Info Pendidikan
Anak Suka Pilih-pilih Makanan! Yuk Simak Penjelasan dari Ahlinya
Ada banyak penyebab anak pilih-pilih makanan atau bahkan tidak mau makan. Hal ini bakal dijelaskan Terapis Wicara dari Puspa Al-firdaus.
Penulis: Ibnu DT | Editor: Ryantono Puji Santoso
Liputan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sebagai orang tua, mungkin sering merasa bingung dan kewalahan ketika dihadapkan pada kondisi anak atau balita yang susah makan.
Anak-anak susah makan, bisa terjadi dalam beberapa situasi yang terkadang orang tua masih belum memahami.
Kebiasaan pilih-pilih makanan termasuk ke dalam istilah food preference.
Selain pilih-pilih makanan, penolakan terhadap makanan tertentu juga termasuk dalam istilah ini.
Salah satu food preference yang normal terjadi pada fase perkembangan anak adalah neofobia atau penolakan terhadap makanan baru.
Kepada TribunSolo.com Terapis Wicara dari Puspa Al-firdaus, Aina Indah Febriana menjelaskan lebih lanjut terkait hal tersebut.
Terapis yang akrab disapa Aina tersebut melanjutkan, jika neofobia merupakan mekanisme evolusi pertahanan anak yang menguntungkan.
Lantaran, neofobia dapat membantu anak menghindari makan bahan beracun, saat anak sudah mampu memilih makanannya sendiri tanpa pengawasan orang tua.
Namun, neofobia dapat berlanjut menjadi penolakan berkepanjangan terhadap makanan tertentu sehingga menimbulkan masalah makan berupa food preference.
Baca juga: Bingung Cara Mengenalkan Gawai pada Anak? Simak Tips dari Terapis Okupasi Puspa Al Firdaus
Food preference memang memiliki spektrum yang luas, mulai dari picky eater sampai selective eater, namun hal tersebut memiliki perbedaan.
"Picky eater berarti anak mau mengonsumsi berbagai jenis makanan baik yang sudah maupun yang belum dikenalnya tapi menolak mengonsumsi dalam jumlah yang cukup," ungkapnya.
Selain jumlah yang tidak cukup, picky eater pun berhubungan dengan rasa dan tekstur makanan.
Aina mengungkapkan, walaupun pilih-pilih makanan, saat keadaan picky eater, anak masih mau mengonsumsi minimal satu macam makanan dari setiap kelompok karbohidrat, protein, sayur atau buah dan susu.
"Misalnya, walaupun anak menolak makan nasi, tapi ia masih mau makan roti atau mie," jelasnya.
Sedangkan selective eater merupakan tipe anak susah makan yang lebih kompleks dari picky eater.
"Selective eater menolak hampir semua jenis makanan dalam satu kelompok," kata dia.
"Misalnya menolak karbohidrat apapun, protein apapun atau susu jenis apapun," lanjutnya.
Aina menambahkan, jika anak susah makan dalam kategori selective eater.
Hal tersebut dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi, sehingga berpotensi besar terkena defisiensi nutrisi.
"Picky eater masih masuk fase normal dalam perkembangan seorang anak, lain halnya dengan selective eater yang mengakibatkan anak berisiko mengalami defisiensi makro atau mikronutrien tertentu," tegasnya.
Seperti diketahui bahwa pada saat 3 tahun pertama kehidupan seorang anak, gizi berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak anak.
Hal tersebut juga masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks.
Dirinya menambahkan, dengan asupan makanan yang cukup akan mempengaruhi segala kinerja otak.
Yaitu, kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, bersosialisasi atas pengaruh jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antarsel saraf.
"Sedangkan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya," terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan keterkaitan permasalahan oral dengan gangguan makan juga memiliki keterkaitan.
Dimana hal tersebut akan menyebabkan gangguan makan seperti picky eater ataupun selective eater.
"Contohnya, pada kasus menurunnya kekuatan rahang dalam mengunyah atau berkurangnya intensitas anak dalam menggerakkan mulut dan lidahnya dapat memicu masalah anak susah makan," kata Aina.
Sehingga, dalam beberapa kasus pada anak, dapat mengalami keterlambatan bicara hingga gangguan artikulasi.
Itu karena proses makan juga melibatkan otot otot motorik dan sensorik pada organ-organ mulut.
"Oleh karena itu, untuk anak-anak yang mengalami sensitifitas pada bagian oral masih memerlukan feeding therapy," tambahnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.