Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Asal-usul Dukuh Tunggon Sragen : Soal Kesetiaan, Istri Menunggu Suami Lama, Ternyata Meninggal Dunia

Menunggu itu tidak semua orang mampu, tetapi di Sragen ada daerah yang mempunyai cerita soal menunggu.

Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Septiana Ayu
Gapura masuk Dukuh Tunggon, di Desa Karangpelem, Kecamatan Kedawung Kabupaten Sragen. Di dukuh itu yang dalam bahasa Indonesia adalah menunggu, mempunyai cerita unik. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Menunggu itu tidak semua orang mampu.

Namun di Kabupaten Sragen, ada kisah soal menunggu.

Adalah Dukuh Tunggon, Desa Karangpelem, Kecamatan Kedawung.

Di dukuh itu, ada kisah sepasang suami istri di balik penamaan Dukuh Tunggon.

Hal itu berkaitan dengan asal-usul nama Dukuh Tunggon, yang diambil dari bahasa Jawa, yang berarti menunggu.

Dikutip dari Buku Cerita Pedusunan karya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sragen, asal usul Dukuh Tunggon berawal dari kisah hidup Ki Kerto Menggolo.

Ki Merto Menggolo merupakan anak dari Eyang Derpoyudho dan Widuri.

Tercatat, Ki Merto Menggolo pernah menjadi panglima perang yang hidup di era Mataram Kartasura sekitar tahun 1700-an.

Pada perjalanannya, Ki Merto Menggolo yang mengganti namanya menjadi Mbah Sedo ini, memilih menetap dan tinggal di suatu daerah yang terdapat banyak sumber mata air dan dengan suasana asri khas pedesaan.

Mbah Sedo tinggal bersama istrinya, yang oleh warga sekitar memanggilnya dengan nama Mbah Sedo Putri.

Baca juga: Deretan Mobil Gran Max hingga Toyota Innova Hangus Terbakar di Bengkel Kartasura : Tinggal Rangka

Baca juga: Cerita Mistis Jembatan Jurug A Penghubung Karanganyar-Solo : Sosok Gaib Hilang di Tengah Jembatan

Tetua Dukuh Tunggon, Citro Suparno menceritakan awal mula tempat tinggalnya itu dinamakan Dukuh Tunggon.

Citro bercerita dulu Mbah Sedo Kakung hendak pergi namun terpeleset di sungai.

Mbah Sedo Kakung pun hanyut dan jasadnya ditemukan di Desa Celep.

"Mbah Sedo kakung ke sungai, dan hanyut, kemudian jasadnya ditemukan di Desa Celep, maka disebut sebagai Desa Celep, karena klelep (tenggelam)," katanya saat ditemui TribunSolo.com.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved