Berita Boyolali Terbaru
Membina Difabel Tanpa Henti, Amal Kebaikan Pertamina Abadi
Workshop Pertamina Kresna Patra di Boyolali mempunyai cerita tersendiri, karena banyak meluluskan difabel sehingga memiliki keahlian menjahit.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Senyum Abdul Rosyid mengembang saat detik-detik akan meninggalkan Workshop Pertamina Kresna Patra.
Pemuda 19 tahun itu dinyatakan lulus mengikuti pelatihan menjahit yang berada di Desa Klewor, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Perjalanan menempuh jarak 69,2 km dari rumahnya di Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar ke lokasi workshop terbayar sudah.
Selama sebulan, anak petani yang sempat meratapi nasib bakal menjalani masa suram dalam hidupnya karena tangannya diamputasi, akhirnya ceritanya berubah ceria.

Maklum, dia sempat koma selama sebulan usai menabrak truk tronton, sehingga mengalami tekanan yang berat.
Namun tepat tanggal 1 Oktober 2022, Rosyid riang gembira karena diterima sebagai pekerja profesional di pabrik internasional PT Pan Brothers.
Di perusahaan, tentunya Rosyid mendapatkan upah sesuai dengan ketentuan di daerah tersebut yakni Upah Minimum Kabupaten (UMK).
"Pernah berpikir hidup suram, karena tangan satu hilang. Sementara saya anak pertama yang bakal jadi kebanggaan orang tua," aku dia kepada TribunSolo.com, Sabtu (29/11/2022).
Namun Tuhan berkata lain, hidupnya berwarna setelah menemukan Kresna Patra.
Bersama orang-orang yang memiliki tujuan sama, Rosyid menimba ilmu dengan 'mondok' selama sebulan hingga memiliki keterampilan menjahit.
Dia tidur di rumah yang masih dalam satu bagian dengan ruangan workshop selama sebulan.
"Habis lulus SMK kecelakaan itu terus nganggur. Tapi dapat kabar ada Kelompok Kresna Patra, saya izin orangtua untuk masuk (pelatihan)," kata dia.
"Apalagi saya masih muda, bisa jadi tulang punggung keluarga," jelasnya.
Beruntung saat itu, keluarga mendukung sehingga Rosyid menekuni menjahit di mana sebelumnya tak bisa apa-apa.
Hasilnya, bisa membuat aneka baju, celana hingga pakaian jenis lainnya.
"Saya belajar pagi, siang sampai malam, setiap hari begitu selama sebulan. Alhamdulillah bisa menjahit meski dengan tangan satu," aku dia bangga.
"Dari tak bisa apa-apa, jadi punya keahlian dan punya pendapatan. Saya beruntung sekali bertemu Kresna Patra," jelasnya.
Begitu juga dengan Daryono, pria 46 tahun yang kini menjadi kebanggaan keluarganya.
Dia yang merupakan warga sekitar Kemusu mengaku sempat terpinggirkan dan pasrah tak bisa apa-apa karena kondisinya yang lumpuh layu.
Tetapi selama tiga tahun bersama Kresna Patra, Daryono pun lihai menjahit, mulai dari memuat kemeja, daster, dompet hingga masker.
Baca juga: BPBD-Damkar Klaten Gelar Simulasi Kebakaran di SLB Dharma Anak Bangsa, Beri Bekal ke Siswa Difabel
Baca juga: Pemerintah Gelontorkan Rp 502 T untuk Subsidi BBM, Sri Mulyani Punya Permintaan Khusus ke Pertamina
Dia bercerita saat belum bertemu Kresna Patra, merasa tak menjadi orang seutuhnya seperti orang normal pada umumnya.
"Dulu ya pedih, tak dianggap, tak punya mimpi. Tapi tiga tahun ini malah bisa ngasih orang tua, ya Rp 1 juta, ya bisa Rp 2 juta," tutur dia.
Daryono menyadari, karena memang tak bisa seperti yang lainnya kerja di pabrik, karena kondisi kakinya harus menggunakan alat bantu kursi roda khusus.
Namun dia tak ciut nyali, karena dengan wadah Kresna Patra dia menjadi orang yang kembali mempunyai mimpi.
"Saya tak membayangkan jika tak bertemu Kresna Patra, mungkin akan mengurung terus. Tetapi kini bisa layaknya orang normal bermanfaat untuk keluarga," jelas dia.
Ratusan Difabel Dibina
Ketua Pembina sekaligus Pendamping Kresna Patra, Sri Setyaningsih mengungkapkan, jika Rosyid dan Daryono adalah sebagian kecil orang-orang difabel yang dibinanya.
Dia mulai menyatukan 'balung pisah' atau tulang yang terpisah-pisah dengan membuat kelompok yang dimulai pada tahun 2018.
Namun sejak bertemu dengan PT Pertamina (Persero) Fuel Terminal Boyolali pada tahun 2021, kelompoknya semakin melesat.
PT plat merah itu juga bekerjasama dengan Pemkab Boyolali, PT Pan Brothers dan Forum Komunikasi Difabel Boyolali (FKDB).
Di mana kolaborasi banyak pihak, menjadikan Kresna Patra lebih berwarna.

Maklum, sebelum kedatangan PT Pertamina, saat itu Sri Setyaningsih masih berusaha sendiri, baik itu menyediakan workshop seadanya, mesin jahit pas-pasan hingga mengeluarkan uang sendiri dari dompetnya.
"Saya jadikan rumah yang dulu masih pagar getek, lantai tanah dan atap bocor-bocor untuk menyatukan teman-teman difabel itu," kata dia.
Tapi kehendak Tuhan begitu indah, di mana Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina menyasar Kresna Patra.
Sama seperti Workshop Sriekandi Patra di Desa Tawangsari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali yang sudah bertahun-tahun lamanya dibina Pertamina.
Ya, jauh sebelum Kresna Patra.
Di mana di Sriekandi Patra selama ini membina ratusan difabel di berbagai daerah.
Bu Sri sapaan akrabnya, merasa beruntung diranggul Pertamina karena tak hanya menyulap tempat workshop menjadi sangat layak hingga sarana dan prasarana.
Rumah yang sebelumnya pagar rudah rapuh-rapuh, dibangun jadi tembok, mesin jahit yang pas-pasan hanya 3 unit menjadi 15 unit.
"Sudah sangat layak, rumah diperbaiki, dibuatin toilet. Dulu toilet seperti di kali hanya ditutupi kain saja. Dibangun jadi sangat manusiawi," paparnya.
Pertamina kata Bu Sri, membuktikan jika perusahaannya berkelas tidak hanya sekedar kasihan dan memenuhi UU tentang Penyandang Disabilitas.
Baca juga: Biodata Atmaji Priambodo, Atlet Difabel Angkat Berat Sragen : Dulu Jual Koran, Kini ASN Berprestasi
Baca juga: Keren, Atlet Difabel Asal Sragen Bawa Pulang 4 Medali Emas dan 1 Perunggu dari ASEAN Para Games 2022
Pasalnya pembinaan berkelanjutan selama dua tahun ini dilakukan tanpa henti bak air mengalir di sungai tanpa tepi.
"Tenaga kerja difabel yang lulus uji kompetensi di Kresna Patra dan uji di PT Pan Brothers, jika lolos ya bisa masuk perusahaan," jelas dia.
Hasilnya nyata, di mana kata Bu Sri selama dua tahun ini sudah ratusan difabel yang mendapatkan pelatihan hingga memiliki kemampuan menjahit.
Tak hanya dari Kemusu, Boyolali dan daerah di Solo Raya, tetapi ada dari wilayah lain di Jawa Tengah seperti Karanganyar.
"Setahun kemarin ada 219 difabel. Sementara sebagian 45 difabel termasuk Rosyid masuk ke perusahaan. Mereka jadi pekerja profesional di bidang menjahit," paparnya.
"Mereka sudah punya sertifikat, sehingga bekerja berdasarkan kemampuan menjahitnya seperti orang normal pada umumnya," terang dia.
Jangan ditanya soal gaji, tentunya mereka yang bekerja di perusahaan sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) setara Rp 2.000.000 per bulan.
Dia pun mengaku Kresna Patra menjadi wadah untuk mengangkat nasib para difabel berkat bantuan Pertamina yang berkolaborasi dengan berbagai lembaga.
Menurutnya, sebelum bergabung ke Kresna Patra, para difabel merasa dipinggirkan, tak dihargai, dan tak memiliki masa depan layaknya manusia normal pada umumnya.
"Kalau masuk ke Kresna Patra pasti ada assessment. Banyak cerita-cerita pedih difabel," kata dia.
"Ada yang diumpetin di rumah tak boleh keluar, ada yang orangtuanya lupa dengan anaknya yang difabel. Macam-macam pokoknya, sedih lihatnya," ungkapnya.
Mereka yang lolos assessment kata Bu Sri, diberikan kesempatan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya, serta minat bagi difabel tersebut.
Ternyata rata-rata para difabel berminat menjahit.
Mereka diberi pelatihan dasar jahit pada umumnya, ngobras, hingga lobang kancing dan teknik tersulit dengan menciptakan pakaian-pakaian yang tak biasa.
Terlebih umur para difabel masih produktif antara 18 hingga 40 tahunan.
"Tak hanya jahit sebenarnya, ada bikin bros, souvenir dan askesoris lainnya," jelas dia.
Bahkan di Kresna Patra, mereka mendapatkan pelatihan cara bekerjasama hingga melatih mental sehingga saat berada di lingkungan baru, bisa menyatu.
Pasalnya banyak dari difabel yang belum bergabung dengan Kresna Patra, hanya dikurung di rumah tanpa bersosialisasi, karena orang tua ada malu memilikinya.
Hal itu membuat mental dan keberanian difabel sempat menciut.
"Makanya kami bawa ke lokasi wisata dan ruang ramai, mereka menjelaskan fungsi macam-macam barang, sehingga mereka terbiasa dengan lingkungan masyarakat," kata dia.
Itu dilakukan Bu Sri karena sebelum berkecimpung dalam Kresna Patra, dia adalah difabel yang pernah kendapatkan perlakukan tak menyenangkan.
Ya, terpinggirkan hingga dianggap tak akan berguna bagi orang lain karena kondisi fisiknya.
Dari Kemusu, Sri muda lantas mengadu nasib ke Bandung di perusahaan konvensi terbesar yang barangnya di ekspor ke Manhattan, Amerika Serikat (AS) selama 15 tahun lamanya.
Meski sempat diremehkan, tetapi pimpinan perusahaan mengacungi jempol karena hasil jahitannya di atas rata-rata orang normal pada umumnya.

"Istilahnya saya dendam untuk berbuat baik. Makanya jangan sampai ada difabel yang mendapatkan perlakuan tak semestinya seperti saya dulu," harap dia.
Selain mereka yang diterima di perusahaan, puluhan difabel mendapatkan pekerjaan dengan membuka usaha UMKM secara mandiri di rumahnya.
Mereka yang tadinya tak memiliki penghasilan, akhirnya mandiri karena mendapatkan pemasukan agar dapur tetap ngebul dan keluarga bisa hidup berkelanjutan.
Bahkan saat pandemi Covid-19 kemarin, Kresna Patra yang menjadi wadah difabel yang justru memberikan peluang kepada mereka yang normal secara fisik.
Mengingat saat itu, orderan mengalir begitu derasnya terutama daster dan masker saat PPKM.
"Orderan 4.500 masker pernah. Untuk daster 350 buah seminggu harus dikirim ke banyak daerah, hingga seragam-seragam," tutur dia.
"Sempat rderan membludak, kita kekurangan orang yang mengerjakan, justru kita merekrut orang normal untuk bekerjasama," jelasnya.
Bu Sri berharap program pemberdayaan yang dilakukan Pertamina terus berjalan, sehingga para difabel memiliki keahlian, keterampilan dan pendapatan finansial untuk hidupnya.
"Difabel punya kesempatan yang sama dengan orang normal. Dengan bergerak melalui Kresna Patra, amal kebaikan Pertamina abadi," tutur dia.
Terlebih kata dia, ada ribuan difabel di penjuru Boyolali yang masih membutuhkan perhatian tangan untuk bergerak bersama dan ruang kreasi untuk melatih jati diri.
"Ada Sriekandi Patra, ada Kresna Patra. Ruang-ruang ini mengasah kemampuan para difabel secara nyata, sehingga sejajar dengan orang normal pada umumnya," harap dia. (*)