Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Boyolali Terbaru

Asal-usul Umbul Tlatar Boyolali, Terkait Kisah Ki Ageng Wonotoro yang Mencari Sumber Air

Sejarah munculnya Umbul Tlatar tak lepas dari cerita Ki Ageng Wonokusumo. Saat itu dia tidak bisa menahan godaan untuk menoleh.

Penulis: Tri Widodo | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Tri Widodo
Umbul Tlatar di Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI- Terjadinya Umbul Tlatar tak lepas dari kisah Ki Ageng Wonokusumo, Wonoroto, Desa Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali.

Dikisahkan saat itu, Ki Ageng Wonokusumo yang merupakan seorang wali yang menyebarkan agama Islam di wilayah Sambi bagian barat resah dengan kondisi lahan pertanian masyarakat.

Saat kemarau datang, tak banyak aktivitas pertanian yang bisa dikerjakan masyarakat.

Ancaman kelaparan karena tak adanya sumber mata air yang bisa digunakan untuk mengolah lahan pertanian kerap terjadi.

Selain itu, Ki Ageng Wonokusumo juga kesulitan mendapatkan air untuk bersuci sebelum melaksanakan salat di Masjid Tiban.

Melihat kondisi ini, Ki Ageng Wonokusumo tak bisa tinggal diam.

Wali itu kemudian berjalan menuju gunung Merbabu untuk meminta petunjuk ke Ki Ageng Pantaran supaya ada sumber air yang bisa digunakan untuk bersuci dan menyuburkan tanah pertanian warga Catur dan sekitarnya.

Oleh Ki Ageng Pantaran, Wonokusumo atau yang disebut Ki Ageng Wonotoro  diminta untuk melakukan tirakat selama 40 hari 40 malam di Sipendok, salah satu sumber mata air di gunung Merbabu.

"Setelah tirakat selama 40 hari itu, Ki Ageng Wonotoro diminta kembali ke Wonotoro," kata Suripto, salah satu tokoh masyarakat di Desa Ngagrong, Kecamatan Gladagsari, Kamis (15/9/2022).

Namun, lanjutnya selama perjalanan kembali ke Wonotoro, Ki Ageng Pantaran mewant-wanti agar tak menoleh kebelakang.

Baca juga: Uniknya Tradisi Lampetan : Cara Warga Jaga Umbul Tlatar Boyolali, Sembelih Bebek Putih di Dalam Air 

Apapun yang terjadi, Ki Ageng Wonokusumo jangan pernah sedikitpun menoleh ke belakang.

Pantang itu pun terus dijaga selama perjalanan kembali. Setiap ada 'godaan' Ki Ageng Wonokusumo bisa melaluinya.

Akan tetapi, sesampainya di wilayah Tlatar, godaan untuk menoleh kebelakang yang terima Ki Ageng Wonotoro semakin besar.

Saat itu, Ki Ageng Wonokusumo mendengar suara gemuruh yang sangat keras layaknya bongkahan batu-batu besar yang akan menggeruduknya.

Ki Ageng yang tak kuat menahannya akhirnya menoleh ke belakang.

Saat ditoleh, ternyata tidak ada apa-apa, Ki Ageng Wonokusumo pun terus berjalan menuju Wonotoro.

"Setelah sampai di Wonotoro, air yang diminta tak kunjung ada. Ki Ageng Wonokusumo pun kembali ke gunung Merbabu untuk menemui Ki Ageng Pantaran," jelasnya.

Ki Ageng Pantaran yang sudah tau jika Ki Ageng Wonokusumo gagal menjaga amanatnya itu, menjelaskan jika air yang diminta muncul di Tlatar, lokasi menolehnya Ki Ageng Wonokusumo.

Untuk membuktikannya, Ki Ageng Pantaran kemudian menyelamkan seekor bebek putih dari sendang Sipendok.

"Ki Ageng Pantaran kemudian mengatakan sebagai buktinya Bebek ini nanti akan keluar di Tlatar dan benar bebek itu kemudian keluarnya di Umbul Tlatar," tambahnya.

Ki Ageng Wonokusumo pun kecewa karena  usahanya selama 40 hari gagal.

Untuk mengobati kekecewaan Ki Ageng Wonokusumo, Ki Ageng Pantaran berkata, jika air di Tlatar ini tetap akan sampai ke Wonokusumo dan sekitarnya.

"Kemudian muncul saluran air dari umbul Tlatar yang menuju masjid Wonotoro," kata dia.

"Selain itu, di depan masjid Wonotoro itu juga ada kolamnya yang bisa digunakan untuk mensucikan diri. Kemudian airnya juga dimanfaatkan untuk lahan pertanian," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved