Berita Sragen Terbaru
Kisah Koko Jadi Perajin Bumerang hingga Digemari Pembeli Luar Negeri : Lulusan SMA, Awalnya Iseng
Koko Handoko (42) ketika ditanya bagaimana awalnya memulai usaha membuat bumerang hingga digandrungi pembeli luar negeri, jawabannya iseng.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Iseng, begitu kata Koko Handoko (42) ketika ditanya bagaimana awalnya memulai usaha membuat bumerang.
Ya, Koko merupakan seorang seniman yang selama dua tahun ini membuat karya bumerang.
Bumerang sendiri awalnya adalah alat berburu suku Aborigin dari Australia yang kini sudah dikembangkan menjadi olahraga yang dipertandingkan.
Meski begitu, bumerang masih cukup awam ditelinga masyarakat Indonesia.
Warga Desa Bendungan, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen itu memang memiliki dasar di bidang seni, meski hanya tamatan bangku SMA.
Awalnya, ia merupakan seniman membuat sepeda motor custom yang ia mulai sejak tahun 2004.
Ia juga sempat bekerja di salah satu bengkel di Pulau Bali dan kemudian kembali ke Sragen.
Baca juga: Dikira Pengangguran, Pria di Sragen Ahli Bikin Bumerang, Hasilnya Dibeli Orang Italia hingga Jerman
Baca juga: Oleh-oleh Unik di Sragen : Keripik Gedebog Pisang, Dulu Dibuang Kini Disayang, Rasanya Gurih
Namun, tahun 2020 ia terdampak pandemi sehingga pesanan sepeda motor custom tersendat.
Awal Koko menekuni bumerang karena rasa penasarannya, bagaimana alat pipih itu ketika dilempar bisa berbalik lagi.
"Awalnya itu iseng, karena penasaran, apa iya bumerang bisa balik lagi," ujarnya kepada TribunSolo.com, Sabtu (23/7/2022).
Setelah itu ia mencari informasi di internet bagaimana cara membuat bumerang.
Koko pun sempat merasa frustasi, bumerang pertama kali ia buat tidak bisa berbalik lagi ke arahnya.
"Awal nggak bisa balik, butuh waktu satu minggu, akhirnya bisa balik sekali ya senang, padahal masih berbentuk standar," terangnya.
Jiwa seninya yang tinggi kemudian ia mencoba melakukan improvisasi untuk bentuk dan desain bumerang.
"Waktu itu saya posting di Facebook, terus ada yang komen, profilnya orang Jerman, menanyakan apakah bumerangnya dijual," jelasnya.
"Dan gak tahunya dia adalah presiden bumerang dunia, dari situ diexpose dan baru tahu ada semacam komunitas bumerang," jelasnya.
Orang Jerman yang dimaksud ialah Gueten Moeller yang merupakan kolektor bumerang sejak tahun 1980an.
"Menurutnya baru kali ini memegang bumerang yang unik, yaitu buatan saya, setelah itu selama dua tahun dia rajin memesan," terangnya.
Bahkan Gueten meminta kepada Koko untuk terus berkarya saking uniknya desain maupun bentuk bumerang buatannya.
"Setiap yang saya bikin unik dari yang lain, dan saya pikir, kalau tidak unik tidak ada orang luar yang mau beli, disana ada ngapain beli disini," ungkapnya.
Sesuai Permintaan Pelanggan
Dalam membuat bumerang, ia sesuaikan dengan permintaan pemesannya.
Pemesan hanya perlu menyampaikan tema yang ingin ia buat, kemudian Koko mulai mendesain.
"Buatnya kalau saya kayak bikin challange, kamu punya tema apa saya bikinkan, cuma nyebut tema, jadi yang mikir peforma dan gambar saya sendiri," jelasnya.
"Seperti tema cabai ini, saya yang berfikir sendiri desainnya, masih sketsa saya kirimkan, dan setuju, awalnya pesan 5 sekarang jadi 10," ujar Koko.
Baca juga: Kata Gusti Moeng Jika Kebo Bule Nekat untuk Kirab Malam 1 Suro : Bisa Kocar-kacir
Baca juga: Apesnya Harjanto di Klaten : Baru Ditinggal 5 Menit, Rumahnya Terbakar, Kerugian Capai Puluhan Juta
Dalam membuat bumerang, menurut Koko ada rumus tersendiri baik ukuran, berat, hingga sudut kemiringan.
Tak hanya itu, proses pewarnaannya ia menggunakan teknik airbrush.
"Jadi apabila ada detail-detail kecil bisa saya kerjakan hingga 3 hari," katanya.
Satu buah bumerang sendiri dihargai sekitar 70 Euro atau saat ini berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
Memang saat ini, ia khusus melayani permintaan dari luar negeri karena lebih diapresiasi.
Pelanggannya kini kebanyakan dari Jerman, Swiss, Italia, Turki hinga Argentina. (*)