juga mengaku telah mendapatkan telepon dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan meminta agar mogok produksi ini dibatalkan.

"Barusan tadi Pak Dirjen telepon saya. Pak Aip jangan jadi mogoknya, kan sudah kami bantu. Lalu saya bilang ke Pak Dirjen, mereka itu ngumpulin orang tidak mudah. Ya saya jadi serba salah lah jadinya," kata Aip, dilansir dari Kompas.com. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved