Kuliner Solo
Sembunyi di Sudut Desa, Es Gosrok Mbah Sholah Jadi Jajanan Legendaris Wong Bayat Klaten Sejak 1950
Es Gosrok Mbah Sholah di Bayat, Klaten, sudah terkenal sejak 1950, tapi mempertahankan harga yang murah dan tetap dijual di warung yang kecil
Penulis: Ibnu Dwi Tamtomo | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Tak semua jajanan legendaris harus punya tempat berjualan yang megah.
Setidaknya, bagi warga Dusun Jimbung, Kecamatan Bayat, Klaten, mereka punya jajanan yang sangat dikenal bagi warga sedesa.
Baca juga: 5 Kedai Kuliner Kambing Paling Enak di Solo yang Wajib Dicicipi, Mana Langgananmu?
Jajanan itu adalah minuman menyegarkan Es Gosrok Mbah Sholah.
Kini, warga mengenalnya dengan nama Es Gosrok Pak Amir, karena Amir, meneruskan usaha ini dari Mbah Sholah, yakni ayahnya.
Es gosrok ini sederhana saja.
Tapi siapa sangka, es gosrok ini sudah dijual keluarga Amir turun temurun sejak tahun 1950.
Tak ada warga desa yang tak tahu segarnya es gosrok ini.
Awalnya, warung bernama Es Gosrok Mbah Sholah yang buka tahun 1950.
Amir ditemani sang istri yakni Triwi Musiam (62), saat berjualan.
Menurut Triwi, suaminya berjualan Es Gosrok ini sejak 10 tahun yang lalu.
"Ini saya meneruskan usaha milik bapak mertua sejak 10 tahun yang lalu, karena sudah sepuh, jadi suami dan saya yang meneruskan," ungkapnya.
Dahulu dirinya bersama suami mencari nafkah di Jakarta selama 25 tahun menjadi penjual rujak.
Keduanya lantas memutuskan untuk pulang, lantaran usia Mbah Sholah yang sudah sepuh.
Sirup Bikin Sendiri
Es Gosrok ini adalah kuliner yang sederhana saja.
Terdiri dari dawet, santan, sirup dan es batu yang dihaluskan dengan cara digosrok.
Tapi, sirup merah yang digunakan merupakan buatan sendiri.
Triwi mengolahnya dari gula pasir yang dicairkan dan ditambah pewarna makanan.
Harganya juga sangat murah.
Tribunners bisa mencicipi dengan mengeluarkan Rp 3.000 saja.

Dalam sehari, Triwi mengaku bisa menjual lebih dari 300 gelas.
Di Bulan Ramadan, yang dijual bisa jauh lebih banyak.
"Kalau dalam satu hari nggak pernah ngitung habis berapa, kalau 300 lebih," ungkapnya.
Dahulu es batu yang digunakan adalah bongkahan es balok besar.
Namun saat ini dirinya membuat es batu sendiri menggunakan freezer.
Meski sudah berganti generasi dan dipegang suaminya, Triwi menegaskan tak ada yang berubah dari cita rasa dan hal lainnya.
Seperti lokasi pun masih sama meski saat ini warungnya terbilang lebih kecil dibanding dahulu kala.
Baca juga: Gegara Api Pembakaran Sampah Merambat, Gudang Oven Tembakau di Klaten Terbakar
Bahkan model gelas yang dipakai hingga saat ini masih sama.
Sejak dirinya dan suaminya melanjutkan usaha tersebut hanya ada penambahan menu rujak sekitar 10 tahun ke belakang.
Selain itu, disajikan pula menu makanan bakmi dan capcay yang dibungkus dengan kertas minyak kecil-kecil.
Kacang goreng dan aneka kerupuk juga tersedia di meja sebagai hidangan tambahan.
Namun yang tetap dipertahankan sejak dahulu adalah tape dan roti yang biasa dicampurkan dalam es gosrok tersebut.
Maryono (45), mengaku sudah menjadi pelanggan tetap sejak tahun '90-an. Menurutnya rasa es gosrok langganannya masih mirip.
"Kalau biasanya es gosrok ini saya campur pakai roti atau tape, dari dulu udah gitu," kata Maryono.
Maryono mengatakan jika harga yang murah dan rasa yang masih terjaga membuatnya terus menjadi pelanggan setia selama puluhan tahun.
Bagi Tribuners yang mau mencicipi es gosrok Pak Amir bisa langsung mampir.
Lokasinya tepat di simpang empat gapura Desa Jimbung, Kecamatan Bayat, Klaten.
Atau bisa menggunakan google maps dengan kata kunci Es Gosrok Pak Amir.
Selama bulan Ramadan, warung tersebut buka setiap hari Senin sampai dengan Minggu, dari pukul 14.00 hingga habis. (*)