Berita Sragen Terbaru
Perajin Tahu di Sragen 'Babak Belur' karena Harga Kedelai dan Minyak Goreng, Omzet Turun 30 Persen
Perajin tahu dan tempe di Kabupaten Sragen kini tengah kelimpungan. Pasalnya, harga kedelai kembali meroket sejak beberapa hari terakhir.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Perajin tahu dan tempe di Kabupaten Sragen kini tengah kelimpungan.
Pasalnya, harga kedelai kembali meroket sejak beberapa hari terakhir, dengan menyentuh harga Rp 11.000 per kilogramnya.
Hal tersebut membuat para perajin tahu khususnya harus memutar otak agar tak mengalami kerugian, sekaligus tak kehilangan pelanggan.
Baca juga: Curhat Sedih Istri Zul Zivilia, Menangis Tahu Anak-anaknya Jadi Korban Bully Karena Zul Dipenjara
Baca juga: Harga Kedelai Melejit, Perajin Tahu di Wonogiri Pilih Tidak Mogok Produksi, Begini Alasannya
Salah satu perajin tahu di Kampung Teguhan, Sragen, Budi Kuncoro mengatakan setiap hari harga kedelai selalu naik.
"Setiap hari harga kedelai naik terus, dampaknya sangat terasa sekali, tapi mau gimana lagi, kalau enggak jualan kita enggak bisa makan," ujarnya kepada TribunSolo.com, Kamis (24/2/2022).
Setiap harinya Budi memerlukan kurang lebih 1 kwintal kedelai.
Kini, ia terpaksa mengurangi kedelai yang ia beli menjadi kurang lebih 80 kilogram saja.
Baca juga: Harga Kedelai & Minyak Goreng Menggila, Pengusaha Tahu Goreng di Boyolali Tersudut: Untung Menyusut
Dengan begitu, otomatis berdampak kepada omzet yang didapatkannya yang menyusut hingga 30 persen.
"Omzet tetap turun, kurang lebih 20 persen sampai 30 persen," singkatnya.
Semenjak harga minyak goreng naik, ia terpaksa mengurangi ukuran tahu, meski harus menerima protes dari pelanggan.
"Kalau goreng enggak mungkin naik harga tahunya, hanya diperkecil saja, kalau disini hanya sebagai pelengkap saja, ada yang goreng ada yang putih," terangnya.
Kini pun ia berharap agar harga kebutuhan produksinya bisa kembali normal, karena hasil produksinya juga merupakan kebutuhan masyarakat luas.
"Harapannya bisa dinormalkan kembali, soalnya enggak ada hasilnya (omzet) ini, kita berjuang kayak gini, juga buat bakul juga, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," terangnya. (*)