Berita Solo Terbaru
Kata Pengamat Ada Usul Densus 88 Dibubarkan : Bahaya Jaringan Terorisme Akan Kuat, Teror Meningkat
Akhir-akhir ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror bergerak mengamankan terduga teroris.
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Akhir-akhir ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror bergerak mengamankan terduga teroris.
Salah satunya sebanyak delapan terduga di Riau.
Bahkan, kemarin saat ledakan di Asrama Polisi Sukoharjo, sempat ada dugaan aksi terorisme.
Meskipun langsung disanggah oleh Polda Jateng, jika itu bukan teror.
Di tengah aksi Densus 88, ada wacana pembubaran Densus 88 hingga menuding bahwa terorisme itu adalah proyek belaka.
Pengamat Terorisme, Amir Mahmud, menilai bahwa anggapan tersebut muncul dari orang yang kehilangan rasa dan akal sehat.
"Terlihat dalam isi penyampaian yang tidak bermutu tanpa disertai perkembangan data dan fakta yang ada, sehingga bersifat provokatif," terang dia kepada TribunSolo.com, Selasa (27/9/2022).
Menurutnya, kehadiran Densus 88 merupakan salah satu upaya penting dalam memerangi bahaya terorisme di tanah air.
Pasalnya, tindak kejahatan kemanusiaan yang menimbulkan korban tidak berdosa itu, kata dia, tidak dibenarkan oleh hukum dan tidak dibenarkan agama manapun.
Baca juga: 8 Terduga Teroris Ditangkap Densus 88 di Aceh, Jaringannya Masih Didalami
Baca juga: Biodata Kombes Pol Iwan Saktiadi, Kapolresta Surakarta Pengganti Kombes Ade Safri Simanjuntak
Amir mengatakan, aksi terorisme termasuk dalam tindak pidana khusus sehingga diperlukan proses penanganan khusus, bukan ditangani oleh Polisi pada umumnya.
"Karena itu tugas Densus 88 AT menyelenggarakan kegiatan intelijen, pencegahan, penindakan, penyidikan, identifikasi, dan sosialisasi penanggulangan tindak pidana terorisme," kata dia.
Keberadaan Densus 88 menurutnya juga perlu mendapat apresiasi, sebab pemberantasan terorisme di Indonesia benar-benar dilakukan dengan profesional.
Sementara itu, seperti disampaikan oleh Kepala Densus 88 pada Maret lalu, sejak tahun 2020 hingga Maret 2022 ada 658 teroris ditangkap Densus 88.
Dengan perhitungan secara kuantitatif, penangkapan tersebut meningkat sekaligus membuktikan bahwa sel-sel teroris masih hidup dan berkembang dengan berbagai bentuk perubahan.
"Jika Densus dibubarkan, dampaknya jaringan terorisme akan semakin kuat meneror masyarakat Indonesia dan akan semakin banyak lagi korban berjatuhan akibat terorisme," terang Amir Mahmud.
Atas kondisi itu, Amir berharap agar masyarakat tidak dijejali dengan isu-isu yang bertujuan untuk mencapai keuntungan salah satu kelompok.
Amir menilai, para tokoh itu seharusnya senantiasa mengajak kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak kekerasan dan bukan menanamkan kebencian.
Sebagai konklusinya, dia meyakini bahwa dalam pemberantasan radikalisme dan terorisme yang dilakukan Densus 88 merupakan tindakan yang profesional.
"Tidak didasarkan kepada kepentingan suatu golongan, atau kelompok maupun suatu agama tertentu. Karena itu tidak ada hubungannya dengan Islamophobia maupun kriminalisasi ulama," pungkasnya. (*)