Breaking News
Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Menilik Kesejahteraan Petani di Sragen Kini, KTNA : Semakin Luput dari Perhatian Pemerintah

Angka kemiskinan 13 persen di Kabupaten Sragen menggambarkan masih belum sejahteranya petani. Sebab 70 persen penduduk Sragen merupakan petani

Tribunsolo.com/Septiana Ayu Lestari
Ketua KTNA Sragen, Suratno saat ditemui TribunSolo.com. Suratno mengatakan angka kemiskinan 13 persen di Sragen menggambarkan belum sejahteranya petani Sragen. Sebab 70-80 persen warga Sragen merupakan petani. 

"Ini makanya kalau pandangan kami, petani Sragen hanya cukup pas-pasan untuk makan saja, belum sampai pada taraf petani Sragen mampu dalam hal kesejahteraan," terangnya. 

Baca juga: Kawasan Sambungmacan Setelah Banyak Dibangun Pabrik: Petani Milenial Langka, Warung Kecil Tumbuh 

Baca juga: Pemuda di Sragen Curi Kartu ATM Milik Bos Toko, Kuras Puluhan Juta, Uangnya Dipakai untuk Foya-foya

Semakin kesini, menurut Suratno perhatian pemerintah kepada para petani juga semakin berkurang. 

Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang semakin menyulitkan para petani. 

"Kalau perhatian (pemerintah) sekarang jauh dari apa yang dulu dikonsepkan, kenapa saya katakan jauh dari keberpihakan karena beberapa hal," terangnya. 

"Pertama dikuranginya pupuk subsidi, karena permasalahan petani sebenarnya ada di hulu yakni pupuk, dan hilir pada penjualan, ketika hulu pupuk dikurangi, otomatis tidak berpihak pada petani," imbuhnya. 

Ia melanjutkan permasalahan di hilir terjadi berkaitan dengan Bulog, yang dulu merupakan badan ketahanan pangan yang menjadi harapan para petani. 

"Terlepas dari permasalahan yang ada di Bulog, sekarang bulog kan menjadi perum, kalau perum tidak bisa mengcover, dia harus mencari profit, apalagi sekarang bulog juga jualan gandum, gula," terang Suratno. 

Yang tak kalah penting, yakni pemerintah yang tidak bisa menstabilkan harga pasar, yang sangat fluktuatif. 

"Petani sampai bingung, pedagang sampai bingung, masyarakat sampai bingung, karena pemerintah tidak punya kekuatan untuk menstabilkan harga," jelasnya. 

"Ini yang menjadi jawaban, kalau ditanya perhatian, sekarang (petani) lepas dari perhatian, karena negara ini tidak mementingkan pertanian itu, padahal petani itu sangat penting, coba bayangkan petani mogok menanam," kata Suratno menambahkan.

Suratno pun juga menyampaikan sebuah bait puisi, yang menggambarkan kondisi para petani saat ini, terlebih saat pandemi covid-19. 

Ketika covid, 
Petani katanya pahlawan tanpa tanda jasa
Petani katanya pertahanan ketahanan pangan negara
Petani katanya paling kuat ketika covid-19
Tapi, ketika kita sudah bangkit dari covid-19
Disayat dengan pupuk subsidi dikurangi
Disayat dengan harga BBM naik
Disayat dari kekuasaan anggota dewan dan pejabat, artinya ini akibat dari buah kebijakan.

(*) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved