Klaten Bersinar

Tradisi Padusan di Obyek Mata Air Cokro Klaten : Dilakukan Jelang Ramadhan, Pakai 21 Sumber Mata Air

TribunSolo.com / Dok Prokopim Kabupaten Klaten
Bupati Klaten, Sri Mulyani melakukan tradisi padusan kepada mas dan mbak Klaten di Obyek Mata Air Cokro, Klaten. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten menggelar tradisi padusan menyambut bulan suci Ramadhan.

Tradisi tersebut diselenggarakan di Obyek Mata Air Cokro (OMAC), Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Klaten Selasa (21/03/2023).

Itu dilakukan pertama kali setelah tiga tahun terhenti akibat Pandemi Covid-19. 

Tradisi padusan secara simbolis dilakukan oleh Mas dan Mbak Klaten atau Duta Wisata Klaten.

Tradisi tersebut menggunakan air yang berasal  21 mata air di Kabupaten Klaten. 

Baca juga: Vakum 2 Tahun, Padusan 2023 di OMAC Klaten Meriah, Bupati Sri Mulyani Sebar Apem ke Warga 

Baca juga: Razia di Klaten Jelang Ramadhan : Tim Gabungan Amankan Dua PGOT, Tapi Ada yang Kabur Terbirit-birit

Dari pantauan TribunSolo.com dilokasi, kegiatan dimulai sekitar pukul 09.30 WIB yang diawali dengan kirab kendi yang berisi dari 21 mata air yang tersebar di Kabupaten Klaten yang berada di barisan paling depan. 

Selain itu, Bupati Klaten, Sri Mulyani dan jajaran Forkopimda dan OPD Kabupaten Klaten, berjalan tepat dibelakang kirab 21 kendi dengan iringan musik hadroh menuju lokasi padusan. 

Kemudian, 21 kendi yang dibawa oleh Roro Ngangsu yakni dari perwakilan siswi di tiap kecamatan itu menuangkan air kendi tersebut kedalam Gentong Nyai Tampung. 

Selanjutnya, Bupati Klaten, Sri Mulyani menyiramkan air dari 21 kendi itu kepada Mas dan Mbak Klaten atau Duta Wisata Klaten yang di ikuti Jajaran Forkopimda Kabupaten Klaten. 

Usai penyimpanan air, prosesi dilanjutkan dengan menyebarkan udik-udik yang berisi kue apem dan uang pecahan Rp 5 ribu kepada masyarakat. 

Dalam sambutannya, Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Klaten, Sri Nugroho menjelaskan jika padusan itu bertajuk "Raresik Rogo Hanggayuh Resik Ing Jiwo". 

Ia mengungkapkan jika tradisi tersebut dilakukan sebagai simbol pensucian diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadhan. 

"Dan juga untuk melestarikan budaya yang dilakukan sejak jaman Majapahit ke 14," 

"Selain itu juga untuk meningkatkan perekonomian di masyarakat di sektor pariwisata," tegasnya. 

Lanjut, Sri Nugroho mengungkapkan, jika 21 mata air bermakna bahwa Klaten dikenal sebagai kota seribu umbul. 

"Selain itu 21 juga menggambarkan akan datangnya wahyu illahi, dalam istilah jawa lebih dikenal dengan malam selikuran," jelasnya.

Tradisi malam selikuran diharapkan menjadi sarana pengingat untuk memperbanyak sedekah, instropeksi diri, dan juga menggiatkan ibadah-ibadah lain dalam sepuluh hari di Bulan Ramadan.

Selain itu, sebar udik-udik yang berisi apem dan uang dimaknai dengan saling maaf memaafkan sebelum bulan ramadhan dan gemar bersedekah terutama di bulan ramadhan. 

Ditemui usai kegiatan tersebut, Bupati Klaten, Sri Mulyani mengungkapkan alasan padusan tersebut dilakukan 2 hari sebelum bulan Ramadhan. 

"Namun untuk tahun ini yang harusnya dilakukan H-1 Ramadhan tapi ini maju H-2 sudah dilaksanakan."

"Karena besok bertepatan Hari Raya Nyepi, jadi kita menghargai saudara-saudara kita yang sedang melaksanakan ibadah Nyepi," ucapnya. 

Mulyani mengaku bersyukur bahwa tradisi ini dapat kembali digelar usai dua tahun berhenti lantaran pandemi. 

"Antusias warga sangat baik, positif dan banyak. Kreasi dari Dinas Pariwisata sangat menarik sehingga kondisi alamnya terlihat luar biasa," ungkapnya. 

(*)