Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen

Banyak Anak-anak Sragen Minta Menikah Dini, Bupati: Bukan Faktor Ekonomi, Tapi Tak Paham Agama

Pada tahun 2022 lalu, faktor pernikahan dini di Sragen paling banyak karena faktor ekonomi, lantas yang kedua karena faktor seks bebas.

|
Tribunsolo.com/Septiana Ayu Lestari
Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat ditemui TribunSolo.com, Kamis (29/6/2023) 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Jumlah kasus pernikahan dini di Kabupaten Sragen meningkat setiap tahunnya.

Hal itu dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah permohonan dispensasi pernikahan ke Pengadilan Agama Sragen.

Disebutkan, ada lebih dari 300 permohonan dispensasi pernikahan dalam satu tahun.

Informasi yang didapat TribunSolo.com, sekitar setengahnya atau 50 persen dari mereka yang mengajukan dispensasi menikah dini, masih usia anak.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati tak mengelak masih maraknya pernikahan dini di wilayahnya.

"Memang seperti itu realitanya saat ini, cuma angka pastinya mesti perlu dilihat, seperti pernikahan dini itu memicu angka perceraian yang juga tinggi," ujarnya kepada TribunSolo.com.

Menurutnya, pada tahun 2022 lalu, faktor pernikahan dini di Sragen paling banyak karena faktor ekonomi, lantas yang kedua karena faktor seks bebas.

Baca juga: 300-an ABG di Sragen Ajukan Dispensasi Pernikahan dalam Setahun, Kebanyakan karena Hamil Duluan

Baca juga: Deteksi Satelit NASA, Ada Karhutla di Sragen, Polisi Cek Dapati Bekas Pembakaran Lahan Tebu

Namun, pada tahun 2023 ini, penyebab banyaknya pernikahan dini tidak hanya karena faktor ekonomi saja.

Melainkan, menurut orang nomor satu di Sragen ini karena kurangnya pemahaman terhadap agama.

"Faktor pernikahan dini yang paling dominan, saat ini sebenarnya bukan hanya faktor ekonomi, tapi faktor pemahaman keagamaan yang kurang bagi anak-anak," jelasnya.

"Anak-anak merasa itu (pernikahan dini) sebuah hal yang lumrah, karena di era teknologi informasi seperti ini mereka bisa memeroleh apapun dari gadget," tambahnya.

Dengan terus meningkatnya kasus pernikahan dini tersebut, bisa memengaruhi status Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Sragen.

300-an ABG Ajukan Dispensasi Pernikahan

Ratusan Anak Baru Gede (ABG) di Kabupaten Sragen mengajukan dispensasi pernikahan ke Pengadilan Agama Sragen setiap tahunnya.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sragen, Lanjarto.

Menurut Lanjarto, yang mengajukan dispensasi pernikahan kebanyakan adalah para ABG yang sudah hamil terlebih dulu.

"Datanya tidak punya (jumlah ABG hamil), yang jelas banyaklah, karena diantara pengajuan dispensasi nikah di pengadilan diantara mereka sudah terlanjur hamil terlebih dahulu," ucap Lanjarto kepada TribunSolo.com, Kamis (29/6/2023).

Ia menyebut pengajuan pernikahan bisa mencapai 300 permohonan dalam satu tahun.

Berdasarkan informasi yang dihimpun TribunSolo.com, pada tahun 2020 saja, jumlah pengajuan dispensasi ke PA Sragen sebanyak 349 permohonan.

Angka tersebut kembali meningkat menjadi 363 permohonan pada tahun 2021.

Dan trend pengajuan dispensasi pernikahan meningkat setiap tahun meski tidak signifikan.

"Yang minta dispensasi 300 ada, kalau 300 ada, tapi itu jumlah satu tahun, tren dari tahun ke tahun ada peningkatan, tapi tidak signifikan," jelasnya.

Ada faktor lain yang menyebabkan jumlah pengajuan dispensasi pernikahan meningkat setiap tahun.

Baca juga: Apesnya Mbah Lasiyem, Pergi Kunjungi Rumah Anak di Solo, Rumahnya di Gondang Sragen Malah Terbakar

Baca juga: Kisah Suroto, Jagal Sapi Asal Sragen : 4 Bulan Awal Trauma Lihat Darah, Lengan Kanan Sampai Dijahit

Hal itu juga disebabkan karena adanya perubahan peraturan perundang-undangan, yakni UU Nomor 16 tahun 2019 yang mengatur batas minimal usia menikah.

Dimana, batas minimal usia menikah untuk perempuan yang awalnya 16 tahun, disamakan dengan batas usia minimal menikah laki-kali yakni 19 tahun.

"Rata-rata 300-an, kemungkinan, tapi tidak semua karena hamil, karena memang berdasarkan UU ada perubahan batas minimal pernikahan dari 16 menjadi 19 tahun, itu berpengaruh kepada meningkatnya pengajuan dispensasi," terangnya.

Dalam hal ini, menurut Lanjarto teknologilah yang berpengaruh sangat besar pada meningkatnya jumlah kehamilan yang dialami ABG.

Kasus ini sudah seharusnya menjadi perhatian khusus Pemerintah Kabupaten Sragen.

Ia berharap agar pemerintah lebih giat dalam melakukan penyuluhan hukum.

Selain itu, Pemkab Sragen seharusnya memiliki program untuk membekali anak-anak yang menikah dini tersebut dengan keterampilan.

Dengan begitu, meski masih dibawah umur, dengan keterampilan yang dimiliki, mereka setidaknya bisa bertahan hidup sendiri, dengan harapan dapat menekan angka perceraian dini juga.

"Yang punya kewenangan seperti Pemda, Kementerian Agama, Kesra, dari Pemda perlu ada penyuluhan hukum," ucapnya.

"Anak-anak harus dibekali keterampilan, jangan sampai anak-anak dinikahkan tapi minus keterampilan, karena untuk mendapatkan rezeki itu kan dari keterampilan bisa, karena dia berilmu juga bisa," pungkasnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved