Jokowi Sebut Harga BBM dan Beras di Indonesia Lebih Murah Dibanding Negara Lain, Sinyal Bakal Naik?
Kata Jokowi, saat ini pemerintah masih berupaya keras menahan supaya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite tidak naik dari angka Rp 7.650.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA -- Pemerintah sampai saat ini masih menekan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, sehingga jauh lebih murah daripada harga di negara-negara lain.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan kebijakan pemerintah terkait BBM dalam acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (24/5/2022).
Kata Jokowi, sampai saat ini pemerintah masih berupaya keras menahan supaya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite tidak naik dari angka Rp 7.650 per liter.
"Di Singapura sekarang harga BBM sudah 32.000, Jerman sudah diangka 31.000, Thailand 20.000, kita ini Pertalite masih 7.650, sekali lagi Rp 7.650. Pertamax 12.500. Yang lain (harganya) sudah jauh sekali," kata Jokowi dalam tayangan di YouTube Sekretariat Presiden.
Baca juga: Selama April, Inflasi Kota Solo Naik Sebasar 1,47 Persen, Faktor Utama Kenaikan Harga BBM
Baca juga: Kisah Pemudik Kesulitan Cari BBM di Tol Trans Jawa Hingga Istirahat di Rest Area Boyolali Dibatasi
Jokowi pun menyebut upaya ini tidak mudah.
Pasalnya, di saat bersamaan subsidi energi dari APBN yang harus ditanggung pemerintah jumlahnya juga semakin besar.
"Kapan kita bisa menahan, sampai kapan kita bisa menahan ini, ini pekerjaan kita bersama-sama.”
“Sehingga saya minta kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sekali lagi memiliki sense yang sama. Berat, menahan harga seperti itu berat," tuturnya.
Dirinya menambahkan, pemerintah juga menahan kenaikan harga di sektor energi, termasuk gas dan listrik, serta harga bahan pangan.
Beras misalnya, di Indonesia harganya masih Rp10.700 per kilogram.
Jokowi mengklaim angka tersebut jauh lebih murah dibandingkan negara-negara lain yang sudah naik 30-40 persen, bahkan melewati angka 60 persen.
Menurut Jokowi, kenaikan sejumlah komoditas itu menyebabkan angka inflasi melonjak.
Bahkan, di Amerika Serikat kenaikan inflasinya mencapai 8,3 persen, padahal sebelumnya tak pernah lebih dari satu persen.
Sedangkan, lonjakan inflasi di Turki mencapai hampir 70 persen.
Berkaca dari kasus di beberapa negara tersebut, Presiden Jokowi pun bersyukur inflasi di Indonesia masih di angka 3,5 persen.
"Tetapi karena kita menahan Pertalite, menahan gas, menahan listrik, begitu itu kita ikutkan ke harga perekonomian ya pasti inflasi kita akan mengikuti, naik," ucap Jokowi.
Kata Jokowi, dalam beberapa waktu belakangan, semua negara mengalami situasi sulit.
Seharusnya saat pandemi virus Corona usai, setiap negara merencanakan pemulihan ekonomi.
Namun, ketidakpastian global terus menerus terjadi.
Ditambah lagi dengan perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai.
Oleh sebab itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga berharap para menteri, kepala lembaga, jajaran kepala daerah, hingga pimpinan BUMN memiliki kepekaan atau sense of crisis atas keadaan ini.
Dirinya pun mewanti-wanti jajarannya agar memanfaatkan anggaran secara tepat.
"APBN kita, APBD kita, anggaran yang ada di BUMN, betul-betul harus kita pegang erat agar pemanfaatannya bisa betul-betul fokus ke titik yang kita tuju. Karena uangnya gede banget, besar sekali," urai pria yang pernah menjadi Walikota Solo itu. (*)