Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Terbaru Klaten

Mitos Suara Deru Langkah Kuda Saat Malam di Situs Pringgoloyo, Sudah Ada Sejak Zaman Megalitikum

Situs Pringgoloyo berada di Dusun Sukorejo RT 01 RW 09, Desa Sukorejo, Kecamatan Wedi, Klaten. Masyarakat sekitar mengkeramatkan situs tersebut

Tribunsolo.com/Ibnu Dwi Tamtomo
Situs Pringgoloyo atau Pringgolayan yang dikeramatkan warga Desa Sukorejo, Kecamatan Wedi, Klaten 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Situs Pringgoloyo adalah objek yang diduga cagar budaya (ODCB) situs tersebut diyakini merupakan peninggalan zaman megalitikum.

Situs tersebut berada di Dusun Sukorejo RT 01 RW 09, Desa Sukorejo, Kecamatan Wedi, Klaten

Secara umum, masyarakat sekitar lebih mengenal situs tersebut dengan nama Pringgolayan. Tapi tak banyak masyarakat yang tahu sejarah dari situs tersebut. 

Sebagian masyarakat mempercayai lokasi itu tempat yang dikeramatkan, sehingga kesan angker begitu terasa saat berada di sana. 

Apalagi dahulu tempat tersebut dikelilingi pohon bambu, ditambah belum adanya penerangan saat malam hari.

Masyarakat seki­tar percaya, jika situs Pringgoloyo merupakan tempat tinggal makhluk gaib berwujud manusia yang dikenal dengan nama Raden Bagus Munyul.

Baca juga: Cerita Pria Asal Klaten dan Kakak Perempuannya, Tertipu Rp470 Juta Demi Bisa Masuk CPNS Tanpa Ujian

Baca juga: Satpam Asal Klaten Rela Tak Tidur Demi Tiket Persebaya vs Persis Solo, Pulang Kerja ke Persis Store

Sosok itu disebut gemar memelihara harimau putih dan kuda putih.

Mitosnya hingga kini, suara deru langkah kuda putih masih sering terdengar oleh penduduk pada waktu ter­tentu di malam hari.

Sugiarto (45) warga Dusun Sukorejo, mengaku sebagai ahli waris secara turun-temurun yang menjaga situs tersebut. 

"Secara turun-temurun garis keturunan dari buyut (nenek moyang) hingga ke saya menjaga tempat ini," jelas Sugiarto kepada TribunSolo.com, Jum'at (20/5/2022).

Dia mengatakan dapat berinteraksi dengan penunggu yang menjaga di tempat tersebut. 

Kemampuan itu diklaim ada dengan sendirinya. Sugiarto menduga hal itu dikarenakan sejak kecil dirinya tumbuh di lingkungan tersebut. 

"Saya enggak tahu kenapa bisa berinteraksi (makhluk metafisika). Tapi dari kecil saya tahu semua, ada apanya, siapa namanya dan sampai saya sering didatangi dan ngomong sama saya kalau kamu punya hak disini, kamu punya rejeki disini, ini punyamu," ungkapnya menirukan pesan penunggu tempat tersebut. 

Hingga suatu waktu, ada rumah yang akan dibangun di sekitar situs tersebut. 

Baca juga: Kisah Kamar Bung Karno di Loji Gandrung Solo, Benarkah Mistis dan Angker? Ini Pengakuan Gibran

Baca juga: Disdukcapil Klaten Luncurkan Layanan Sakura, Apa Manfaatnya? 

Saat itu Sugiarto bermimpi sedang mengendarai sepeda motor. Saat melintas di situs tersebut terlihatlah dua sosok perempuan.

Salah satu sosok dipercaya sebagai ibu kandungnya, sementara lainnya adalah ibu-ibu yang memberi pertanyaan kepadanya.

"Apa kamu terima jika rumah kamu dibuat seperti ini. Langsung saya jawab secara alam gaib ini punya saya dan kamu, tapi secara fisik ini bukan punyaku," ucapnya. 

Dalam mimpi Sugiarto lantas beranjak pulang, dan sesampainya dirumah dia terbangun dari mimpi. 

Ternyata saat dia mengecek, didapatinya ada pondasi rumah sudah dibangun disekitar situs tersebut. 

Sugiarto tak memungkiri jika tempat tersebut dikeramatkan oleh warga. Sampai ada warga yang datang untuk mencari berkah. 

Salah satu pengunjung Situs Pringgoloyo saat tengah bersembahyang
Salah satu pengunjung Situs Pringgoloyo saat tengah bersembahyang

"Ada yang kesini itu untuk nyari kemakmuran, ketentraman dan, kekayaan, itu saat simbah saya masih ada," ungkapnya.

Biasanya itu terjadi saat malam Jum'at Legi, dengan membawa telur ayam kampung, rokok gudang garam kretek dan uang seikhlasnya.

Dia menegaskan jika semua itu akan terkabul saat niatnya baik. Sebaliknya, berapa kali datang pun tetap tidak akan terkabul jika niatnya buruk.

Baca juga: Kronologi Kebakaran di Plosowangi Klaten, Obat Nyamuk Bakar Buat Rumah Hangus Dilalap Si Jago Merah

Baca juga: Kayuhan Terakhir Mbah Teguh Pesepeda Asal Klaten : Meninggal saat Gowes Menuju IKN di Kalimantan

Sugiarto lantas menceritakan sosok klangenan alias hewan peliharaan dari Raden Bagus Munyul yakni harimau putih dan kuda putih.

"Ada suara kuda berlari dan gemerincing lonceng. Biasanya kalau mendengar suara itu setelah kesini itu tanda kalau permintaannya akan terkabul, tapi lebih mantapnya lagi kalau sampai rumah masih dengar suara itu," terangnya. 

Sugiarto mempersilakan orang datang berkunjung, namun dia berpesan jangan ada barang yang diambil dari tempat itu. 

Termasuk niatan membongkar lokasi tersebut. Penolakan Sugiarto dikarenakan Situs Pringgoloyo adalah objek yang diduga cagar budaya (ODCB).

Dia memiliki keyakinan jika situs ini dibongkar bisa memberikan dampak kepada warga sekitar.

"Kalau mau kesini berkunjung atau mau meneliti tempat ini silahkan asalkan tidak ada yang dirubah apalagi sampai dibongkar. Terus terang saya tidak boleh dan keluarga saya juga kemungkinan tidak memperbolehkan," tegasnya. 

Sementara itu, Kepala Desa Sukorejo Suryono mengaku tak mengetahui Situs Pringgoloyo merupakan ODCB. Sebab tidak ada dokumen atau catatan sejarah di kantornya mengenai tempat tersebut. 

"Yang kita tahu ini hanya pekarangan biasa, karena tidak ada catatan sejarah tentang tempat tersebut," ujar Suryono.

Baca juga: Kisah Teguh Pesepeda Asal Klaten : Pamit Istri Jelajah Indonesia, Hembuskan Napas saat Menuju ke IKN

Baca juga: Kisah Guru Honorer Klaten Jadi PPPK : Terharu Tak Bisa Berkata-kata, Gajinya Dulu Rp 100 Per Bulan

Kini, usai dirinya mengetahui sejarah dan pentingnya tempat tersebut, pihaknya berjanji akan merawat tempat tersebut. 

"Nantinya kita akan ikut merawat, syukur nanti kalau dari Pemerintah ada yang kesini agar bisa didaftarkan menjadi situs cagar budaya," tambahnya.

Humas Komunitas Pemerhati Cagar Budaya (KPBC) Klaten, Hari Wahyudi mengatakan pernah dilakukan penelitian terkait Situs Pringgoloyo dan laporannya diterbitkan pada tahun 1885. 

"Pernah diteliti, benda yang diduga cagar budaya yang berasal dari masa pra sejarah yakni situs megalitik yang lebih dikenal dengan situs Pringgolayan," kata Hari. 

Hari menjelaskan jika zaman megalitikum dikenal sebagai zaman batu besar.

Secara etimologis kata megalitikum sendiri berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu.  

Ciri utama dari zaman prasejarah ini ialah dimana manusia dapat menciptakan bangunan-bangunan besar yang berbahan dasar batu.

Manusia pada zaman itu juga masih belum mengenal huruf atau pra-aksara, serta mulai mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme (memuja roh nenek moyang). Namun mereka sudah pandai dalam membuat simbol-simbol.

"Kalau dari kajian arkeologi, pola berbentuk setengah lingkaran dari batu-batu yang dikumpulkan adalah simbol kematian. Dapat diartikan juga sebagai kuburan zaman pra sejarah," ungkapnya. 

Dikatakan Hari, ada perbedaan dengan data yang dia baca. Diantaranya adalah jumlah batu yang ada dan lokasi tempat batu tersebut. Seharusnya batu tersebut membentuk pola oval, namun itu tidak nampak di lapangan. 

"Dibandingkan dengan foto hasil penelitian dahulu (1885), jumlah batu yang terlihat juga kurang dari 7 dengan sedangkan bentuk sudah tidak seperri lingkaran lagi (oval)," ungkapnya. 

"Perubahan ini membuat sulit untuk mendeskripsikan apakah situs ini termasuk megalitik atau tidak," tegasnya.

Hari pun menegaskan, perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap situs tersebut untuk mendapatkan kepastian data.  Namun keinginan itu terhalang pemilik tanah yang tidak mengizinkan adanya penelitian lebih dalam. 

Baca juga: Warga 5 Desa di Klaten Banjir Uang,Diguyur Rp 6,4 Miliar untuk Tanah Mereka yang Kena Tol Solo-Jogja

Baca juga: Mesin Cuci Bawa Petaka saat Ditinggal Pergi, Bikin Rumah Warga di Polanharjo Klaten Hangus Terbakar

"Kita tetap menghormati keputusan itu, namun disayangkan karena ini berhubungan dengan sejarah yang perlu diwariskan untuk generasi selanjutnya," kata Hari.

Sedangkan Ketua KPCB Klaten, IGG Wisnu Hendrata, menyebut akan melaporkan temuan tersebut kepada dinas terkait. 

"Kami akan melaporkan kepada dinas yang terkait, untuk dilakukan penelitian yang kita duga sebagai situs megalitik, sehingga dari OBCB dapat berubah menjadi Cagar Budaya," harap Wisnu. 

Untuk mewujudkan harapan itu, dirinya mengaku siap mengawal proses yang berjalan. Jika nantinya situs tersebut dijadikan cagar budaya, dipercaya bakal memberikan dampak positif bagi desa setempat.

Menurutnya, penelitian untuk memastikan situs itu cagar budaya atau bukan dapat dilakukan tanpa harus memindahkan obyek yang diduga cagar budaya tersebut. 

"Sejauh ini, situs megalitik ini satu-satunya yang ada di Kabupaten Klaten," ucapnya.

Selain itu, Wisnu menegaskan warga yang memiliki tanah itu tidak perlu khawatir. Perubahan menjadi cagar budaya bakal dilanjutkan dengan mekanisme ganti kerugian. 

TribunSolo.com juga berkesempatan menemui, Tri Suryani (20), salah satu pengunjung Situs Pringgoloyo yang mengaku sebagai penganut agama Hindu. 

Tri mengaku datang dengan tak ada rencana sembahyang untuk para leluhur di Situs Pringgoloyo. Aksi itu dilakukannya spontan ketika berada di lokasi.

"Spontan saja, saat sampai lokasi jeda beberapa saat saya langsung melakukan sembahyang," kata Tri. 

 
Menurutnya, apa yang ia lakukan merupakan bentuk aplikasi ajaran agama yang dianutnya, yakni Panca Yadnya. Dimana salah satunya adalah Pitra Yadnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Pitra Yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci yang di tujukan kepada roh-roh para leluhur dan bhatara-bhatara karena mereka lah yang membuat kita ada di dunia hingga kita dewasa. 

Selain itu, Pitra Yadnya ini bertujuan menyucikan roh-roh para leluhur agar mendapatkan tempat yang layak di kahyangan.

"Menurut kepercayaan saya terdapat salah satu ajaran Panca Yadnya," pungkasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved