Idul Fitri 1444 H
Beda Hari Lebaran, Lebih Baik Ikut Muhammadiyah atau Pemerintah? Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi sudah menetapkan Lebaran Idul Fitri 2023 jatuh pada Jumat, 21 April 2023.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM -- Kementerian Agama atau Kemenag sudah memprediksi terjadinya perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 H di Indonesia antara Muhammadiyah, NU, dan pemerintah.
Alhasil, Lebaran atau hari raya Idul Fitri tahun ini diperkirakan bakal berbeda.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi sudah menetapkan Lebaran Idul Fitri 2023 jatuh pada Jumat, 21 April 2023.
Baca juga: Lebaran di Klaten, Tak Perlu Takut Kehabisan Bensin, Ini Lokasi SPBU di Sepanjang Jalan Solo-Jogja
Pemerintah Indonesia melalui Kemenag sendiri baru akan menggelar sidang isbat penentuan Hari Raya Idulfitri 2023 pada Kamis (20/4/2023) atau bertepatan dengan 29 Ramadan 1444 H.
Sementara itu Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan 1 Syawal dilakukan berdasaran kriteria imkan rukyat atau visibilitas hilal MABIMS.
Ketinggian hilal pada tanggal 29 Ramadan 1444 H meskipun sudah di atas ufuk saat matahari terbenam, namun masih di bawah kriteria minimum imkanur rukyah (visibilitas).
Alias ada kemungkinan hilal dapat terlihat yaitu 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Baca juga: Lebaran 2023, Sragen Mulai Disibukan Pemudik : 6.839 Kendaraan Keluar-Masuk Gerbang Tol
NU pun memprediksi juga ada kemungkinan perbedaan lebaran 2023.
Lantas mengapa ada perbedaan hari raya Idul Fitri antara Muhamadiyah dan NU dan pemerintah, bahkan kerap memunculkan pertentangan?
Ustaz Abdul Somad alias UAS sempat membahas soal adanya perbedaan 1 Syawal.
Menurut UAS, adanya pertentangan terkait dengan perbedaan jadwal puasa dan lebaran itu terjadi lantaran sidang isbatnya dilakukan secara terpublikasi.
Hal tersebut disampaikan oleh UAS, lewat tayangan video yang diunggah oleh kanal YouTube Goto Islam pada Sabtu, 15 April 2023.
Baca juga: Khawatir Isi Dompet Ludes Setelah Lebaran? Ada Ide Bisnis Menarik, Bisa Work From Anywhere
"Lalu yang datang dari kelompok ini 'ati'ullaha wa ati rasul wa ulil amri minkum' taatlah kepada Ulil Amri. Kemudian kata yang Muhammadiyah Ulil Amri itu Din Syamsuddin, bukan Jokowi. Karena ini kan tidak diangkat berdasarkan suroh, coba tengok tafsirnya, Ulil Amri itu ulama bukan pemimpin ini demokrasi kata dia, kata yang satu lagi kamu kalau engga mau ikut presiden bakar aja KTP-mu, pergi tinggal di hutan sana, akhirnya berkelahinya," ujar Ustaz Abdul Somad.
UAS berpandangan, pertentangan perbedaan tersebut terjadi karena sidang isbat yang diekpsos.
"Kenapa pertentangan ini terjadi? Karena sidang isbatnya diekspos. Ada baiknya sidang isbat dilakukan di ruangan tertutup mau kelahi antara NU sama Muhammadiyah kelahi di ruang tertutup itu, tapi suara yang keluar satu," sambungnya.
Dia pun menyebut bahwa di Mesir adanya perbedaan pandangan dalam menetapkan 1 Ramadhan atau 1 Syawal dilakukan dengan cara kombinasi dua sistem.
"Itu yang terjadi di Mesir, antara hisab ilmu astronomi dengan rukyat dikombinasikan, jadi keduanya bukan dikonfrontir ditabrakan, tapi dikombinasikan, jadi harusnya keluar satu suara," tuturnya.
Jadi penceramah yang berfokus dalam bidang ilmu hadis dan fikih itu menyarankan untuk meyakini apa yang dipikir benar.
"Saya pribadi menyarankan, ikutlah apa yang engkau yakini benar menurut engkau, walaupun seribu orang berfatwa memberikan fatwa kepadamu. Fatwa yang dikeluarin oleh Muhammadiyah benar. Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) benar," paparnya.
"Persimpangannya di mana? Penetapan pada angka minimal, MUI dan NU menetapkan angka dua derajat, jika dua derajat dia dapat dikatakan hilal, bila kurang bukan hilal. Tapi Muhammadiyah dia mengatakan 0,5 derajat pun kalau sudah itu hilal, maka dia adalah hilal, maka boleh, di situ letak persimpangannya," tegas UAS.
Baca juga: Ini 76 Imam Khatib Salat Idul Fitri Muhammadiyah di Solo Raya
Untuk UAS sendiri ia mengakui bahwa dirinya mengikuti aturan di komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia provinsi Riau.
Sementara itu soal perbedaan hari rari raya di tiap daerah juga dijelaskan Ustaz Abdul Somad di video yang lain.
Seorang jemaah bertanya kepada UAS, lantas dari perbedaan tersebut, mana yang harus diikuti?
UAS menekankan bahwa karena tiap daerah memiliki penentuan waktu sendiri, maka dianjurkan untuk mengikuti penentuan waktu Indonesia.
"Makkah tu punya mathla' sendiri, Pekanbaru punya mathla' sendiri. Makkah punya syuruq sendiri, Pekanbaru punya syuruq sendiri. Tak sama. Mana bisa kita ikut Makkah. Kalau kita di Pekanbaru ikut Makkah. Berarti shalat zhuhur kita jam 15.30 WIB," jawab UAS melalui akun Instagram pribadinya, Rabu (6/7/2022).
UAS menjelaskan mengapa bisa terjadi perbedaan penentuan hari raya di Indonesia dengan Arab Saudi.
Dikatakannya hal tersebut lantaran penentuan Idul Adha mempertimbangkan terlihatnya hilal.
Arab Saudi lebih dahulu merayakan Idul Adha karena letaknya lebih dekat dengan bagian barat bumi. Pasalnya, semakin suatu daerah mendekati bagian barat bumi, maka semakin cepat untuk melihat hilal.
"Waktu sholat pakai waktu matahari, kita di timur lebih dulu. Kalau awal bulan itu ikut Hilal, bulan, yang di barat lebih dulu," lanjut UAS.
Perbedaan penentuan waktu tersebut juga pernah terjadi di zaman Salaf. Maka, UAS menekankan agar tidak memusingkan perbedaan tersebut dan tetap mengikuti penentuan waktu di daerah masing-masing.
Kuraib dari Madinah ke Syam. Di Syam mereka melihat Hilal malam Jum'at. Ibnu Abbas di Madinah melihat Hilal malam Sabtu. Syam dengan Madinah aja beda mathla', apalagi Makkah dengan Pekanbaru," pungkas UAS.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.