Jumenengan Mangkunegara X
Saat Sri Sultan HB X Nyeletuk, Jika Jumenengan Mangkunegara X Jadi Ajang Reuni Trah Kerajaan Mataram
Para pimpinan trah Kerajaan Mataram berkumpul saat Jumenengan Mengkunegara X GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo di Solo, Sabtu (12/3/2022).
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Selain itu hakekat dalam ikatan antara manusia dan budaya tak luput digaungkannya. Ikatan antara manusia dan kebudayaan merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan yang terikat satu sama lain dari kegiatan sehari-hari, dari cara menjalankan hidup, dari cara makan, berpakaian, berbicara, berkesenian, juga apa yang dihasilkan.
Baca juga: Misteri Tak Hadirnya GPH Paundra saat GPH Bhre Naik Tahta Jadi Mangkunegara X, Begini Kata Kerabat
Baca juga: Bhre Cakrahutomo Naik Tahta Jadi Mangkunegara X: Presiden Jokowi Hadir, GPH Paundra Tak TerlihatĀ
Saya menyadari bahwa Pura Mangkunegaran memiliki warisan budaya luhur yang tidak serta merta, dapat diturunkan secara biologis. Namun, berusaha mlampahaken (menjalankan), sebagai dapat diwariskan pada generasi yang akan datang.
Saya menjalankan Tri Dharma Mangkunegaran yang meliputi, mulat sarira hangrasawani, rumangsa melu handarbeni, dan melu hangrungkebi. Sasrira Hangrasawani merupakan candrasengkala tahun pendirian Mangkunegaran yaitu tahu 1682 Saka atau 1757 Masehi. Mulat Sarira artinya memahami diri sendiri dengan cara introspeksi diri agar mampu mengatasi berbagai hambatan yang menghalangi perbaikan pribadi.
Serta ajaran kedua dari budaya politik Mangkunegaran adalah rumangsa melu handarbeni. Sebagaimana prinsip Tri Dharma yang kita anut, bersama-sama kita memegang teguh amanah untuk menggali, melestarikan dan mengembangkan warisan budaya tersebut, beserta nilainya. Tidak hanya bagi pura mangkunegaran tetapi juga masyarakat luas.
Selain sebagai salah satu pusat lahir dan berkembangnya kebudayaan, Puro Mangkunegaran harus mampu menjadi satu wadah, jembatan, kolaborator dan teman diskusi bagi seluruh masyarakat baik budayawan, akademisi, pemerintah, maupun lembaga sosial budaya, pelestarian sejarah dan ekonomi.
Pura Mangkunegaran tidak boleh terlena dalam euforia kejayaan masa lalu. Warisan sejarah pura bukan hanya suatu hal yang semata-mata harus dirayakan, melainkan harus diantisipasi pasang dan surutnya agar pura tetap jadi pusat budaya dan sejarah yang tidak tergerus perkembangan zaman.
Saya mengajak seluruh insan masyarakat dan masyarakat indonesia, khususnya Surakarta. Bersama-sama mengamalkan nilai-nilai luhur yang diajarkan kepada kita, melestarikan, dan terus mengembangkan kebudayaan Mangkunegaran.
(*)