Awas, Pengamat Ingatkan Potensi Kekisruhan Nasional Jika Pemilu 2024 Diundur Seperti Usul Cak Imin
Usulan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin agar Pemilu 2024 diundur menuai tanggapan kontra dari sejumlah elemen.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM -- Usulan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin agar Pemilu 2024 diundur menuai tanggapan kontra dari sejumlah elemen.
Salah satunya Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN Johermansah Djohan.
Ia mengkritisi pernyataan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang mengusulkan agar penyelenggaraan pemilihan umum atau Pemilu 2024 ditunda.
Kata Djohan, terdapat potensi bahaya dari usulan yang disampaikan pria yang akrab disapa Cak Imin itu.
Apalagi jika wacana tersebut tetap bergulir di masyarakat.
Baca juga: Puja-puji Cak Imin untuk Presiden Jokowi: Beliau Ini Kelihatan Kurus dan Kalem, Tapi Jagoan
Baca juga: Politikus PKB Ini Wacanakan Usung Cak Imin-Anies di Pilpres 2024: saatnya Bersatu untuk Ummat
Menurut Djohan, usulan itu sangat bertolak belakang dengan kehendak publik.
Hal inipun berpotensi memicu konflik politik secara nasional yang berasal dari masyarakat lapisan bawah.
“Saya khawatir nanti rakyat menolak maka terjadilah kisruh politik secara nasional, berani bertanggung jawab kalau ada kisruh politik nasional itu?” kata Djohan melalui keterangan tertulisnya yang dikutip Antara, Rabu (23/2/2022).
“Apalagi sekarang orang mulai mempersiapkan tahapan dalam menjalankan Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak nasional,” tuturnya.
Djohan mengatakan, usulan Wakil Ketua DPR RI itu sama sekali tak memiliki cantolan aturan dalam konstitusi Indonesia.
Karena itu, dia berharap, Cak Imin tak terlalu berharap agar usulannya terwujud.
"Jadi kalau bikin usulan sebagai pimpinan bangsa jangan pengarep-arep, jangan terlalu bebas gitu ya, harus kuat dasar konstitusinya," kata Djohan.
Lebih lanjut, Djohan mengatakan, secara konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden secara ketat.
Dalam pasal 7 UUD 1945, kata dia, secara tegas mengatur dan membatasi masa jabatan presiden hanya satu kali masa jabatan.
Adapun Joko Widodo atau Jokowi sudah menjabat sebagai presiden pada periode 2014-2019 lalu berlanjut 2019-2024.
“Nah, sekarang kalau ada usul perpanjangan gimana ngaturnya. Pilkada sekarang kan lagi rame juga, konteks ini untuk mengundur Pilpres. Slotnya itu tidak ada dalam konstitusi kecuali ada amandemen konstitusi," ujarnya.
Djohan menuturkan, bisa saja usulan Cak Imin tersebut mendapat dukungan dari mitra koalisi di parlemen.
Dengan kekuatan mayoritas di parlemen, amandemen UUD untuk menuliskan perpanjangan masa jabatan presiden bukanlah hal mustahil.
"Apakah mungkin itu dilakukan perubahan undang-undang dasar sekarang ini. Saya kira kalau dilihat dari konstelasi kekuatan politik, ya bisa aja kalau memang berani,” ujarnya.
“Kan (PKB) ini bagian dari koalisi besar, lalu didukung tidak koalisi besar itu perubahan konstitusi itu secara politik formal,” katanya.
Namun demikian, Djohan menambahkan, perubahan undang-undang dasar itu haruslah melibatkan publik dan rakyat banyak.
“Perubahan undang-undang dasar seperti itu harus melibatkan publik dan rakyat banyak. Nah itu saya khawatir nanti rakyat banyak menolak,” ujar Djohan, dilansir dari Kompas.tv. (*)