Muktamar Muhammadiyah
Muhammadiyah Pakai Sistem E-Voting untuk Pilih Ketum, Bisa Diterapkan di Pemilu? Ini Kata Pengamat
Sistem E-voting yang digunakan Muhammadiyah dipandang lebih cepat dan akurat. Namun, apakah sistem itu bisa digunakan di pemilu?
Penulis: Erlangga Bima Sakti | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Muhammadiyah menggunakan sistem E-voting dalam memilih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2022-2027 dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah-Aisyiyah di Kota Solo.
Penggunaan E-voting perlu diberikan apresiasi, pasalnya waktu pemilihan bisa dipangkas dan menghasilkan hasil yang akurat.
Pun bila terjadi kesalahan, jejaknya bisa diaudit. Sebab usai menggunakan hak pilihnya, para pemilih mendapatkan struk atau nota seperti saat melakukan pembayaran di kasir.
Pengamat Politik UNS, Agus Riwanto, mengapresiasi gebrakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam pemilihan pengurus Pimpinan Pusat itu.
"Ini kemajuan dari Muktamar Muhammadiyah, mesti ditiru oleh organisasi keagamaan lainnya karena transparan, akuntabel dan mudah," kata dia, kepada TribunSolo.com, Minggu (20/11/2022).
Menurutnya, apabila E-voting akan diterapkan di Pemilu maupun Pilkada di Indonesia yang akan datang, perlu banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Seperti misalnya, kondisi geografis Indonesia yang cukup luas, berbeda dengan Muktamar yang dilakukan dalam satu lokasi dengan ruang lingkup yang lebih kecil.
Baca juga: Potret Relawan Pijat Gratis di Muktamar Muhammadiyah di Solo, Lepas Lelah Muktamirin dan Penggembira
"Itu kan tidak sederhana, yang kedua soal kesiapan teknologi. Kita belum memiliki kemampuan yang memadai kondisi yang sangat luas dan tidak merata," jelasnya.
Belum lagi soal regulasi penyelenggaraan pemilu, kata dia, seperti yang diatur dalam Undang-Undang no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurutnya dalam Undang-Undang tersebut diatur penyelenggaraan pemilu dilakukan secara manual dengan cara pencoblosan.
"Tidak ada peluang untuk itu, karena dalam Undang-Undang tidak diatur mengenai e-voting. Padahal pelaksanaan Pemilu itu dasar hukumnya harus jelas," kata Agus.
Ditambah lagi, kesiapan sumber daya manusia (SDM) penyelenggara maupun pemilih dalam Pemilu belum merata.
Artinya, pemahaman teknologi informasi antara pemilih dan penyelenggara Pemilu di setiap daerah menurutnya ada perbedaan.
"Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, seperti Undang-Undang, SDM, teknologi informasi serta wilayah Indonesia yang begitu luas. Jadi banyak aspek yang perlu disiapkan," tandas dia. (*)