Viral
Viral Kuku Penyintas Covid-19 Menyala Kena saat Sinar UV, Begini Kata Pakar Terkait Kebenarannya
Baru-baru ini jagat maya dihebohkan video terkait kuku penyintas Covid-19 yang menyala saat diberi sinar Ultraviolet (UV).
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM - Baru-baru ini jagat maya dihebohkan video terkait kuku penyintas Covid-19 yang menyala saat diberi sinar Ultraviolet (UV).
Hal itu digadang-gadang karena penyintas Covid-19 mengonsumsi Favipiravir.
Baca juga: Nasib Pembudidaya Ikan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri: Terdampak Corona, Penjualan Anjlok
Merangkum dari berbagai sumber, obat Favipiravir dinilai dapat membantu mengatasi infeksi virus corona atau mencegah tingkat keparahan akibat paparan virus SARS-CoV-2.
Uji coba tentang keamanan dan kemanjuran Favipiravir sebagai obat potensial Covid-19 hingga saat ini terus diperbarui.
Menanggapi video tersebut, dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Anton Sony Wibowo meminta masyarakat agar tidak langsung percaya dengan postingan maupun pesan yang beredar terkait flouresensi pada kuku maupun rambut manusia karena mengonsumsi Favipiravir
Masyarakat diimbau untuk mencari dan memastikan informasi ke sumber yang resmi dan kredibel.
Baca juga: Tujuh Pegawai Pemkab Boyolali yang Positif Corona Tak Mengalami Gejala, Kini Mereka Isolasi Mandiri
Belum ditemukan fenomena flouresensi
Anton menyebutkan secara klinis di rumah sakit belum pernah menemukan fenomena flouresensi atau terpancarnya sinar oleh suatu zat yang telah menyerap sinar atau radiasi elektromagnet lain pada kuku atau rambut manusia akibat mengonsumsi obat Favipiravir.
Dari hasil literatur review yang dilakukan, ditemukan ada laporan satu kali oleh Ozunal dan Guder (2021), di salah satu jurnal dalam bentuk laporan kasus (case report).
Namun secara ilmiah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kasus tersebut dengan metode yang lebih baik.
Selain itu, juga melakukan meta analisis untuk mengetahui level of evidence dari laporan kasus tersebut.
"Belum tentu semua informasi tersebut bisa diaplikasikan pada semua penderita Covid-19 karena perlu penelitian lebih lanjut dan tidak mengeneralisasi," urai Anton seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (10/3/2022).
Baca juga: Kasus Corona Varian Omicron Ditemukan di Boyolali, Pasien Pasangan Suami Istri: Kini Sudah Sembuh
Favipiravir berfungsi hambat replikasi virus
Dia menekankan, masyarakat sebaiknya tetap fokus pada terapi dan diagnosis resmi dari Kementerian Kesehatan.
Lebih lanjut dosen FKKMK UGM ini menjelaskan Favipiravir merupakan salah satu antivirus yang digunakan pada pengobatan Covid-19.