Berita Terbaru Boyolali
Inilah Sadranan, Tradisi Turun Temurun Warga Cepogo Boyolali yang Lebih Meriah Ketimbang Idul Fitri
Unik memang, kumpul bersama keluarga di bulan Sadranan pada warga Cepogo lebih ramai dibandingkan saat bulan Idul Fitri
Penulis: Tri Widodo | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Biasanya, lebaran idul fitri digunakan sebagai waktu bagi perantau untuk pulang ke kampung halamannya.
Masyarakat kemudian saling berkunjung ke sanak keluarga agar hubungan kekeluargaan tetap terjalin.
Tapi sebagian warga Cepogo justru ‘lebaran’ lebih dulu.
Jelang puasa banyak digunakan perantau atau sanak keluarga untuk saling berkunjung.
Baca juga: Potret Sadranan di Cepogo Boyolali : Awalnya Hanya Bawa Palawija, Kini Beragam Makanan Turut Serta
Seperti yang terlihat di Dukuh Tunggulsari, Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo, Minggu (20/3/2022).
Disana, warga saling silaturahmi dengan tetangga dan family. Di setiap rumah, pun terlihat suasana gembira.
Pemilik rumah sumringah kedatangan tamu. Aneka makanan pun tersaji di meja.
Sebagian lagi tersaji di gelaran tikar atau karpet di lantai rumah.
Para tamu bisa memilih makanan yang tersaji. Sebagian makanan buatan tuan rumah seperti sagon, kelepon dan buah-buahan.
Ada pula nasi lengkap dengan lauk pauk seperti sate, ayam goreng, sambel goreng ati dan sup.
Baca juga: Ini Kampung Pijat Boyolali, Warganya Punya Keahlian Memijat Bayi hingga Program Hamil
Tuan rumah pun berkali-kali meminta para tamu untuk menyantap makanan yang tersaji.
Semakin banyak tamu yang datang, tuan rumah pun semakin senang.
Demikian pula jika tamu menikmati sajian, tuan rumah semakin puas.
Seperti terlihat di kediaman Nusfari warga Dusun Tunggulsari, Desa Sukabumi, Cepogo. Rumahnya dipenuhi para tamu dan kerabat.
Kursi dikeluarkan dari ruang tamu dan diganti dengan karpet agar bisa menampung lebih banyak tamu.
Nasfuri merasa senang lantaran sudah dua tahun tradisi sadranan tidak bisa digelar.
Baca juga: Gegara Api Kompor Sambar Bensin, 2 Kamar Indekos di Boyolali Terbakar, Rugi Rp 27 Juta
Baru tahun ini, tradisi tahunan ini bisa diadakan lagi. Dia pun tetap membuka pintu rumah alias open house.
Karena banyak saudara yang ingin mampir bersilaturami meski di sisi lain suasana sadranan tahun ini terasa lebih lengang.
"Tahun lalu mau sadranan ke makam harus nyolong-nyolong saat malam. Karena tradisi ini sudah turun temurun untuk mendoakan para leluhur. Yang merantau biasanya pulang dan lebih ramai lagi,” jelasnya, kepada TribunSolo.com, Minggu (20/3/2022).
Dia mengatakan sebelum pandemi Covid-19, pengunjung atau warga yang mengunjungi lebih banyak.
Bahkan arus lalu lintas di jalan-jalan desa di Sukabumi bisa sampai padat merayap.
“Tapi karena pandemi sempat berhenti dua tahun (2020-2021). Tahun ini juga terbatas, kalau dulu jalan depan rumah itu gak bisa dibiyak (diurai),” terangnya. (*)